Skema Pembatasan BBM Bersubsidi Dinilai Lebih Rasional Jaga Daya Beli Rakyat

Skema Pembatasan BBM Bersubsidi Dinilai Lebih Rasional Jaga Daya Beli Rakyat

Jakarta: Pemerintah seharusnya memilih opsi pembatasan ketimbang penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Penaikan harga BBM bersubsidi diyakini berdampak pada inflasi.
 
“Kalau saya, pilihan pemerintah pada pembatasan saja, tidak menaikkan. Karena kalau menaikkan dampaknya ke inflasi. Inflasi kita sudah 4,9 persen sekarang. Ini 4,9 persen karena pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan ojol berpengaruh (inflasi) naik jadi 4,9 persen. Kalau BBM itu naik bisa jadi 8 persen nanti,” kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2022.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan segera melaporkan skema alternatif harga BBM ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertama, pemerintah menaikkan subsidi sampai mendekati Rp700 triliun dengan risiko semakin membebani fiskal.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Kedua, pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dengan menentukan kategori yang berhak mengonsumsi BBM bersubsidi. Ketiga, menaikkan harga BBM bersubsidi. Hal itu didasari atas sejumlah pertimbangan, terutama soal inflasi.
 
Menurut Trubus, kebijakan pemerintah dalam penaikan tarif ojek daring atau ojol hingga 30 persen pada akhir bulan ini turut menyebabkan kenaikan inflasi. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor.
 
Alokasi volume subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar diperkirakan habis pada Oktober 2022, sehingga akan membengkak sampai 29 juta kiloliter hingga akhir tahun. Harga BBM bersubsidi berpeluang naik untuk mengantisipasi naiknya anggaran subsidi energi hingga Rp700 triliun dari Rp502 triliun.
 

Trubus mengungkapkan pemerintah patut menghindari memilih opsi penaikan BBM subsidi. Trubus mengungkapkan kekhawatiran jika pemerintah memilih opsi penaikan BBM subsidi. Ini dinilai bisa memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.
 
“Saya khawatir dampak lanjutannya terjadi public distrust. Situasi sosial politik jadi kacau. Karena ini ekonomi nanti jadi politik, itu repotnya. Karena ini menjelang 2024, partai-partai akan berlomba untuk mencari massa dengan memanfaatkan kenaikan BBM. Jadi pemerintah harus prudent,” ujarnya.
 
Trubus berpandangan pemerintah perlu membuat kebijakan bersifat khusus dengan memberikan langsung pada masyarakat yang terdampak. “Jadi maksud saya masyarakat kategori miskin yang ada di DTKS. Itu saja dulu,” kata dia.
 

 

Halaman Selanjutnya

Selain itu, pembatasan konsumsi BBM…

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *