Minimalisir Risiko Penularan, IDI Bentuk Satgas Cacar Monyet

Minimalisir Risiko Penularan, IDI Bentuk Satgas Cacar Monyet

VOA – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) resmi membentuk satgas cacar monyet. Dibentuknya satgas itu sebagai respons terhadap Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan cacar monyet menjadi perhatian seluruh dunia. Hal itu dikatakan Kabid Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Agus Dwi Susanto, dalam konferensi pers secara daring, Selasa (2/8).

“PB IDI pada hari ini telah menetapkan dibentuknya satgas cacar monyet,” katanya.

Agus mengatakan, meskipun kasus penyakit cacar monyet di berbagai negara meningkat, Indonesia belum menemukan kasus cacar monyet di tanah air. Oleh karena itu, katanya, pembentukan satgas cacar monyet menjadi penting untuk memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat tentang penanganannya apabila kasus tersebut ditemukan. “Dengan memahami pencegahan ini maka kita bisa meminimalisir terjadinya risiko penularan,” ujarnya.

Ketua satgas cacar monyet PB IDI, Hanny Nilasari, menjelaskan pada akhir Juli 2022 penyakit cacar monyet telah masuk di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Singapura, Thailand, dan Filipina. “Pada saat ini di Indonesia belum terdapat konfirmasi infeksi cacar monyet. Namun pemerintah, tenaga kesehatan (nakes), dan masyarakat harus tetap waspada,” ujarnya.

Selanjutnya, PB IDI pun memberikan rekomendasi terhadap pemerintah terkait pencegahan dan penanganan cacar monyet. Pertama, pemerintah diminta untuk memperluas dan memperketat skrining pada pintu masuk pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas darat negara dengan melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan melalui pengamatan suhu, tanda, dan gejala.

“Pada pelaku perjalanan dengan kondisi yang demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan langsung oleh dokter yang bertugas di pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas darat negara,” ucap Hanny.

Minimalisir Risiko Penularan, IDI Bentuk Satgas Cacar Monyet

Cacar monyet merebak di Bakouma di bagian timur Afrika Tengah (courtesy: FB/Dieudonne Assanah)

Kedua, pemerintah diminta untuk meningkatkan kemampuan laboratorium jejaring dalam diagnostik molekuler spesimen pasien yang dicurigai menderita cacar monyet sesuai rekomendasi WHO. Ketiga, pemerintah harus meningkatkan edukasi kepada masyarakat terkait epidemi gelaja, cara penularan, dan langkah-langkah pencegahan pribadi di masyarakat. Keempat, pemerintah perlu meningkatkan kemampuan indentifikasi kontak erat pada pasien suspek dan probable cacar monyet.

“Kelima adalah memberikan informasi terkini kepada masyarakat mengenai situasi cacar monyet secara berkala dan transparan untuk mencegah terjadinya kepanikan akibat simpang siur berita,” ujar Hanny.

PB IDI juga memberikan rekomendasi kepada para nakes di Indonesia terkait penyakit cacar monyet. Pertama, IDI merekomendasikan nakes untuk segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat apabila terdapat kasus sesuai dengan kriteria suspek dan probable cacar monyet. Kedua, IDI akan meningkatkan pengetahuan serta kemampuan klinis dalam pendekatan diagnosis dan tata laksana cacar monyet. Hal itu untuk meningkatkan kewaspadaan pada pasien gejala klinis sesuai dengan cacar monyet dan mencegah komplikasinya.

“Ketiga, melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai tanda gejala penularan dan pencegahan infeksi cacar monyet. Keempat, mendukung dilakukannya kontak tracing apabila ada kasus dengan konfirmasi cacar monyet untuk menurunkan risiko penyebaran infeksi,” ucap Hanny.

IDI menyarankan nakes untuk selalu menggunakan alat pelindung diri yang lengkap ketika menangani orang dengan kecurigaan cacar monyet seperti memakai masker serta membersihkan benda dan permukaan yang telah disentuh oleh pasien.

Bukan hanya itu, PB IDI juga mengeluarkan rekomendasi untuk masyarakat terkait penyakit cacar monyet. Pertama, untuk mengurangi risiko penularan , masyarakat dianjurkan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat serta menjalankan protokol kesehatan seperti memakai masker dan menjaga kebersihan tangan.

Kedua, masyarakat diminta untuk menghindari kontak langsung dengan hewan penular yang diduga terinfeksi cacar monyet seperti hewan pengerat, marsupial, dan primata.

“Biasakan mengonsumsi daging sudah dimasak dengan benar. Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit segera memeriksakan diri jika mengalami gejala dan menginformasikan riwayat perjalanannya kepada nakes,” ucap Hanny.

Cacar monyet yang menyerang seorang jari anak kecil. (Foto: AP)

Cacar monyet yang menyerang seorang jari anak kecil. (Foto: AP)

Masih kata Hanny, apabila seseorang mengalami ruam disertai demam atau gejala klinis yang dicurigai sebagai gejala cacar monyet, individu bersangkutan segera menghubungi fasilitas kesehatan setempat.

Sementara itu, jika seseorang mengalami gejala dan memenuhi kriteria suspek, probable, dan terkonfirmasi cacar monyet segera meng isolasi diri hingga gejala menghilang dan tidak melakukan kontak erat dengan orang lain selama periode infeksi. “Selama periode ini pasien bisa mendapatkan perawatan untuk meringankan gejala cacar monyet,” ujarnya.

Sementara untuk ibu hamil yang mengalami kontak dengan pasien cacar monyet , IDI menyarankan ibu tersebut untuk segera melakukan pemeriksaan di rumah sakit untuk mencegah penularan kepada janin. “Masyarakat diimbau secara sukarela memberikan informasi yang jujur apabila mengalami gejala atau memiliki kontak dengan pasien cacar monyet,” pungkas Hanny.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia, Prasetyadi Mawardi, menyarankan agar masyarakat tidak panik dengan penyakit cacar monyet. Menurutnya, penyakit cacar monyet berbeda dengan COVID-19 meskipun tetap harus meningkatkan kewaspadaan. Sebagian penderita penyakit cacar monyet dinilai bisa sembuh dengan sendirinya.

“Karena infeksinya kontak erat yang paling penting adalah kita menjaga kulit. Perawatan kulit harus dijaga selama merawat kulit dengan baik dan tidak ada luka termasuk di selaput lendir kemungkinan kontak erat sehingga menimbulkan infeksi relatif jarang terjadi. Kontak erat yang terjadi dapat menyebabkan infeksi adanya mikrolesi yang muncul di kulit atau selaput lendir sehingga masyarakat tidak perlu panik,” tandasnya. [aa/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *