News  

Kementan susun peta jalan pengendalian resistensi antimikroba

Kementan susun peta jalan pengendalian resistensi antimikroba

Bersama lembaga serta pemangku kepentingan terkait, kami menyusun rencana strategis serta peta jalan upaya pengendalian resistensi antimikroba

Nusa Dua, Bali (ANTARA) – Kementerian Pertanian (Kementan) menyusun rencana strategis serta peta jalan dalam upaya pengendalian dampak resistensi antimikroba pada hewan ternak dan manusia.

“Bersama lembaga serta pemangku kepentingan terkait, kami menyusun rencana strategis serta peta jalan upaya pengendalian resistensi antimikroba,” kata Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo saat menyampaikan pidato secara virtual dalam pembukaan Side Event Antimicrobial Resistance (AMR) di Nusa Dua, Provinsi Bali, Rabu.

Ia mengatakan Indonesia telah memberlakukan peraturan penggunaan antibiotik di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang melarang penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pangan.

Kementan juga melarang penggunaan Colistin pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 9736 Tahun 2000.

Mentan mengatakan Colistin sebagai obat antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, menjadi pilihan terakhir bagi kesehatan hewan atau kesehatan manusia di Indonesia.

Meningkatnya populasi manusia dan maraknya aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap degradasi lingkungan serta berdampak secara signifikan pada kompleksitas ancaman kesehatan dan perkembangan epidemiologi penyakit infeksi baru di dunia.

Menurut dia Indonesia telah mengambil peran dalam pendekatan “One Health” bersama seluruh pihak terkait secara global maupun nasional demi tercapainya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Ia mengatakan pengendalian resistensi antimikroba juga diamanatkan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2019 tentang peningkatan kemampuan dalam pencegahan dan deteksi merespons wabah penyakit pandemi global dan kedaruratan nuklir, biologi, dan kimia.

Dalam beberapa dekade terakhir, laporan berbagai negara mencatat adanya peningkatan laju resistensi antimikroba baru berjalan lambat, seiring dengan penemuan obat antimikroba baru yang lebih cepat.

Resistensi antimikroba menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ketahanan pangan, di samping pembangunan kesehatan hewan yang berkelanjutan.

Pada tahun 2016, kata Mentan, Review Global melaporkan perkembangan resistensi antimikroba diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada 2050 dengan tingkat kematian mencapai 10 juta jiwa per tahun dan kematian tertinggi terjadi di kawasan Asia.

“Gambaran ini akan mungkin terjadi jika masyarakat internasional tidak memiliki upaya konkret dalam pengendalian penggunaan antimikroba,” kata Syahrul Yasin Limpo.

Side Event AMR merupakan rangkaian kegiatan dari 3rd Health Working Group (HWG) yang dilaksanakan di Bali pada 22-24 Agustus 2022 yang dibuka secara langsung oleh Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono beserta kalangan pakar mikroba dan akademisi.

Pertemuan di Nusa Dua Bali itu juga diikuti secara daring oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Asisten Direktur Jenderal Antimocroba WHO Hannan Balkhy.

Baca juga: AIHSP: One Health penting untuk atasi ancaman resistensi antimikroba

Baca juga: Seruan mewaspadai resistensi antimikroba

Baca juga: KKP-FAO sinergi pengendalian resistensi antimikroba perikanan budidaya

Baca juga: Di Indonesia, KPRA nyatakan resistensi bakteri terus meningkat

 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *