PBB Sangat Prihatin dengan UU Propaganda LGBTQ Rusia

PBB Sangat Prihatin dengan UU Propaganda LGBTQ Rusia

PBB, Jumat (28/10), mengatakan sangat prihatin mengetahui keputusan parlemen Rusia untuk memperkuat undang-undang “propaganda LGBTQ” tahun 2013, dan mendesaknya untuk mencabut undang-undang tersebut.

Duma, majelis rendah parlemen Rusia, pada Kamis (28/10) mengeluarkan keputusan yang memperkuat undang-undang tersebut. Penguatan terhadap undang-undang itu merupakan bagian dari upaya konservatif Moskow di dalam negeri, sementara pasukannya bertempur di Ukraina.

Para pegiat HAM, yang mengecam undang-undang tahun 2013, mengatakan, amendemen baru itu pada dasarnya berarti penyebutan istilah pasangan sesama jenis di depan umum bisa dikriminalisasi.

Ravina Shamdasani.(UN Multimedia)

Ravina Shamdasani.(UN Multimedia)

Perubahan itu “memperluas larangan diskusi dan berbagi informasi tentang lesbian, gay, biseksual dan transgender, dan hak asasi mereka,” kata juru bicara Kantor Urusan HAM PBB Ravina Shamdasani kepada wartawan di Jenewa.

Komisaris Tinggi PBB untuk urusan HAM yang baru, Volker Turk, “sangat prihatin” dengan langkah tersebut. Menurut Turk, itu melanggar norma dan standar HAM internasional.

Shamdasani mengatakan, undang-undang terkait LGBTQ yang berlaku selama ini saja telah dikutuk oleh para ahli HAM PBB sebagai “diskriminatif, melanggar hak dasar kebebasan berekspresi, dan mengarah pada peningkatan ujaran kebencian, kejahatan kebencian dan pelecehan, termasuk terhadap anak-anak.”

“Amendemen terhadap undang-undang ini memperburuk situasi karena memperluas cakupannya. Pemberlakuannya berarti larangan menyeluruh pada semua komunikasi tentang masalah ini,” tambahnya.

Turk meminta para legislator Rusia, yang akan mempertimbangkan proposal tersebut dalam dua pembahasan selanjutnya, untuk menolak amandemen tersebut, kata Shamdasani.

Sebaliknya Turk mendesak mereka untuk mencabut undang-undang yang ada dan mengambil langkah-langkah mendesak untuk melarang dan secara aktif memerangi diskriminasi dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender.

Turk juga menyatakan bahwa pengucilan, stigmatisasi, dan diskriminasi terhadap kelompok mana pun dalam masyarakat “adalah korosif, merupakan akar penyebab kekerasan, dan berdampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan”, tambah Shamdasani.

Dalam peringkat 49 negara Eropa, organisasi Rainbow Europe menempatkan Rusia di urutan keempat dari bawah dalam hal toleransi terhadap orang-orang LGBTQ. [ab/uh]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *