Media Rintisan Yang Dikelola Perempuan Ingin Perangi Stigma di Somalia

Media Rintisan Yang Dikelola Perempuan Ingin Perangi Stigma di Somalia

Dengan berbekal ponsel, tripod dan laptop, awak Bilan Media menjalankan misi untuk mengakhiri kebungkaman mengenai kekerasan gender di Somalia.

Bilan, dalam bahasa Somalia artinya cantik, didanai oleh Program Pembangunan PBB dan beroperasi di luar kantor-kantor di Dalsan, stasiun radio dan TV populer yang bermarkas di ibu kota, Mogadishu. Keberadaan media seperti Bilan sangat jarang ditemukan di negara konservatif berpenduduk mayoritas Muslim itu.

Media Rintisan Yang Dikelola Perempuan Ingin Perangi Stigma di Somalia

Fathi Mohamed Ahmed, wakil kepala di Bilan Media, perusahaan rintisan Somalia yang seluruhnya dikelola oleh perempuan, difoto di kantor pusat mereka di Mogadishu, 22 Mei 2022. (Hasan Ali Elmi / AFP)

Bilan diawaki oleh enam jurnalis yang ingin menantang norma-norma patriark dengan memproduksi acara yang berfokus pada perempuan.
Ini termasuk mengangkat tokoh-tokoh perempuan Somalia dan liputan isu-isu yang dianggap terlalu sensitif untuk disiarkan di Somalia, di antaranya mengenai KDRT dan pemerkosaan.

Pemimpin redaksi Bilan Nasrin Mohamed Ibrahim mengatakan, “Ini berbeda dari stasiun radio dan televisi lokal. Bilan meliput kisah-kisah yang kurang banyak disiarkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat kita, dan juga, karena kami berfokus pada kisah-kisah terkait perempuan, yang tidak dilaporkan secara layak.”

Ia menambahkan, “Sekitar 80 persen siaran berfokus pada kisah-kisah yang menurut orang memalukan. Masyarakat harus diberitahu mengenai kisah-kisah ini.”

Dua jurnalis perempuan Bilan Media, melaporkan berita dari sebuah pasar di Mogadishu, 22 Mei 2022. (Hasan Ali Elmi / AFP)

Dua jurnalis perempuan Bilan Media, melaporkan berita dari sebuah pasar di Mogadishu, 22 Mei 2022. (Hasan Ali Elmi / AFP)

Para jurnalis muda, semua berusia di bawah 28, bekerja di media lokal sebelum bergabung dengan tim Ibrahim. “Biasanya ada lelaki terlibat dalam produksi acara di media konvensional tetapi bagi kami, kami menulis naskah, melakukan wawancara, menyunting video, dan menyajikan acara,” kata Ibrahim yang berusia 21 tahun dalam wawancara dengan AFP.

Acara mereka ditayangkan di Dalsan dan di jejaring sosial Bilan Media, di mana Ibrahim berharap dapat meluaskan audiens secara bertahap.
Tantangan terbesar adalah membujuk warga Somalia untuk berbagi kisah mereka, kata Ibrahim. Ia menunjukkan bahwa memiliki tim yang seluruhnya perempuan terbukti menjadi keuntungan yang tak terduga.

“Informasi yang saya dapat dari seorang ibu yang anak perempuannya diperkosa mungkin tidak tersedia bagi jurnalis lelaki karena sang ibu akan lebih percaya pada jurnalis perempuan,” ujarnya. “Sebagai perempuan, kita sama dan merasakan kepedihan yang sama.”
Berbicara mengenai kekerasan gender berisiko besar di Somalia, di mana pemerkosaan masih merajalela. Negara ini belum meloloskan RUU pertama mengenai pelanggaran seksual, yang sudah diupayakan sejak 2014.

Para pelaku jarang sekali diadili atau dihukum, sementara para korban kerap menghadapi serangan balasan kalau mereka membuka diri.
Tetapi perubahan mulai datang bagi masyarakat tradisional ini, kata Ibrahim. “Banyak perempuan ingin menyampaikan kisah mereka untuk mendapatkan keadilan,” ujarnya seraya mengenang kasus yang ia liput pada tahun 2020. Kasus itu berupa dugaan pemerkosaan beramai-ramai dan pembunuhan seorang perempuan muda di Mogadishu.

Orang tua korban memutuskan untuk berbicara dan Ibrahim mewawancarai ayah korban. Kasus ini masih bergulir di pengadilan. Ia juga menyebut contoh-contoh lain di mana keluarga menolak membiarkan stigma mengenai kekerasan seksual membungkam suara mereka.

“Kalau orang tua ini tidak memutuskan untuk berbicara secara terbuka, para korban akan dikubur tanpa mendapatkan keadilan,” lanjutnya.

Dua jurnalis perempuan Bilan Media, tengah mewawancarai perempuan pengelola restoran di sebuah pasar di Mogadishu, 22 Mei 2022.(Hasan Ali Elmi / AFP)

Dua jurnalis perempuan Bilan Media, tengah mewawancarai perempuan pengelola restoran di sebuah pasar di Mogadishu, 22 Mei 2022.(Hasan Ali Elmi / AFP)

Anggota termuda tim Bilan, Shukri Mohamed Abdi, 19, mengatakan kepada AFP bahwa tanggapan audiens membesarkan hatinya. “Sebagai jurnalis perempuan Somalia, kami mendorong dan mengadvokasi hak-hak perempuan yang tak bisa bersuara,” jelasnya.

Sementara itu Faduma Abdulkadir Hassan, seorang pemirsa Bilan Media berkomentar,”Ini awal yang luar biasa bagi masyarakat, khususnya perempuan. Media ini berusaha meliput kebutuhan perempuan, karena ini memberi suara bagi mereka yang tak bersuara dan berfokus pada kisah-kisah perempuan yang rentan. Menurut saya ini benar-benar penting sekarang ini.” [uh/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *