Sekuritisasi KPR di Indonesia Masih Minim

Sekuritisasi KPR di Indonesia Masih Minim

Jakarta: Transaksi sekuritisasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Indonesia masih minim hingga saat ini karena belum banyak pemangku kepentingan di industri perumahan yang menggunakan instrumen tersebut. Padahal, sekuritisasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban dalam kegiatan Securitization Summit 2022, Unlocking Secutization Role in Developing Sustainable Finance yang digelar Kementerian Keuangan RI dan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF).
 
“Sekuritisasi dapat memberikan dampak yang luas bagi ekonomi nasional, di mana secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya di sektor perumahan dan juga menjadi upaya dalam mengurangi jumlah backlog perumahan,” jelasnya.
 

Rionald menambahkan bergeraknya sektor perumahan akan memberikan efek berlipat pada sektor lain atau setidaknya pada 170 industri turunan lainnya di sektor perumahan. Ini akan banyak sekali menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya akan terus mendorong bergeraknya sektor ekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.






Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Sementara itu, Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan pihaknya mendukung terlaksananya kegiatan securitization summit. Melalui kegiatan ini diharapkan akan semakin banyak para pemangku kepentingan dibidang perumahan yang memahami manfaat dari sekurtiisasi.
 

Sekuritisasi ini menjadi bagian dari strategi Asset Liability Management, Risk Management dan dapat digunakan sebagai pemenuhan rasio NSFR dan LCR bagi perbankan. Untuk memitigasi risiko kredit, pada umumnya bank menempuh berbagai upaya antara lain dalam bentuk jaminan, asuransi atau agunan. 
 
“Sejalan dengan perkembangan usaha, kompleksitas transaksi dan jenis risiko, terdapat teknik mitigasi risiko kredit lain yang telah dikenal sesuai dengan standar praktek internasional (best international practices) yaitu Sekuritisasi Aset,” ujarnya.
 
Ananta menambahkan, SMF sebagai penerbit Efek Beragun Aset Surat Pertisipasi (EBA-SP) dapat mempertahankan investasi yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi tersebut dengan rating idAAA, bahkan di saat investasi lain tertekan karena wabah pandemi covid. 
 

Kondisi tersebut mencerminkan struktur EBA-SP yang cukup solid. Bukan itu saja, EBA-SP juga memiliki underlying portofolio KPR yang dipilih dengan kriteria sangat ketat, dan distruktur dengan sangat baik untuk menekan risiko gagal bayar. 
 
“Terdapat peran SMF yang memberikan credit enhancement untuk EBA-SP. Dengan status SMF sebagai BUMN yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan, maka risiko atas EBA-SP dapat diminimalisir,” jelasnya.
 

(KIE)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *