Rachmat Gobel Dorong Santri Tak Cuma Berkontribusi di Bidang Pendidikan Tapi Juga Industri

Rachmat Gobel Dorong Santri Tak Cuma Berkontribusi di Bidang Pendidikan Tapi Juga Industri

Jakarta: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rachmad Gobel menyebut santri dapat ikut terlibat memajukan dan menyejahterakan bangsa. Khususnya yang tengah menghadapi dua tantangan dalam beberapa dekade mendatang, yaitu perubahan iklim dan geopolitik global.
 
Kedua tantangan ini berpengaruh terhadap Indonesia, terutama di bidang ketahanan pangan dan industri. Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa untuk diolah demi kesejahteraan masyarakat. Jika hal ini dilakukan, tantangan geopolitik global yang memicu kenaikan harga bahan pokok di sejumlah negara dapat tertangani.  
 
Salah satu langkah yang dapat diambil untuk menjawab tantangan ini adalah pengembangan potensi santri. Gobel menyebut santri harus digali kemampuannya agar tidak hanya berkembang di dunia pendidikan, tetapi juga dapat berkontribusi di bidang industri.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Hal itu disampaikan di Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI) dalam acara “Monolog Negeri Sarung”. Gobel mengapresiasi penuh kegiatan ini.
 
Dia mencontohkan sarung merupakan ciri khas santri. Apabila dikelola dengan baik akan menjadi komoditas yang tidak hanya diminati di pasar domestik, tetapi juga pasar global.
 
“Ibarat sapu lidi, jika disatukan akan menjadi kekuatan yang besar. Tentu hal ini juga dapat diterapkan dalam industri sarung. Jika setiap pesantren memiliki koperasi yang mengelola produksi sarung, apabila koperasi-koperasi tersebut disatukan, tentu akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia,” kata Gobel dalam keterangan tertulis, Selasa, 30 Agustus 2022.
 
Monolog Negeri Sarung menampilkan Inayah Wahid, putri bungsu Presiden Keempat Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid. Di babak pertama Inayah menampilkan “Sama-sama Cari Untung” yang mengisyaratkan pentingnya keberadaan teknologi untuk hal positif, bukan untuk aktivitas yang bersifat negatif, seperti perjudian.  
 
Pada babak kedua, monolog menceritakan seorang pembeli yang beradu gengsi. Monolog memberi pesan agar masyarakat yang ingin membeli sesuatu harus melihat keindahan, makna, dan kualitasnya.
 
Monolog menampilkan berbagai jenis sarung sebagai salah satu ciri khas santri sekaligus sebagai upaya memperkenalkan sarung lokal kepada peserta yang hadir. Sementara itu, monolog babak ketiga menceritakan “Sarung Justice Warrior” yang menampilkan adegan seorang ulama diam membisu ketika terjadi permasalahan yang melibatkan agama dan justru hadir memecah belah bangsa dengan hasutan dan provokasi.  
 
“Monolog Negeri Sarung” merupakan acara penutup dari rangkaian pameran lukisan dan sarung yang diadakan pada 22–27 Agustus. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara MAC UI, Masjid Ukhuwah Islamiyah (MUI) UI, dan Jejaring Duniasantri. Pertunjukan monolog ini juga diiringi painting live performance yang dibawakan Kaisar Nuno yang merupakan pelukis pengelana yang tumbuh dari lingkungan pesantren.
 
Turut hadir dalam acara tersebut, Istri Presiden ke-4 RI Sinta Nuriyah Wahid, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat DPR Rachmad Gobel, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud, Dekan Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya UI Bondan Kanumoyoso, Kepala MAC UI Ngatawi Al-Zastrouw, Direktur Direktorat Pengembangan Karier Lulusan dan Hubungan Alumni UI Ahmad Syafiq, Ketua Masjid Ukhuwah Islamiyah UI Achmad Solechan, dan Direktur Panasonic.
 
Kegiatan ini penting untuk memperkenalkan kekayaan budaya sarung kepada masyarakat. Sarung merupakan sesuatu yang sederhana, namun memiliki banyak makna.
 
Selain berguna untuk pakaian, sarung juga melambangkan makna kebudayaan dari corak gambar yang terukir dalam kain. Sebagaimana sarung yang memiliki beragam manfaat, mudah digunakan, universal, dan praktis.
 
UI sebagai institusi pendidikan juga memiliki peran serupa, yaitu mudah diakses, dijangkau, dan berkomitmen penuh untuk menjadi kampus berkelas dunia, adaptif, inklusif, serta toleran.  
 
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, mengatakan sarung merupakan simbol perlawanan kepada penjajah karena keberadaannya telah ada sejak zaman penjajahan. Sarung memiliki simbol kesederhanaan.
 
Kesederhanaan ini terwujud dalam cara seseorang berpikir, bersikap, bergaul, berbicara, berpolitik, dan berekonomi. Tidak hanya itu, Said juga mengatakan sarung dapat menjadi jembatan memperkokoh tali persaudaraan serta menjadi salah satu bentuk budaya yang menjadi identitas Indonesia di kancah internasional.
 
Selain pertunjukan monolog, acara ini juga dimeriahkan dengan penampilan “Tawashow”, santri berpuisi, dan santri bercerita yang diiringi musik dan lagu dari kelompok musik santri, Ki Ageng Ganjur. Lebih dari 400 peserta yang berasal dari santri, mahasiswa, dan kalangan umum hadir dalam acara yang berlangsung selama 4 jam tersebut. Kegiatan ini juga disiarkan melalui kanal YouTube Makara Art Center UI.  
 
Perwakilan dari Jejaring Duniasantri, Halim Pohan, mengatakan kegiatan yang diselenggarakan oleh UI merupakan langkah awal sebagai pintu pembuka untuk melakukan gerakan bersama santri. Ada tiga gerakan yang dilakukan santri demi meningkatkan kualitas diri, yaitu pengembangan literasi; pengembangan keahlian (hard/soft skill) untuk bersaing di dunia industri; dan pengembangan kemandirian ekonomi santri yang salah satunya melalui perluasan komoditas sarung.
 
“Jejaring Duniasantri yang baru berdiri tiga tahun lalu, tepatnya 17 Agustus 2019, akan terus berupaya menjaga, merawat, dan menggerakkan dunia santri,” kata Halim.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *