News  

Selembar tenun ikat motif tiga garuda dan mimpi Mama Selly

Selembar tenun ikat motif tiga garuda dan mimpi Mama Selly

Saya ingin memberikan kain tenun ini kepada Pak Presiden Joko Widodo

Kupang (ANTARA) – Selembar kain tenun ikat bermotif tiga burung garuda dipajang di gerai penjualan tenun ikat dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Ini bukan sembarang kain tenun, setidaknya bagi Mama Selly.

Beberapa pengunjung gerai tersebut tampak mengagumi motif kain tenun itu walaupun jika diperhatikan warnanya terlihat agak pudar, tak seperti kain tenun pada umumnya.

Ada tiga warga yang terdapat dalam kain tenun bermotif tiga burung garuda itu, yakni biru tua, merah marun, dan putih.

Selain motif burung garuda yang paling menonjol, ada pula motif-motif lain yang menjadi kekhasan dari kain tenun asal Kabupaten Sikka.

Penenun kain motif tersebut adalah Mama Selly. Perempuan separuh baya itu tampak bangga memajang kain tenun hasil karyanya. Berkat pajangan kain tenun itu, gerainya paling ramai disambangi pengunjung.

Kendati demikian, ada rasa sedih yang berusaha disembunyikan Mama Selly, 45 tahun, karena salah satu impiannya belum terwujud.

“Saya ingin memberikan kain tenun ini kepada Pak Presiden Joko Widodo,” ungkapnya saat memulai ceritanya.

Mama Selly lantas mengisahkan cerita setahun lalu ketika ia ikut menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo di Kota Maumere pada tahun 2021.

Saat itu Presiden Jokowi datang ke daerah itu untuk meresmikan Bendungan Napung Gete, satu dari tujuh bendungan yang menjadi program Pemerintah Pusat untuk pemenuhan kebutuhan air bersih di di NTT.

Mama Selly, kala itu, sudah membawa kain tenun motif burung garuda dengan tujuan bisa menyerahkannya langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Akan tetapi ketika ia menyampaikan niatnya kepada petugas keamanan yang berjaga di lokasi atau jalur Presiden Jokowi lewat, ia tidak diizinkan. Oleh karena itu, ia pun sedih karena mimpinya menyerahkan langsung kain tenun motif garuda tersebut sampai saat ini belum bisa terwujud.

Bagi Mama Selly, begitu tangannya menyentuh kain tenun motif garuda, yang teringat adalah keinginannya menyerahkan secara langsung kain itu kepada Presiden Joko Widodo. 

Bagi Mama Selly dan masyarakat NTT, kunjungan Presiden Joko Widodo ke daerah itu memang momen istimewa. Karena itu, ia kala itu ingin memberikan sesuatu yang berkesan dan bernilai kepada Kepala Negara.

Proses lama

Kain tenun ikat yang dibuat oleh Mama Selly menggunakan pewarna alami.  Oleh karena itu tak heran jika setelah setahun berlalu warnanya agak pudar, tak seperti benang tekstil pabrikan yang dijual bebas sehingga jika dipakai untuk tenun ikat yang lain, warnanya akan lebih cerah.

Tanaman yang ia gunakan sebagai bahan pewarna berasal dari dedaunan sehingga proses pembuatannya juga paling cepat 3 bulan atau paling lama 5 bulan.

Kalau tenun motif garuda butuh waktu sekitar 3 bulan dalam membuatnya. Ia bersyukur tidak ada halangan selama proses pembuatannya sehingga bisa cepat selesai.

Harga tenun ikat motif garuda itu terbilang cukup mahal, mencapai Rp2,5 juta. Harga sebesar itu memperhitungkan dari ketelitian dan kesulitan mendapatkan pewarna serta lamanya waktu pembuatan.

Ada beberapa motif tenun bergambar garuda yang juga ia jual dan pajang di gerai tersebut. Namun yang ia tunjukkan dan ingin sekali diberikan kepada Presiden Jokowi adalah tenun ikat bergambar tiga burung garuda.

Mama Selly dikenal sebagai seorang penenun yang mempunyai butik tenun sendiri. Butik tersebut juga menampung karya penenun-penenun dari Kabupaten Sikka.

Hasil karya para penenun ia bantu jualkan dan ia mengaku tak mengambil keuntungan dari hasil penjualan dari penenun lain yang menitipkan hasil kerajinan tersebut.

Dipuji 

Tenun motif burung garuda Mama Selly memang unik. Oleh karena itu, panjangan tenun ikat motif burung garuda juga menarik perhatian Gubernur NTT Viktor B. Laiskodat yang melihat pameran Festival Exotic Tenun 2022 yang digelar oleh Bank Indonesia.

Viktor memuji kualitas tenun ikat motif tiga burung garuda karya Mama Selly dan menganggap harga Rp2,5 juta adalah wajar.

Tenun ikat itu merupakan karya intelektual. Karya tenun ikat itu dibuat oleh mama-mama dengan keterampilan, ketelitian, dan kesabaran yang luar biasa. Oleh karena itu, tenun tersebut tidak layak disebut sebagai karya kerajinan tangan.

NTT itu mahal karena mempunyai kain tenun khas, yang merupakan karya intelektual sehingga layak dihargai mahal pula.

Karya intelektual ini dikerjakan oleh ibu-ibu penenun dengan metode dan filosofi yang diwarisi sejak ribuan tahun lalu namun dapat menghasilkan karya berkelas artistik yang tidak ada duanya.

Bahkan ada yang menyandingkan tenunan itu dengan lukisan Monalisa yang dihasilkan Leonardo Da Vinci dan Michaelangelo Buonarroti yang menghasilkan lukisan terkenal di langit-langit Kapela Sistina.

Metode pembuatan tenun asli NTT yang motifnya ada di imajinasi para penenun tetapi pakemnya selalu sama dan telah diturunkan dari generasi ke generasi.

Tenun ikat perlu diapresiasi dengan cara dipakai setiap hari oleh masyarakat NTT sendiri dan karya ini dikagumi berbagai negara.

Saat ini kain tenun NTT tidak hanya laku di NTT dan di pasar domestik saja, tetapi sudah tampil di beberapa negara Eropa dalam sejumlah peragaan busana berkelas internasional.

Sayangnya kain tenun NTT malah jarang diakui oleh masyarakatnya sendiri sebagai karya intelektual. Untuk memberdayakan para penenun, Pemerintah Provinsi NTT mewajibkan, agar berbagai aktivitas di perkantoran, pegawai menggunakan kain tenun.

Kebijakan tersebut mulai membuahkan dampak luas termasuk meningkatkan kesejahteraan para penenun di Kota Kupang dan sekitarnya.

 

Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *