Referendum Berakhir, Tunisia Akan Berlakukan Konstitusi Baru

Referendum Berakhir, Tunisia Akan Berlakukan Konstitusi Baru

Tunis: Sebuah konstitusi baru Tunisia yang diperingatkan kubu oposisi dapat merusak nilai-nilai demokrasi akan segera diberlakukan setelah berakhirnya referendum pada Senin kemarin. Konstitusi baru Tunisia terlihat lolos dengan mudah melalui referendum, walau tingkat partisipasi warga sangat rendah dan terjadinya aksi boikot dari kubu oposisi.
 
Tahun lalu, Presiden Tunisia Kais Saied membubarkan parlemen dan memimpin negara seorang diri melalui dekrit. Ia mengatakan konstitusi baru dibutuhkan demi menyelamatkan Tunisia.
 
Partai-partai oposisi memboikot referendum dan menuduh Saied telah melakukan kudeta. Mereka menyebut konstitusi baru ini dapat membuat Tunisia kembali bergeser dari pemerintahan demokratis ke otoriter.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Baca:  Kecam Perluasan Kekuasaan Presiden, Ribuan Warga Tunisia Turun ke Jalan
 
Konstitusi baru Tunisia menempatkan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif di tangan presiden. Hal ini dikhawatirkan dapat semakin memperlemah peran parlemen.
 
Tunisia tengah menghadapi ancaman krisis ekonomi dan saat ini sedang berusaha mendapatkan paket bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Kekhawatiran terjadinya krisis ini sudah menyelimuti benak masyarakat Tunisia sejak setahun lalu.
 
Mengenai referendum konstitusi baru, pemerintah Tunisia tidak menetapkan level minimal apa pun. Menurut data Komisi Elektoral Tunisia, dikutip dari laman France 24 pada Selasa, 26 Juli 2022, referendum konstitusi baru hanya diikuti 27,5 persen pemilih terdaftar.
 
Dari total warga Tunisia yang menggunakan hak suaranya kemarin, 92,3 persen memilih “Iya.” Ini artinya, konstitusi baru tersebut berhasil diloloskan.
 
Ratusan pendukung Saied beramai-ramai turun ke Habib Bourguiba Avenue untuk merayakan kemenangan referendum. Mereka meneriakkan sejumlah yel-yel seperti “kedaulatan ini untuk rakyat,” dan “masyarakat ingin membersihkan negara.”
 
“Kami tidak takut dengan apa pun. Hanya pejabat korup yang akan merasa takut,” tutur Noura bin Ayad, seorang perempuan 46 tahun yang membawa bendera Tunisia
 
Konstitusi sebelumnya, yang diadopsi pada 2014, memberikan hak dan kebebasan yang tidak dapat disangkal kepada warga negara Tunisia, terutama kelompok minoritas. Konstitusi ini memisahkan kekuasaan presiden, pemerintah dan parlemen, dengan lembaga-lembaga untuk mengawasi keseimbangannya, dengan peradilan sebagai kekuasaan yang independen.
 
Lewat konstitusi baru, Saied dapat terus memerintah dengan dekrit sampai pemilihan legislatif diadakan pada Desember mendatang.
 

(WIL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *