Simak! Begini Saran Ekonom Agar Dolar AS Betah di RI

Simak! Begini Saran Ekonom Agar Dolar AS Betah di RI

tribunwarta.com – Sejumlah ekonom dan bankir menyarankan beberapa kebijakan yang bisa dijalankan otoritas, agar para eksportir dan importir mau memarkirkan valasnya bertahan lebih lama di Tanah Air.

Kebijakan yang bisa ditempuh bisa berbagai macam cara, bisa melalui kebijakan moneter, atau bisa melalui kebijakan fiskal. Tentunya disesuaikan dengan keadaan ekonomi terkini Indonesia.

Kepala Ekonom BCA David Sumual memandang, Indonesia bisa mengikuti kebijakan suku bunga simpanan valas yang diterapkan di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura.

Di Malaysia misalnya, otoritas moneternya mengharuskan para pelaku usahanya untuk mehan devisa dan mengkonversikannya di dalam negeri.

“Di Malaysia dan Thailand, sekarang wajib devisa dikonversi dan ditahan di dalam negeri,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Rabu (7/12/2022).

David juga menyarankan adanya aturan mengenai suku bunga simpanan yang menarik di perbankan nasional. Karena suku bunga valas di luar negeri lebih tinggi dibandingkan suku bunga simpanan valas di Indonesia.

Di Singapura misalnya, kata David saat ini kebijakan suku bunga simpanan valasnya justru lebih tinggi, mirip dengan suku tingkat suku bunga Bank Sentral AS yang berada pada kisaran 4%.

Sementara di Indonesia, bunga penjaminan valas yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya 1,75%, berlaku untuk periode 9 Desember 2022 hingga 31 Januari 2023.

“Kita sekarang jauh lebih rendah suku bunga valasnya. Di Singapura justru lebih tinggi, mirip dengan suku bunga The Fed, sekitar 4%,” tuturnya.

David juga menyarankan, untuk bisa memberikan kemudahan bank-bank nasional dalam menerbitkan obligasi dalam bentuk valas.

Dengan catatan, penerbitan obligasi valas yang dilakukan perbankan tersebut hanya dalam batas-batas tertentu atau jangka pendek saja, agar tidak membahayakan posisi rupiah di tanah air.

Juga bisa dengan memperdalam instrumen keuangan, misalnya dengan memberikan kepastian kurs kepada eksportir dan importir.

David, mencontohkan, jika eksportir atau importir menaruh dolarnya di perbankan nasional, namun saat membutuhkan lagi dolar AS dalam beberapa bulan lagi, bisa diberikan premi khusus.

Misalnya saja, eksportir/importir menyimpan dolarnya saat kursnya Rp 15.700/US$. Namun, tiga bulan kemudian saat ingin menarik lagi simpanan dolarnya, ternyata kursnya sudah naik menjadi Rp 15.750/US$.

Nah selisih kurs itu, menurut David bisa diberikan kompensasi kepada pengusaha, sehingga mereka lebih nyaman dalam memarkirkan dolarnya di perbankan nasional.

“Jadi Rp 15.750 versus Rp 15.700, itu persentasenya yang harus eksportir/importir bayar sebagai kompensasi mendapatkan kepastian kurs. Harus diberi kepastian,” jelas David.

Dari sisi fiskal, pemerintah juga bisa memberikan diskon tarif pungutan pajak bunga dari deposito DHE dalam mata uang dolar AS yang ditempatkan di dalam negeri.

Seperti diketahui, berdasarkan PMK 212/PMK.03/2018, besaran tarif pajak deposito dolar AS berbeda-beda besarnya, tergantung berapa lama DHE tersebut di parkiran.

Besaran tarifnya berkisar antar 0% hingga 10% dengan jangka waktu satu bulan hingga lebih dari enam bulan. Semakin lama DHE diparkirkan di perbankan nasional, maka semakin murah tarif pajak yang diterimanya.

“Dari fiskalnya, bisa diberikan diskon lagi sesuai lamanya DHE itu terparkir di perbankan nasional. Kalau ditaruh 6 bulan hingga 1 tahun bunganya nihil,” kata David memberikan contoh.

Hal senada juga disampaikan oleh Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dan Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah.

Keduanya sepakat bahwa suku bunga simpanan di dalam negeri harus lebih menarik. Para eksportir juga bukan hanya sekedar memarkirkan DHE-nya di dalam negeri, tapi juga harus mengkonversikan ke dalam rupiah.

Faisal menjelaskan, suku bunga perbankan nasional untuk simpanan valas masih belum bisa menarik para pengusaha untuk memarkirkan dolarnya lebih lama di dalam negeri.

Dari sisi fiskal, Faisal menilai bahwa pemerintah sebenarnya juga bisa memberikan dengan insentif pajak.

“Bisa dengan kebijakan insentif bunga yang lebih besar untuk deposito dalam valas atau juga dengan insentif pajak,” ujar Faisal.

Piter pun memandang, Bank Indonesia (BI) seharusnya bisa menerapkan kebijakan compulsory surrender atau penyerahan wajib DHE kepada eksportir/importir yang bergerak di sektor tertentu.

“Kebijakan ini misalnya dilakukan terbatas untuk sektor tertentu misal sektor pertambangan, bukan manufaktur, dan juga dilakukan temporary,” jelas Piter.

“Menurut saya tidak ada kebijakan lain selain kebijakan yang memaksa,” kata Piter lagi.

Upaya lainnya untuk bisa menahan dolar AS lebih lama di tanah air adalah dengan menjaga volatilitas nilai tukar rupiah.

Salah satu penyebab pengusaha ogah memarkirkan lebih lama, salah satunya juga karena volatilitas rupiah yang terlalu bergerak liar.

“Bank sentral harus lebih attractive, ketika nilai tukar rupiah terlalu volatile. Maka memang harus strategi front loading harus lebih cepat. Sehingga nilai tukar rupiah tidak terlalu terdepresiasi,” jelas Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *