Pejabat AS, Jepang, dan Korsel akan Bertemu di Tokyo di Tengah Meningkatnya Ancaman Korut

Pejabat AS, Jepang, dan Korsel akan Bertemu di Tokyo di Tengah Meningkatnya Ancaman Korut

Pejabat senior dari AS, Jepang dan Korea Selatan akan bertemu di Tokyo minggu depan di tengah meningkatnya ancaman dari Korea Utara.

Meskipun AS menegaskan kembali komitmen “kuat” untuk para sekutunya, Departemen Luar Negeri AS menolak menjawab apakah Washington akan mempertimbangkan pengerahan kembali senjata nuklir taktis ke Semenanjung Korea dan apakah pemerintah Korea Selatan telah mengajukan permohonan itu.

Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman akan ikut serta dalam “pertemuan trilateral dengan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Mori Takeo dan Wakil Menteri Luar Negeri Pertama Korea Selatan Cho Hyundong” di Tokyo pekan depan, menurut Departemen Luar Negeri AS.

Perundingan itu akan membahas sejumlah masalah keamanan kawasan, termasuk peluncuran rudal Korea Utara dan masalah Taiwan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada hari Senin bahwa Tiongkok bertekad untuk mengambil kendali Taiwan, mungkin secara paksa, “pada waktu yang jauh lebih cepat.”

“Taiwan adalah bagian besar dari” isu keamanan kawasan yang ingin didiskusikan Sherman dengan kedua negara di Tokyo, kata pejabat senior Departemen Luar Negeri AS hari Kamis (20/10). “Kami berharap perselisihan di lintas Selat (Taiwan) dapat diselesaikan secara damai.”

Sementara di tengah percepatan peluncuran rudal Korea Utara, pejabat senior itu mengatakan kepada VOA bahwa “komitmen AS terhadap pertahanan Republik Korea dan Jepang tetap kuat.”

“Kami meminta DPRK untuk menahan diri dari provokasi lebih lanjut dan terlibat dalam dialog yang berkelanjutan dan substantive,” kata sang pejabat senior, merujuk pada Republik Rakyat Demokratik Korea, nama resmi Korea Utara.

Pada hari Selasa (18/10), Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengatakan Korea Utara menembakkan sekitar 100 peluru di lepas pantai baratnya dan 150 peluru di lepas pantai timurnya, sehari setelah Korea Selatan memulai latihan pertahanan tahunan Hoguk pada hari Senin, yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan negara itu menanggapi ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.

Awal bulan ini, Sherman dan mitra-mitranya dari Jepang dan Korea Selatan juga melakukan pembicaraan untuk mengutuk penembakan rudal balistik jarak menengah oleh Korea Utara pada 4 Oktober lalu yang melintasi Jepang dan mendarat di Samudera Pasifik. Peluncuran itu adalah yang pertama kalinya dilakukan Korea Utara setelah lima tahun, mendorong Jepang mengevakuasi sebagian penduduk.

Pejabat senior AS mengatakan bahwa Amerika terus “terbuka untuk melakukan dialog dengan DPRK tanpa prasyarat apa pun,” yang dianggap sebagai kunci untuk mencapai tujuan akhir, yaitu denuklirisasi Semenanjung Korea seutuhnya.

Namun pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah menolak ajakan Washington untuk berdialog, dengan alasan bahwa dirinya tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden juga menghadapi pertanyaan sulit tentang kebuntuan diplomatik dan ketidakmampuannya mencegah provokasi Korea Utara lebih lanjut.

Strategi keamanan nasional Gedung Putih yang baru-baru ini diterbitkan tidak banyak menyinggung ancaman Korea Utara.

“Untuk pertanyaan tentang postur kekuatan tertentu, saya akan merujuk Anda ke Departemen Pertahanan,” kata pejabat senior Departemen Luar Negeri AS ketika dimintai tanggapannya tentang pengerahan kembali senjata nuklir taktiks AS di Semenanjung Korea, seiring terus dilakukannya peluncuran rudal oleh Korea Utara pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pejabat AS itu mengatakan, AS telah menegaskan “komitmennya yang diperluas untuk melakukan tindakan pencegahan” bagi Korea Selatan dengan “menggunakan berbagai kemampuan pertahanan AS, termasuk kemampuan pertahanan nuklir, konvensional dan rudal.”

Jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa warga Korea Selatan mendukung negara mereka untuk memiliki senjata nuklir sendiri, khususnya seiring Korea Utara yang terus mengembangkan persenjataannya.

Ketika masih menjadi capres, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan dirinya akan meminta AS untuk menyepakati persetujuan pembagian senjata nuklir atau mengerahkan kembali senjata nuklir taktis yang ditarik Washington dari Korea Selatan pada awal tahun 1990-an – gagasan yang dengan cepat ditolak Departemen Luar Negeri AS. Yoon kemudian mencabut pernyataan itu.

Beberapa bulan terakhir, Yoon kembali menegaskan komitmen Korea Selatan terhadap Kesepakatan Non-Proliferasi.

Pada September 2021, pejabat senior Departemen Luar Negeri AS Mark Lambert menjelaskan dalam sebuah forum online bahwa kebijakan AS “tidak akan mendukung” pengerahan kembali senjata nuklir taktis ke Korea Selatan maupun perjanjian pembagian senjata nuklir dengan Seoul. [rd/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *