Pansus: TKA di Surabaya dikenakan retribusi berdasarkan jumlah jabatan

Pansus: TKA di Surabaya dikenakan retribusi berdasarkan jumlah jabatan

tribunwarta.com – Panitia Khusus Raperda Retribusi Tenaga Kerja Asing DPRD Kota Surabaya menyebut tenaga kerja asing (TKA) di Kota Pahlawan, Jawa Timur, dikenakan retribusi berdasarkan jumlah jabatan yang diemban.

Sekretaris Pansus Raperda Retribusi Tenaga Kerja Asing DPRD Surabaya Mahfudz di Surabaya, Kamis, mengatakan kebijakan tersebut merupakan hasil evaluasi Gubernur Jawa Timur terhadap Revisi Perda Tenaga Kerja Asing yang dibahas DPRD Surabaya.

“Evaluasi Gubernur Jatim menyebutkan tarif retribusi ditetapkan sebesar 100 dollar AS per jabatan per bulan dan dibayarkan dimuka. Kalau dirupiahkan senilai Rp1,5 juta,” kata Mahfudz.

Mahfudz mengatakan, Raperda Retribusi TKA yang dibahas antara DPRD Surabaya dan Pemkot Surabaya, merupakan revisi dari Perda sebelumnya karena ada perubahan nomenklatur.

“Kenapa segera diperlukan perubahan Perda, karena kalau tidak dilakukan, maka kita tidak bisa menarik retribusi, karena ada perubahan nomenklatur dari pusat,” ujar dia.

Lebih lanjut, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya ini mengatakan, Perda Retribusi TKA ini diperlukan sebagai payung hukum menarik retribusi terhadap TKA di Surabaya.

“Dengan retribusi tersebut tentunya akan menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) Surabaya,” kata dia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Diperinaker) Surabaya Achmad Zaini sebelumnya mengatakan, pembentukan raperda retribusi TKA sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA.

Menurut Zaini, aturan yang mendasari regulasi itu adalah perubahan nomenklatur perda dari sebelumnya berupa izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA) menjadi retribusi penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).

Retribusi yang dipungut adalah TKA yang mengurus izin perpanjangan. Setiap TKA yang melakukan perpanjangan izin kerja wajib membayar retribusi senilai USD 100 per bulan. Dengan demikian, total nilai retribusi mencapai USD 1.200 per tahun setiap orang. Nominalnya berdasar nilai kurs rupiah yang berlaku saat itu.

“Jadi, yang membayar adalah pengguna atau perusahaan, bukan TKA secara personal,” kata Zaini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *