Ketua DPR AS Siap Kunjungi Taiwan, Menentang China

Ketua DPR AS Siap Kunjungi Taiwan, Menentang China

Satu delegasi Kongres AS yang dipimpin Ketua DPR Nancy Pelosi diperkirakan tiba Selasa malam (2/8) di Taiwan, menentang peringatan China yang mengancam tanggapan militer terhadap kunjungan itu.

Pelosi dijadwalkan tiba sekitar pukul 22.30 waktu setempat, menurut media Taiwan. Ia diperkirakan bertemu dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan sejumlah anggota legislatif senior lainnya pada hari Rabu.

Selama berpekan-pekan, media telah berspekulasi mengenai apakah Pelosi, yang dikenal sebagai seorang pengkritik China, akan melanjutkan rencana untuk singgah di Taiwan.

China telah memperingatkan bahwa kunjungan itu merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima sama sekali terhadap apa yang dianggapnya sebagai kedaulatannya atas pulau berpemerintahan sendiri itu.

Zhao Lijian, juru bicara kementerian luar negeri China, Senin (1/8) memperingatkan bahwa militer negara itu tidak akan “tinggal diam” tetapi akan mengambil “langkah balasan yang kuat untuk menegakkan kedaulatan dan integritas territorial China.”

Selasa pagi (2/8), beberapa pesawat tempur dan kapal perang China mendekati garis median di Selat Taiwan, menurut seorang sumber yang tidak disebutkan namanya yang dikutip kantor berita Reuters.

Sumber itu mengatakan pesawat China melakukan gerakan taktis yang “sangat provokatif” dengan “menyentuh” sebentar garis pemisah tidak resmi dan berputar kembali ke sisi lain selat itu. Taiwan mengirimkan pesawat untuk memantau situasi, tambah Reuters.

Para pejabat Gedung Putih, Senin (1/8) menolak mengukuhkan kunjungan Pelosi tetapi mendesak China agar menahan diri dari provokasi militer apa pun.
“Tidak ada alasan bagi Beijing untuk mengubah kunjungan potensial yang konsisten dengan kebijakan lama AS ini menjadi semacam konflik krisis atau menggunakannya sebagai dalih untuk meningkatkan aktivitas militer yang agresif di Selat Taiwan dan sekitarnya,” kata John Kirby, pejabat di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.

Kirby mengemukakan kekhawatiran bahwa China dapat menanggapi dengan menembakkan rudal di sekitar Taiwan, melancarkan latihan militer skala besar, atau mengirim sejumlah besar pesawat melintasi garis median. China juga dapat mengupayakan “klaim hukum palsu,” seperti menegaskan bahwa Selat Taiwan bukan jalur perairan internasional, lanjutnya.

Taiwan dan China berpisah pada tahun 1949 setelah perang saudara. Pasukan nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan pemerintahan yang kemudian tumbuh menjadi demokrasi yang dinamis.

Sejak itu, Partai Komunis China telah bertekad akan merebut Taiwan, dengan kekuatan jika perlu, meskipun pulau itu tidak pernah diperintah oleh Partai Komunis.

AS resmi memutuskan hubungan resmi dengan Taiwan pada 1979 sewaktu mengalihkan pengakuan diplomatiknya untuk China. Namun, AS tetap mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan dan memasoknya dengan senjata defensif sebagaimana yang dimandatkan oleh Kongres AS. [uh/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *