Fintech Makin Bertumbuh, IFSoc Minta RUU PPSK Segera Disahkan

Fintech Makin Bertumbuh, IFSoc Minta RUU PPSK Segera Disahkan

Telset.id, Jakarta – Ekosistem fintech semakin bertumbuh harus dibarengi dengan regulasi yang relevan. Hal ini yang membuat Indonesia Fintech Society (IFSoc), meminta agar Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) segera dibahas dan disahkan.

Menurut Ketua Steering Commite IFSoc, Rudiantara terdapat beberapa alasan mengapa IFSoc meminta agar RUU PPSK segera dibahas dan disahkan menjadi Undang-undang.

Pertama sejak tahun 2017 hingga 2022 layanan fintech semakin banyak, dari yang awalnya 24 layanan menjadi 352 di tahun 2022 ini.

“Layanan fintech diperkirakan terus berkembang ke depannya, sehingga perlu dioptimalkan guna mendukung inklusi keuangan dengan tetap memperhatikan mitigasi risiko,” ujar Rudiantara.

BACA JUGA:

Melalui diskusi online yang dilakukan pada Kamis (27/10/2022), mantan menkominfo itu juga menjelaskan kalau alasan lainnya karena undang-undang dalam sektor keuangan sudah tidak relevan dalam merespon perkembangan inovasi teknologi yang pesat.

Misalnya saja UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Beberapa undang-undang tersebut dibuat beberapa puluh tahun yang lalu, sementara teknologi keuangan semakin berkembang seiring dengan hadirnya berbagai layanan fintech yang beroperasi di Tanah Air.

“Undang-undang dalam sektor keuangan sudah tidak relevan. Jadi diperlukan pembahasan dan pengesahan RUU PPSK dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” jelas Rudiantara.

Bukan sekedar mendesak saja, IFSoc juga memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah dan DPR dalam merancang RUU PPSK.

Pertama, IFSoc menyarankan agar RUU PPSK harus mengutamakan aspek perlindungan konsumen layanan fintech dan membantu untuk mengecilkan jarak antara inklusi dan literasi keuangan.

“Indeks inklusi keuangan kita pada tahun 2021 menurut World Bank mencapai 51,8%, tetapi perkembangan literasi keuangan hanya 38%,” ungkap Rudiantara.

Kedua berkaitan dengan peraturan yang lebih mengikuti perkembangan teknologi. Sebab, pendekatan secara kelembagaan dinilai kurang fleksibel terhadap perkembangan inovasi yang cepat terutama di sektor keuangan.

BACA JUGA:

“RUU PPSK dibutuhkan sebagai payung hukum pengembangan dan penguatan sektor keuangan digital yang lebih adaptif,” tutup Rudiantara.

Adapun RUU PPSK rencananya akan dibahas oleh Pemerintah Indonesia dan DPR RI dalam waktu dekat. Semoga pembahasan bisa berjalan lancar, sehingga RUU PPSK dapat segera disahkan menjadi undang-undang. [NM/HBS]

Artikel ini bersumber dari telset.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *