Praperadilan Mandiri Dinilai Jadi Preseden Buruk Iklim Investasi Indonesia

Praperadilan Mandiri Dinilai Jadi Preseden Buruk Iklim Investasi Indonesia

Jakarta: Sengkarut persoalan perdata antara debitur dan kreditur yang terjadi lebih banyak didorong oleh aspek miskomunikasi. Ini menanggapi persoalan gugatan praperadilan yang didaftakan pihak Bank Mandiri terhadap PT Titan Infra Energy pada pekan lalu.
 
“Saya tidak tahu siapa yang berada di belakang Bank Mandiri, sehingga memilih melaporkan debiturnya ke pengadilan,” kata pengamat ekonomi, Ibrahim Assuaibi, Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.
 
Menurut dia, solusi persoalan ini cukup sederhana. Para pihak harus bertemu dan duduk satu meja membicarakan solusi terbaik.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Jika tidak, ini akan menjadi salah satu preseden buruk atas iklim investasi di Indonesia yang sedang bagus saat ini,” kata dia.
 
Ibrahim mengingatkan perlunya seluruh pihak melakukan introspeksi diri, sehingga tidak ada dampak buruk bagi tumbuhnya investasi asing. Apalagi, di tengah kondisi membaiknya surplus perdagangan komoditas batu bara saat ini. 
 
“Bayangkan saja, Jerman rela datang ke Indonesia untuk menyampaikan permintaan ekspor batu bara Indonesia,” ucap Ibrahim.
 

Sejumlah negara di Eropa dan Asia mengajukan permohonan resmi untuk meminta kuota batu bara di negara mereka. Bahkan kegiatan ekspor ke negara-negara Eropa seperti Polandia dan Jerman sudah berjalan. Kegiatan jual beli batu bara oleh negara-negara Eropa itu dilakukan secara Bussines to Bussines (B to B).
 
Momentum ekonomi yang sangat bagus ini, kata Ibrahim, seharusnya dijaga dengan baik oleh seluruh pemangku kepentingan bisnis di Indonesia. Kasus praperadilan Bank Mandiri kepada Titan berpotensi merusak gambaran iklim investasi di Indonesia.
 
“Mereka cukup duduk bersama dan berunding, kok,” kata Ibrahim. 
 
Pernyataan Ibrahim tersebut senada dengan semangat konferensi Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable yang dibuka Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Nusa Dua Bali, Kamis, 14 Juli 2022. Salah satu aspek kunci sustainable finance adalah pada governance.
 
Untuk kepentingan keberlanjutan tersebut, diperlukan penyediaan pembiayaan guna mempercepat tujuan nasional transisi energi nasional. Salah satunya, dengan memobilisasi sumber pendanaan komersial maupun nonkomersial secara berkelanjutan.
 
“Ini benar-benar tantangan teknis yang sangat menantang tetapi juga tantangan finansial bagi kita semua,” ucapnya. 
 
Dia menilai di tengah tantangan besar pemerintah mengharapkan keterlibatan para investor dan lembaga keuangan internasional untuk berkontribusi dalam proyek transisi energi. Misalnya Bank Dunia, ADB, Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA), Aliansi Keuangan Swasta Global, Aliansi Keuangan Glasgow, termasuk sektor swasta, filantropi, dan bank pembangunan multilateral.
 
Harapan besar tersebut kontras dengan fakta yang terjadi. Ironisnya, Bank Mandiri justru lebih memilih mengajukan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tiga hari sebelum konferensi Sustainable Finance di Nusa Dua. 
 
Sebelumnya, ramai diberitakan munculnya persoalan kredit fasilitas terkait pembayaran cicilan yang tersendat. Pihak Bank Mandiri yang merupakan bagian dari kreditur sindikasi yang terdiri dari Bank CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Trafigura menuding debiturnya PT Titan Infra Energy ngemplang utang sindikasi tersebut sebesar USD450 juta.
 
Namun, pernyataan ini dibantah Titan dengan menunjukkan bukti bahwa sejak ditekennya perjanjian fasilitas kredit antara kreditur sindikasi pada Agustus 2018, pihaknya telah membayar kewajibannya. Hingga periode 2021, Titan tetap melakukan pembayaran kepada kreditur sindikasi sekurangnya USD46.446.198z
 
Begitu juga selama semester 1 periode 2022, Titan telah melakukan pembayaran kepada kreditur sindikasi sekurangnya USD35.125.382. Seluruh pembayaran tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam CAMAx, yakni dengan pendebetan yang dilakukan oleh Bank Mandiri selaku agen fasilitas. 
 
Dirut Titan Infra Energy, Darwan Siregar, bahkan menyebut akibat dampak pandemi covid-19 yang melanda Indonesia pihaknya berinisiatif melakukan permohonan restrukturisasi hingga beberapa kali sampai 2022. Hingga saat ini pihak Bank Mandiri menurutnya tidak memberi feedback yang jelas.
 

(AZF)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *