Peneliti ciptakan teknologi komunikasi di dalam air

Peneliti ciptakan teknologi komunikasi di dalam air

Sistem ini menggunakan speaker telepon untuk membuat sinyal audio frekuensi tinggi untuk mengkomunikasikan data, alih-alih radio.

Para peneliti dari University of Washington membuat aplikasi yang memungkinkan penggunanya berkomunikasi di bawah air. Sinyal di kedalaman lima hingga sepuluh meter biasanya mulai tidak stabil atau bahkan tidak terjangkau sama sekali. Ini menyulitkan komunikasi di bawah air untuk keperluan profesional maupun hiburan. 

Dilansir dari TechCrunch (30/8), salah satu yang menghalangi komunikasi di bawah air adalah gelombang radio yang diserap oleh air. Itulah sebabnya, kapal selam dan sejenisnya membutuhkan tambatan untuk meneruskan data bolak-balik ke permukaan. mereka yang hanya sekadar hobi untuk berkomunikasi.

Gelombang suara, di sisi lain, dapat melalui air cukup mudah, namun bukan bagi manusia melainkan untuk spesies di dalam air. Oleh karena itu, sejauh ini penyelam hanya berkomunikasi satu sama lain menggunakan isyarat tangan dan gerakan lainnya. 

Dari latar belakang tersebut, Mobile Intelligence Lab’ University of Washington, yang dipimpin oleh mahasiswa PhD Tuochao Chen dan profesor Shyam Gollakota mengembangkan perangkat lunak yang disebut AquaApp.

“Dengan AquaApp, kami mendemonstrasikan pesan bawah air menggunakan speaker dan mikrofon yang tersedia secara luas di smartphone dan jam tangan. Selain mengunduh aplikasi ke ponsel mereka, satu-satunya hal yang dibutuhkan orang adalah casing ponsel tahan air yang sesuai dengan kedalaman penyelaman mereka, ”kata Chen dalam rilis berita UW.

Sistem ini menggunakan speaker telepon untuk membuat sinyal audio frekuensi tinggi untuk mengkomunikasikan data, alih-alih radio. Namun, tidak sesederhana mengubah sinyal menjadi akustik, kondisi untuk mengirim dan menerima sinyal terus berubah karena lokasi penerima dan pengirim, kecepatan relatif, dan lingkungan yang juga kerap berubah. 

“Misalnya, fluktuasi kekuatan sinyal diperparah karena pantulan dari permukaan, lantai, dan garis pantai,” kata penulis utama Chen dan sesama mahasiswa pascasarjana, Justin Chan. “Gerakan yang disebabkan oleh manusia, gelombang, dan benda di dekatnya dapat mengganggu transmisi data. Kami harus beradaptasi secara real time dengan faktor-faktor ini dan lainnya untuk memastikan AquaApp akan bekerja di bawah kondisi dunia nyata.”

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di danau dan teluk dengan ombak yang kuat, para pengembang dapat bertukar data lebih dari 100 meter pada bitrate yang sangat rendah, tetapi lebih dari cukup untuk menyertakan satu set sinyal terprogram yang sesuai dengan gerakan tangan. 


Artikel ini bersumber dari www.tek.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *