News  

Kuasa hukum: Penetapan tersangka pimpinan PT RUBS upaya kriminalisasi

Kuasa hukum: Penetapan tersangka pimpinan PT RUBS upaya kriminalisasi

Jakarta (ANTARA) – Kuasa Hukum PT Rantau Utama Bhakti Sumatera (RUBS) mengatakan penetapan tersangka tiga pimpinan perusahaan perusahaan itu oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri sebagai upaya kriminalisasi terhadap investor di Indonesia.

“Patut diduga penetapan tersangka ini adalah kriminalisasi sebagai alasan agar PT Batubara Lahat (BL) dapat dengan leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama yang telah disepakati sebelumnya,” kata Kuasa Hukum PT RUBS, Ricky Hasiholan Hutasoit dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Penyidik Bareskrim adalah tindakan yang serampangan dan upaya kriminalisasi investor pertambangan.

Apalagi, lanjut dia, PT Batubara Lahat (BL) di Sumatera Selatan juga telah dilaporkan terkait dugaan penjualan batu bara ilegal yang merugikan para investor.

Baca juga: Bareskrim Polri menetapkan tiga petinggi PT RUBS jadi tersangka

Ricky menyebut pihaknya memiliki bukti kuat bahwa PT BL diduga melakukan penambangan ilegal tanpa seizin direktur PT RUBS sebagai pemilik manfaat atau “beneficial owner”.

“Jelas ini terbalik sebenarnya, yang melakukan penggelapan siapa di sini? Kami punya bukti kuat bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana,” ujar Ricky.

Ricky menyayangkan sikap Polri dalam penanganan kasus ini. Menurut dia, para investor yang ingin meningkatkan perekonomian Indonesia malah dikriminalisasi.

“Polri sebagai institusi besar telah dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” lanjutnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar mengatakan penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi.

“Jika salah langkah dan tidak profesional dalam penanganan akan menyebabkan investor dan modalnya lari. Intinya jangan merusak iklim investasi,” ujar Fickar.

Menurut dia, jika penyidikan kasus dilakukan serampangan berpotensi memperburuk kepercayaan investor, baik investor asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN) untuk menanamkan modal di Indonesia.

Baca juga: Bareskrim tangkap pelaku “repacking” minyak goreng curah

“Jangan sampai Polri menjadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi mencari keuntungan sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi. Inilah yang harus dihindari karena tidak mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tanggor Sihombing menyebut penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.

“Salah satunya adalah terobosan ‘ultimum remedium’ yang artinya hukum pidana dijadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum,” kata Tanggor.

Sebagai informasi penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/415N/Res.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 3 Mei 2021. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: R/182N/RES.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 5 Mei 2021.

Baca juga: Lemkapi harapkan Polri segera berantas judi daring

Tiga petinggi PT RUBS yang ditetapkan polisi sebagai tersangka, yakni HH yang merupakan istri mantan menteri. Kemudian dua tersangka lain, yakni WW dan PBF.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi dan analisa dokumen-dokumen dalam penanganan perkara ini maka benar telah terjadi tindak pidana penggelapan dan penggelapan dalam jabatan dan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, yaitu terlapor HH selaku Direktur Utama PT RUBS melakukan penggelapan atau pengalihan seluruh saham milik PT BL yang dijamin menjadi milik PT RUBS dan PT Rantau Panjang Utama Bhakti tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin pemegang saham PT BL.

Perbuatan tersebut, kata Ramadhan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP.

“Namun antarpara pihak ada kesepakatan untuk penyelesaian perkaranya. Untuk mengambil keputusan lebih lanjut, penyidik masih menunggu akta perjanjian perdamaian antarpara pihak,” ujar Ramadhan.

 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *