News  

Apakah Daging Kurban Tidak Boleh Disimpan Lebih dari 3 Hari? Ini Hukumnya

Apakah Daging Kurban Tidak Boleh Disimpan Lebih dari 3 Hari? Ini Hukumnya

Suara.com – Pada momen Idul Adha, umat Islam yang mampu menyembelih hewan kurban lalu sebagian dagingnya dibagikan kepada orang lain. Lalu apakah daging kurban tidak boleh disimpan lebih dari 3 hari? 

Pertanyaan ini sering kali ditanyakan oleh masyarakat pada saat Hari Raya Idul Adha. Karena beberapa orang ada yang memilih langsung memasak daging kurban dan ada pula yang memutuskan untuk menyimpannya terlebih dahulu.  

Apakah Daging Kurban Tidak Boleh Disimpan Lebih dari 3 Hari? 

Dalam Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi’iy  Muhammad Ajib, menjelaskan  bahwa daging qurban tidak boleh disimpan selama lebih dari tiga hari. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Ubaid mantan budak Ibnu Azhar beliau mangatakan:  

Baca Juga:
Miris! Seorang Pria Rela Antre Panjang Malah Diabaikan Panitian Kurban

Saya pernah sholat id bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Beliau sholat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah, mengingatkan masyarakat. wa sallam melarang kalian untuk makan daging qurban lebih dari tiga hari. Karena itu, janganlah kalian makan (lebih dari tiga hari).” (HR.Muslim dan Nasai). 

Dahulu Rasulullah SAW melarang sahabatnya untuk menyimpan daging kurban. Larangan ini lantaran kedatang orang-orang Arab dari desa ke kota.

Kemudian Rasulullah juga melarang penduduk Madinah menyimpan daging kurban selama lebih dari tiga hari. Hal ini dilakukan supaya orang-orang Arab badui pulang tidak membawa tangan kosong. 

Artinya, “(Dahulu) penyimpanan daging kurban sempat (diharamkan) lebih dari tiga hari, (tetapi kemudian penyimpanan itu dibolehkan) berdasarkan sabda Rasulullah SAW ketika para sahabat mendatanginya perihal ini, ‘Dahulu aku melarang kalian perihal ini (penyimpanan) karena tamu (dari desa-desa), tetapi Allah datang memberikan kelonggaran. Maka simpanlah apa (daging) yang tampak pada kalian,’ [HR Muslim]

Imam Ar-Rafi’i mengatakan bahwa kata ‘tamu’ yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memasuki Kota Madinah. Mereka adalah orang yang mengalami kesulitan setahun di desa-desa. Ada ulama berpendapat bahwa mereka adalah tamu yang singgah atau mampir,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun],  juz VI, halaman 474). 

Baca Juga:
Dari Penjara, Putra Siregar Kurban 1.900 Kambing dan 120 Ekor Sapi

Melihat adanya perubahan situasi, Rasulullah SAW kemudian mengizinkan para sahabtnya untuk menyimpan daging kurban. Namun para ulama yang mengikuti qaul jadid Imam Syafi’i sepakat jika daging yang disimpan berlaku untuk sepertiga maksimal dari daging kurban yang menjadi hak orang yang kurban.


Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *