Latihan Militer Merupakan Hal Lazim

Latihan Militer Merupakan Hal Lazim

Sejumlah latihan militer marak dilakukan di kawasan. Latihan militer “Garuda Super Shield 2022” antara Indonesia dan Amerika di Sumtera dan Kalimantan, latihan militer Indonesia-Vietnam di sekitar Batam, dan yang paling besar adalah latihan militer Rusia, China, India dan Laos, Mongolia , Nikaragua dan Suriah yang dikenal dengan “Vostok 2022” di Rusia Timur Jauh dan sekitar Laut Jepang.

Menjawab pertanyaan VOA tentang maraknya latihan militer itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menilai latihan militer bersama merupakan hal yang lazim dan bukan merupakan sebuah gangguan.

Latihan Militer Merupakan Hal Lazim

Juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah (foto: VOA/Fathiyah)

Menurut Faizasyah, latihan militer bersama biasanya dilaksanakan untuk membangun saling percaya dan meningkatkan kerjasama antar militer kedua negara atau antar negara-negara yang terlibat dalam latihan perang gabungan. Dalam konteks yang lebih luas, latihan militer bersama itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan kemanusiaan, seperti penanganan bencana alam dalam skala besar. Ia mencontohkan latihan militer Indonesia dengan beberapa negara ASEAN.

“Latihan militer merupakan kegiatan biasa dilakukan dan lazimnya dikomunikasikan ke publik sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi pihak lain, misalnya mengganggu perlintasan moda transportasi (kapal laut atau pesawat) di dekat wilayah latihan militer tersebut,” kata Faizasyah.

Panglima TNI Andika Perkasa dan Komandan Pasifik Angkatan Darat AS Jenderal Charles Flynn berjalan saat memeriksa pasukan saat pembukaan latihan militer gabungan "Perisai Super Garuda" di Baturaja, Sumatera Selatan, 3 Agustus 2022. (Foto: melalui Reuters)

Panglima TNI Andika Perkasa dan Komandan Pasifik Angkatan Darat AS Jenderal Charles Flynn berjalan saat memeriksa pasukan saat pembukaan latihan militer gabungan “Perisai Super Garuda” di Baturaja, Sumatera Selatan, 3 Agustus 2022. (Foto: melalui Reuters)

Perang Rusia di Ukraina, Ubah Geopolitik, Dorong Peningkatan Stabilitas

Pengamat militer dari Universitas Paramadina, Dr. Phil Shiska Prabawaningtyas, mengatakan latihan militer merupakan hal lazim untuk menjaga stabilitas regional. Dalam konteks peningkatan eskalasi setelah pecah Perang Rusia-Ukraina sejak Februari lalu, memang terjadi perubahan geopolitik.

Dia menduga latihan militer yang marak tersebut merupakan kewaspadaan dari masing-masing negara yang terlibat bahwa ada eksalasi dalam konteks keamanan dunia dan perlu saling percaya diri, yakni saling berbagai komitmen bersama untuk menjaga stabilitas kawasan.

Shiska menambahkan Perang Rusia-Ukraina juga telah menciptakan dua kutub, yakni Amerika Serikat dan Eropa versus Rusia dan China.

“Kalau kita bicara tentang ketegangan, saya kira ada kekhawatiran dalam konteks bagaimana penggunaan kekuatan (militer) sebagai alternatif penyelesaian masalah ketika ada kebuntuan seperti yang terjadi di Rusia dan Ukraina. Itu mungkin buat tatanan rezim internasional agak mengkhawatirkan, ketika sebuah negara kok kembali ke cara-cara lama untuk menyelesaikan masalah,” ujar Shiska.

Latihan perang gabungan tersebut, tambahnya, juga bisa dilihat sebagai upaya agar pasukan dari sejumlah negara yang terlibat latihan saling mengenal sehingga tercipta saling percaya dan memahami.

Latihan Militer Bukan Berarti Peningkatan Konflik

Prajurit TNI dan US Army berbaris bersama dalam upacara pembukaan Super Garuda Shield 2022 di Baturaja, Sumatera Selatan pada 3 Agustus 2022. (VOA/Indra Yoga)

Prajurit TNI dan US Army berbaris bersama dalam upacara pembukaan Super Garuda Shield 2022 di Baturaja, Sumatera Selatan pada 3 Agustus 2022. (VOA/Indra Yoga)

Dihubungi secara terpisah pengamat hubungan internasional di Universitas Padjadjaran, Rizki Ananda Ramadhan, menilai Latihan militer bersama tidak bisa langsung diartikan sebagai peningkatan konflik. Latihan militer bersama, tambanya, dapat juga digunakan sebagai isyarat kepada negara lain. Dia mencontohkan latihan gabungan antara Indonesia dan Amerika Serikat di Laut Natuna Utara sebagai isyarat kepada China bahwa Indonesia tidak sendirian dalam isu terkait.

Dia menambahkan dalam konteks tersebut bisa saja China langsung memahami bahwa Indonesia siap bila ada manifestasi ancaman yang lebih nyata terhadap integrasi wilayah Indonesia. Namun, di satu sisi latihan perang bersama ini merupakan bentuk peningkatan kapasitas dari negara-negara yang terlibat dalam latihan militer gabungan itu.

Panglima TNI Jenderal Andhika (kiri) dan US Army Pacific Command General Flynn berharap Super Garuda Shield 2022 jadi ajang memperkuat kerjasama antar negara peserta. (VOA/Indra Yoga)

Panglima TNI Jenderal Andhika (kiri) dan US Army Pacific Command General Flynn berharap Super Garuda Shield 2022 jadi ajang memperkuat kerjasama antar negara peserta. (VOA/Indra Yoga)

“Dalam hal ini ada hirauan bersama antara negara-negara yang melakukan (latihan perang bareng), wah ini sudah ada ancaman yang semakin jelas. Komunikasi yang lebih aman, yah latihan perang,” tutur Rizki.

Rizki mengharapkan pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan pernyataan terlalu keras terkait makin maraknya latihan militer bersama di kawasan karena bisa disalahtafsirkan oleh negara lain. Indonesia sedianya juga melaksanakan latihan militer bersama dengan negara-negara mitra, apalagi yang sifatnya sudah rutin. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *