Menlu Jerman Serukan Sanksi Uni Eropa terhadap Iran

Menlu Jerman Serukan Sanksi Uni Eropa terhadap Iran

Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menyerukan larangan masuk Uni Eropa dan pembekuan asset terhadap mereka yang dinilai bertanggung jawab atas apa yang disebutnya sebagai represi brutal terhadap demonstran anti-pemerintah di Iran.

Demonstrasi yang paling berkelanjutan terhadap teokrasi Iran sudah memasuki minggu keempat.

Demontrasi meletus pada 17 September lalu setelah pemakaman Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar.

Sejak itu demonstrasi meluas ke seluruh Iran dan ditanggapi dengan tindakan keras aparat. Puluhan orang diperkirakan telah tewas dan ratusan lainnya ditangkap.

Baerbock, sebagaimana dikutip surat kabar Bild am Sonntag hari Minggu (9/10), mengatakan, “Mereka yang memukuli perempuan dan anak perempuan di jalan-jalan, membawa pergi orang-orang yang tidak menghendaki apapun selain hidup bebas, menangkap mereka secara sewenang-wenang dan menjatuhkan hukum mati; berdiri di sisi sejarah yang salah.”

Ditambahkannya, “Kami akan memastikan agar Uni Eropa memberlakukan larangan masuk terhadap mereka yang bertanggungjawab atas penindasan brutal ini, dan membekukan aset-aset mereka di Uni Eropa…. Kami mengatakan kepada orang-orang di Iran, bahwa kami berdiri bersama Anda dan tetap bersama Anda.”

Baerbock tidak menyebut nama individu atau organisasi yang dimaksudnya.

Parlemen Eropa Setujui Resolusi

Anggota-anggota parlemen Eropa Kamis lalu (6/10) menyetujui resolusi yang menyerukan sanksi terhadap mereka-mereka yang bertanggung jawab terhadap kematian Mahsa Amini dan tindakan keras lain yang diambil terhadap para pengunjukrasa.

Jerman, bersama dengan Prancis, adalah salah satu negara di Uni Eropa yang merupakan bagian dari perjanjian nuklir tahun 2015 dengan Iran. Kedua pihak, yaitu Iran dan enam negara penandatangan perjanjian itu, sedang berupaya menghidupkan kembali perjanjian itu, setelah Amerika secara sepihak keluar dari perjanjian itu tahun 2018 lalu. Pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian itu berlangsung rumit, tetapi jika perjanjian ini dipulihkan maka akan memberi keringanan sanksi ekonomi yang akan memperkuat pemerintah Iran.

Video-video di media sosial Iran hari Minggu menunjukkan mahasiswa melakukan demonstrasi di kampus Universitas Al Zahra di Teheran, sehari setelah mahasiswa meneriakkan kecaman terhadap Presiden Iran ketika berkunjung ke kampus itu.

Demonstrasi juga meletus di kota-kota seluruh Iran Sabtu lalu (8/10). Di sebuah acara bazar di Teheran, yang merupakan kubu para penguasa negara itu, kerumunan massa membakar sebuah pos polisi. Demonstrasi anti-pemerintah di Naziabad, di jantung ibu kota, pada Sabtu malam juga menarik kerumunan besar massa.

Aparat Tangkap Tokoh & Selebriti yang Dukung Demonstrasi

Dalam upaya mengatasi meluasnya aksi demonstrasi, pihak berwenang Iran mengubah strategi dengan menarget orang-orang terkemuka Iran yang menyatakan dukungan pada demonstrasi itu.

Kantor berita semi resmi Iran, ILNA, melaporkan penyitaan paspor seorang penyanyi terkemuka, Homayoun Shajarian, dan aktris Sahar Dolatshahi, setelah pasangan itu kembali dari tur konser mereka di Australia Sabtu lalu. Paspor mereka ditahan di bandara internasional Teheran.

Shajarian telah menyatakan dukungan bagi para demonstran selama tur-nya di luar negeri. Dalam konser 13 September lalu, ia memasang foto besar Mahsa Amini sebagai latar panggung, dan menyanyikan lagu lama tentang kekejaman dan penindasan. Latar panggungnya juga dipenuhi tulisan “jangan bunuh orang-orang ini, mereka layak hidup bukan mati.” Juga “orang-orang pantas mendapat kebahagiaan dan kebebasan.” Ia juga menegaskan bahwa posisinya jelas, “saya akan selalu mendukung orang-orang di tanah air saya.”

Sejak awal demonstrasi itu pihak berwenang telah menahan sejumlah artis terkemuka, termasuk penyanyi Shervin Hajipour, yang lagunya “For” menjadi lagu kebangsaan gerakan demonstrasi ini. Hajipour dibebaskan dengan jaminan pada 4 Oktober lalu. [em/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *