Jaksa Cecar Saksi soal Pembayaran Utang Rp 10 Miliar ke 212 Mart oleh ACT

Jaksa Cecar Saksi soal Pembayaran Utang Rp 10 Miliar ke 212 Mart oleh ACT

tribunwarta.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan mencecar mantan Presiden Direktur PT Hydro Perdana Retailindo, Syahru Aryansyah terkait aliran uang Rp 10 miliar dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) ke Koperasi Syariah 212 .

Syahru dihadirkan jaksa sebagai saksi kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 dengan terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin.

Awalnya, Syahru diminta jaksa menjelaskan perihal ruang lingkup PT Hydro Perdana Retailindo yang berada di bawah struktur PT Global Wakaf Corpora.

Adapun PT Global Wakaf Corpora merupakan perusahaan cangkang dari Yayasan ACT.

“Perusahaan kami didirikan untuk beli barang dari prinsipal atau distributor dan kita suplai ke calon mitra yang ingin membuka toko atau minimarket,” papar Syahru saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (29/11/2022).

“Jadi, intinya (kami) beli barang dari supplier, dijual lagi ke toko-toko atau minimarket,” kata dia.

Syahru mengungkapkan bahwa salah satu mitra PT Hydro Perdana Retailindo adalah Koperasi Syariah 212 atau 212 Mart.

Dengan demikian, barang-barang yang dijual ke oleh Minimarket 212 Mart didapatkan atau disuplai oleh PT Hydro Perdana Retailindo.

Lebih lanjut, Syahru mengatakan, PT Hydro Perdana Retailindo memiliki utang kepada Koperasi Syariah 212 lantaran tutup secara operasional pada 2020.

“Kami punya utang dagang, karena waktu itu kita sama-sama beli barang untuk disuplai ke toko 212 Mart,” kata Syahru.

“Berapa nilai utangnya?” tanya jaksa.

“Rp 10 miliar,” kata Syahru.

Kendati begitu, Syahru mengaku mendapatkan informasi bahwa utang PT Hydro Perdana Retailindo telah dibayarkan oleh Yayasan ACT.

Namun, ia juga mengaku tidak mengetahui dari mana sumber uang untuk melunasi hutang tersebut.

Sebab, eks Presiden Direktur PT Hydro Perdana Retailindo itu tidak pernah mendapat bukti pelunasan utang, baik dari Yaysan ACT maupun dari Koperasi Syariah 212.

“Ada salah satu direktur menyampaikan secara verbal bahwa ada pembayaran, salah satunya ke Koperasi 212, tapi saya belum cek,” ujar Syahru.

“Kenapa belum ngecek?” kata jaksa.

“Belum dikasih,” ucap Syahru.

“Waktu pembayaran oleh ACT kepada Koperasi 212, Hydro minta tolong ke ACT atau bagaimana?” tanya Jaksa lagi.

Lantas Syahru pun menjelaskan bahwa secara struktur PT Hydro Perdana Retailindo berada di bawah Global Wakaf Corporate.

Namun, karena kondisi perusahaan penyuplai barang-barang ke 212 Mart itu mengalami krisis pada tahun 2019, pihaknya kemudian menginformasikan kondisi tersebut ke perusahaan di atasnya.

“Jadi kami harus menyampaikan kondisi perusahaan, termasuk keuangan dan kewajiban. Jadi kami memberikan data-data tersebut ke pemegang saham,” ujar Syahru.

“Kenapa ACT yang melakukan pembayaran?” kata Jaksa.

Syahru mengaku tidak mengetahui mengapa Yayasan ACT yang turun tangan melunasi utang PT Hydro Perdana Retailindo ke 212 Mart. Padahal, Perusahaannya berada di bawah Global Wakaf Corporate.

“Saya cuma update pemegang saham saja,” ucap dia.

“Kapan dilakukan pembayaran kepada 212 Mart?” ucap Jaksa lagi.

“2021,” ujar Syahru.

“Siapa yang jadi presiden ACT?” timpal Jaksa

“Pak Ibnu Khajar,” kata Syahru.

Dalam kasus ini, Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana bantuan dari Boeing untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air bersama Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar dan eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain.

Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *