Kolaborasi Dua Generasi Menata Kampung Batik

Kolaborasi Dua Generasi Menata Kampung Batik

Pemandangan berbeda tampak di kamping batik Kauman Solo, Sabtu (1/10). Deretan rumah memajang ribuan lembar kain batik lengkap dengan harga dan jenis motif. Pengunjung atau wisatawan kini tak hanya dimanjakan dengan melihat langsung koleksi lembaran batik jadul atau kuno berusia puluhan tahun tetapi juga motif baru kekinian.

Di bagian lain ruangan deretan rumah itu tersedia cafe mini, menjajakan kuliner tradisional dengan sajian minuman kopi, teh, hingga jamu. Puluhan remaja tampak bergerombol melihat dan praktik langsung proses produksi batik. Mereka bergantian di spot foto bernuansa konsep kuno maupun dalam cafe itu berswa foto mengup date media sosial masing-masing.

Aqila Khairunisa, remaja asal Makassar senang bisa berkunjung ke kampung batik di Solo ini. Aqila tak lupa berfoto sambil mengupdate kegaitannya di produksi batik sambil menikmati sajian menu cafe.

“Saya lihat dan rasakan membatik itu susah ya. Kalau ahli baru bisa bagus membatik. Saya belum pernah membatik, ini baru pertama pengalaman saya membatik langsung. Saya dari Makassar, saya tidak tahu model batik tapi saya suka semua model batik. Ini saya mau up date di medsos saya dan teman-teman,” ungkap Aqila kepada VOA, Jumat (30/9).

Sudut kampung batik Kauman muncul inovasi usaha cafe & angkringan untuk menarik generasi muda berkunjung ke destinasi wisata ini, Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Sudut kampung batik Kauman muncul inovasi usaha cafe & angkringan untuk menarik generasi muda berkunjung ke destinasi wisata ini, Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Pengelola kampung batik di Solo terus berbenah. Kampung wisata itu ditambah deretan cafe atau warung angkringan. Promosi dan pemasaran mulai merambah ke media sosial. Juru bicara Komunitas Pengusaha Kampung Batik Kauman Solo, Gunawan Setiawan, mencetitakan kepada VOA bahwa pengelolaan yang selama ini dilakukan pengusaha batik senior kini melibatkan anak mereka atau komunitas remaja kampung wisata itu yang lebih melek teknologi maupun kebutuhan generasi muda masa kini.

“Kami mengelola kampung batik ini bersama para generasi muda, anak-anak kami atau karang taruna. Inovasi hasil kolaborasi kami di pemasaran maupun produksi. Pemasaran kami merambah ke hybrid, bisa online atau offline. Mereka sudah terlatih fotografi dengan smartphone yang ada, laptop atau kamera dan model terbaik mereka untuk diunggah di media sosial. Mereka tertarik, bergaya berjualan batik dengan lebih modern. Selain itu, secara rutin kita ajak adik-adik, anak-anak, dari usia TK, SD, SMP, SMA hingga mahasiswa untuk mengenal batik di kampung ini mulai dari batik motif tradisional hingga batik motif kekinian,” jelas Gunawan.

Mengenalkan batik di usia anak sekolah juga dilakukan di kampung wisata ini. Salah seorang guru pendamping, Eko saat ditemui di kampung batik bersama 25 siswa siswi SMP-nya, Kamis ( 29/9), mengatakan outing class atau belajar di luar kelas menjadi sumber pengetahuan anak didiknya. Kampung batik, imbuh Eko, menjadi inspirasi para siswa belajar budaya tradisional yang diakui dunia ini.

Outing class kami di kampung batik Kauman Solo ini jelas bermanfaat bagi anak didik kami di sekolah. Mereka bisa belajar batik budaya tradisional, wirausaha bidang pariwisata, hingga praktik bahasa asing bagi wisatawan mancanegara. Batik kan sudah diakui UNESCO sebagai warisan dunia asli Indonesia, dan kampung batik ini menjadi salah satu barometernya,” ungkap Eko.

Kampung Batik: Kolaborasi Dua Generasi

Muncul hingga merebaknya motif batik kekinian, cafe bernuansa batik tradisional hingga inovasi baru membuat kampung wisata ini semakin dikenal generasi milenial.

Juru bicara Komunitas Pengusaha Kampung Batik Kauman Solo, Gunawan Setiawan mengatakan kolaborasi dua generasi ini perlu adanya komitmen kuat mengembangkan batik dari segala aspek, termasuk tradisi dan ekonomi.

“Pandemi memang ada hikmahnya, kta sekarang menggunakan sistem hybrid, off line dan online. Kalau dulu kan pengusaha di sini PD hanya mengenal offline. Wisatawan atau konsumen datang langsung ke kampung kita. Kolaborasi dua generasi di lampunf batik itu boleh saja, asal tidak meninggalkan yang lama, masih bersinergi dengan core bussines di batik. Contoh di cafe ini tersedia kopi, teh, dan sajian kuliner namun nuansanya batik. Ada deretan stempel batik cap di dinding, lembaran batik lama atau luno masih dipajang, alat-alat membatik juga ikut menghiasi cafe ini, ruangan cafe bersebelahan dengan showroom atau ruang pajang produk batik. Unik kan. Cafe tapi bernuansa batik”, ungkap Gunawan.

Walikota Solo Gibran (kiri) bersama putra putri Solo membatik di kampung Batik Laweyan, Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Walikota Solo Gibran (kiri) bersama putra putri Solo membatik di kampung Batik Laweyan, Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Bahkan, lanjut Gunawan, Hari Batik Nasional 2 Oktober ini, menggelar event 1000 motif batik kuno dan kekinian. Ribuaan lembaran kain batik dipajang dk kampung wisata ini untuk menarik wisatawan. Masyarakat di kampung ini juga menyajikan roti lapis bermotif batik.

Jawa Tengah memiliki daerah yang menjadi sentra batik antara lain batik Sogan Solo, batik Pesisir, dan batik Lasem Pekalongan.

Gubermur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendatangi kampung batik Kauman Solo ini. Ganjar mengapresiasi langkah pengelola mengembangkan batik sebagai aset utama. Inovasi tiada henti, tegas Ganjar, menjadi kunci menjaga tradisi agar selalu dikenal dan disukai generasi X, Y, Z, hingga milenial.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ( kiri- batik biru)memakai baju batik motif Harley Davidson saat mengunjungi kampung batik Kauman , Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo ( kiri- batik biru)memakai baju batik motif Harley Davidson saat mengunjungi kampung batik Kauman , Sabtu (1/10). (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

“Di kampung batik ini kan ada 1.000-an motif batik dari yang kuno maupun yang modern. Ditampilkan semua. Kita mengingat kejayaan batik di masa silam, hari ini masih kita lihat. Ini menarik juga, depan saya ada adik-adik mahasiswa, bahkan asal luar Jawa ikut membatik. Ini pengalaman berharga bagi mereka. Ini bagian tempat wisata yang sangat bagus. Tidak hanya sekedar beli batik, tapi juga belajar membatik. Ada banyak pilihan, semua desain batik memiliki filosofi sangat dalam. Semoga muncul motif batik kekinian karya generasi masa kini”, jelas Ganjar.

Lebih lanjut Ganjar mengungkapkan perlunya penataan kampung batik yang melibatkan dua generasi berbeda itu. Ganjar mengaku suka batik. Dari pengamatan VOA, baju yang dipakai Ganjar mengunjungi kampung batik di Solo ini bermotif batik dengan logo Harley Davidson.

“Kampung batik masih perku ditata, dicat dengan ornamen motif batik. Ini akan menjadi destinasi wisata yang wow. Generasi muda pun semakin tahu tentang batik karena bisa diterapkan di berbagai media,” katanya.

“Tadi ada UMKM roti bermotif batik, perlu inovasi baru. Anak milenial betah di kampung wisata ini karena ada cafe atau tempat nongkrong, spot foto unik, instagrramable, berkunjung lihat produksi batik, ke cafe rumah batik, aksss internet cepat, jadi tempat rendesvouz lah. Itu menarik sekali loh. Tinggal ditata,” pungkas politisi PDIP tersebut kepada VOA, Sabtu (1/10). [ys/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *