PPnBM Terbaru Bebaskan Hunian Di Bawah Rp30 M

PPnBM Terbaru Bebaskan Hunian Di Bawah Rp30 M

tribunwarta.com – Baru-baru ini pemerintah secara resmi mengesahkan peraturan PPnBM terbaru bagi hunian yang nilainya di bawah Rp30 miliar.

Tak pelak peraturan baru ini, mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan termasuk para pelaku bisnis di sektor properti, mengingat perpajakan merupakan salah satu unsur yang bisa mempengaruhi penjualan properti.

Industri properti sendiri sudah tertekan dalam empat tahun terakhir ini. Pertanyaannya kini, akan seberapa jauh efeknya terhadap peningkatan penjualan di sektor properti? Berapa besar dampak pelonggaran PPnBM ini bagi emiten di sektor properti?

Artikel ini dipersembahkan oleh:

Kebijakan PPnBM untuk Sektor Properti

Bagi investor yang saat ini berinvestasi di sektor properti, boleh jadi saat ini adalah waktu yang penuh pengharapan.

Lantaran sektor properti baru saja mendapatkan angin segar dari pemberlakuan kebijakan baru yang diterapkan oleh Pemerintah.

Salah satu kebijakan yang saat ini banyak dibicarakan pelaku pasar adalah kebijakan yang disahkan pada 10 Juni 2019 kemarin, yang di mana kebijakan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 86/PMK.010/2019 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM.

PMK 86/2019 tersebut berisikan bahwa kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kodominium, town house, dan sejenisnya yang nilainya di bawah Rp30 miliar kini bebas dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

[Baca Juga: Menelusuri Prospek ASRI Setelah Berhasil Merestrukturisasi Utang US$235 Juta]

Artinya pembeli rumah di bawah harga Rp30 miliar tidak dikenakan PPnBM sebesar 20%, dan pembeli hanya akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%.

Namun, untuk hunian yang nilainya berada di atas Rp30 miliar akan tetap dikenakan PPnBM sebesar 20%.

Pemerintah juga meningkatkan batasan nilai hunian yang kena PPnBM 20% naik dari harga jual Rp10 miliar (untuk apartemen) dan Rp20 miliar (untuk rumah dan town house) menjadi Rp30 miliar.

Peraturan yang baru ini mengubah peraturan yang sebelumnya, di mana pengenaan tarif PPnBM 20% dibagi menjadi dua jenis:

Pertama, rumah dan town house jenis nonstrata title dengan nilai sebesar Rp20 miliar atau lebih maka akan dikenakan PPnBM 20%.

Kedua, PPnBM dikenakan untuk hunian apartemen, kondominium, town house jenis strata title yang nilainya Rp10 miliar atau lebih.

[Baca Juga: Ulasan Mendalam Soal Prospek Saham BEST, Apa Menariknya?]

Namun ternyata, Pemerintah tidak hanya mengesahkan PMK 86/2019 saja. Ternyata pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan sejumlah kebijakan baru untuk sektor properti meliputi:

    Peningkatan batasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertuang dalam PMK No. 81 Tahun 2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa, dan Pelajar, juga untuk Perumahan lainnya yang Atas Penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai daerahnya. Artinya, masyarakat yang punya penghasilan rendah masih bisa berpeluang untuk mempunyai rumah.

    Pembebasan PPN atas rumah/bangunan bagi korban bencana alam. Kondisi itu di nilai akan membantu meringankan beban korban bencana alam yang ingin kembali mempunyai rumah. Baik untuk rumah yang bangunannya diperoleh dari biaya pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya.

    Peningkatan batas nilai hunian mewah yang dikenakan PPH dn PPnBM dari Rp10 miliar menjadi Rp30 miliar. Dengan begitu, hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya yang bernilai di atas Rp30 miliar tetap dikenakan PPnBM sebesar 20%.

    Pemangkasan tarif PPh pasal 22 atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp30 miliar, yang dipangkas dari 5% menjadi hanya 1%. Ditetapkan pada 19 Juni 2019 tertuang dalam PMK No. 92/PMK.03/2019 tentang perubahan kedua atas PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

    Simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah/bangunan yang efektif dari tahun kemarin melalui Peraturan DJP 28/PJ/2018 sebagai bentuk pelayanan yang sebelumnya dilakukan selama 15 hari, saat ini disederhanakan menjadi 3 hari kerja. Hal itu dikarenakan, jika sebelumnya pengembang hanya bisa mengajukan satu permohonan untuk satu objek properti saja. Kini satu permohonan bisa diajukan untuk beberapa objek dan dengan sistem multi pembayaran, sehingga akan terlampir dalam satu dokumen saja.

Adanya peraturan baru pemerintah ini memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah sendiri. Kini Anda pun bisa memiliki rumah hunian sendiri dengan mengikuti panduan dari e-book Finansialku berikut ini.

Bagaimana CARA AMPUH Membeli Rumah Pertama?

Download ebook-nya, GRATIS!!!

Pertimbangan Pemberlakuan Kebijakan Baru

Lalu, apa yang menjadi pertimbangan dalam pemberlakuan kebijakan baru tersebut?

Nah, meski terkesan terlalu cepat dalam merubah peraturan, namun agaknya peraturan baru dari pemerintah ini akan mengubah batasan nilai untuk lebih mendorong pertumbuhan sektor properti melalui peningkatan daya saing properti dan investasi di sektor properti.

Seperti yang kita tahu, pembagian segmentasi hunian berdasarkan kelas properti, terdiri dari: Kelas Rumah Sederhana, Kelas Rumah Subsidi, Kelas Menengah, dan Kelas Mewah.

[Baca Juga: Aset Produktif Vs Aset Konsumtif: The Middle Income Trap in Millennial Era]

Keempat segmentasi properti tersebut sudah 4 tahun terakhir ini mengalami pelemahan, ditambah lagi dengan lemahnya penjualan real estate.

Tidak banyak yang tahu, kalau salah satu di antara ke empat segmentasi properti tersebut mengalami penurunan penjualan maka akan berdampak ke penjualan lainnya.

Sehingga dengan adanya PMK 86/2019 ini dinilai akan memperbesar kemungkinan adanya ruang market baru yang mungkin selama ini tidak dikerjakan oleh pengembang, saat ini bisa dengan segera dikerjakan.

Asumsinya dari pembebasan PPnBM bagi hunian di bawah Rp30 miliar adalah terbukanya prospek karena konsumen tidak diberatkan lagi dengan adanya beban PPnBM 20%, dan sekaligus semakin memperluas pasar, mengingat hingga saat ini belum terlalu banyak pengembang properti yang berani masuk ke kelompok hunian yang memiliki nilai sebesar Rp30 miliar.

Salah satu alasannya adalah kekhawatiran akan minimnya minat dari konsumen. Seperti yang sudah Penulis sebutkan di atas, real estate saat ini mengalami penurunan penjualan.

Padahal real estate ini termasuk ke dalam hunian mewah, yang bisa menjadi salah satu sumber keuntungan yang tinggi bagi para pengembang properti.

Sehingga dengan adanya peraturan baru PMK 86/2019 seharusnya bisa menjadi katalis positif untuk bisnis properti di segmen menengah ke atas, untuk bisa mengelola keuntungannya untuk melakukan pengembangan yang juga menyasar segmen menengah hingga bawah.

Dengan demikian seluruh segmentasi properti akan kembali tumbuh.

[Baca Juga: Disuspend Satu Tahun, Bagaimana Kabar Saham AISA Sekarang?]

Kebijakan baru pemerintah ini, menyusul kebijakan pemerintah di tahun kemarin yang melonggarkan Loan to Value (LTV), dan ternyata sudah membuka ruang bagi pengembang untuk bisa meningkatkan penjualan produknya dikarenakan konsumen bisa membeli rumah dengan uang muka yang rendah.

Kendati demikian, walaupun kebijakan baru dari pemerintah ini mendapatkan sambutan positif baik dari pelaku bisnis sektor properti, pengembang, maupun investor.

Perlu kita ingat bahwa sektor properti masih terkendala dalam hal perizinan baik di tingkat pusat ataupun tingkat daerah, dan juga tata ruang.

Meski sistem OSS (Online Single Submission) atau Layanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PBTSE), yang dilakukan melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Nyatanya sistem OSS tersebut tak banyak membantu dalam hal perizinan yang dilakukan, justru sebaliknya banyak menimbulkan keluhan.

Terlebih lagi untuk sistem OSS yang dijalankan dalam hal perizinan teknis di tingkat daerah masih banyak terkendala, itu berarti OSS yang diterapkan tidak sepenuhnya efektif untuk mendorong pertumbuhan sektor properti di tingkat daerah.

Contohnya seperti izin mendirikan bangunan baru (IMB). Beda halnya dengan penerapan OSS yang terlaksana dengan baik di tingkat pusat.

Selain kendala perizinan di atas, sektor properti memang sebelumnya banyak terkendala dengan perpajakan, sehingga pertumbuhan sektor properti dibandingkan dengan PDB Indonesia dari tahun ke tahun justru semakin turun.

Sebagai gambarannya adalah sebagai berikut:

Perbandingan Pertumbuhan Sektor Properti VS PDB Indonesia

Tahun

Properti

PDB

Keterangan

2014

5,17%

5,01%

Pertumbuhan Properti mampu melebihi angka PDB

2015

4,11%

4,88%

Pertumbuhan Properti mulai melemah, dengan pertumbuhan berada di bawah PDB

2016

N/A

5,06%

2017

N/A

5,20%

2018

3,58%

5,17%

Pertumbuhan Properti semakin tertinggal jauh dari angka PDB

Perbandingan Pertumbuhan Properti VS PDB. Source: Kemenkeu

Berdasarkan tabel di atas terlihat jelas pertumbuhan properti yang semakin tertinggal dengan tingkat PDB.

Kalau pun ditinjau lebih jauh, ketimpangan pertumbuhan antara properti dengan PDB tersebut juga tidak lepas dari beberapa penyebab. Pertama, faktor perpajakan. Salah satunya dengan PPnBM yang dinilai cukup memberatkan.

Kedua, dukungan regulasi pemerintah yang cenderung berubah-ubah sehingga mempengaruhi keyakinan para pelaku bisnis maupun masyarakat luas yang notabenenya memang butuh kepastian.

Ketiga, adanya dana subsidi yang tidak seimbang dengan target pemerintah, atau dengan kata lain dana yang disediakan terbatas.

Dampak Kebijakan PPnBM Terbaru terhadap Sektor Properti

Jika mengacu pada pemberlakukan peraturan PPnBM yang baru, tentu peraturan ini akan lebih memihak pada sektor properti yang nilainya di bawah Rp30 miliar yang notabenenya diperuntukkan untuk golongan kelas menengah dan menengah bawah.

Pemberlakukan PPnBM PMK 86/2019 ini memang cenderung memberikan keuntungan bagi pemain properti segmentasi menengah dan menengah bawah.

Hal ini bisa dimanfaatkan oleh sejumlah emiten untuk fokus mengembangkan properti dengan harga < Rp30 miliar.

Misalnya saja, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang tidak melewati kesempatan PMK 86/2019 di mana PWON segera menggarap hunian mewah berbentuk vertikal atau high rise yang mungkin akan dibangun di wilayah Jakarta dan juga rumah tapak (landed) di Surabaya.

Hunian mewah tersebut dibanderol dengan harga jual sekitar Rp5 miliar – Rp10 miliar di lahan kosong milik perusahaan atau land bank.

Rencana PWON tersebut sebagai upaya untuk mengimbangi keputusan pemerintah, lantaran PWON juga menyasar segmen menengah ke bawah.

[Baca Juga: Pindah ke Kalimantan, Begini Prospek Properti Ibu Kota Baru!]

Alam Sutera Tbk (ASRI) juga memanfaatkan kesempatan ini untuk memasarkan dua proyek baru yang terletak di dalam Kawasan Alam Sutera Serpong dan Suvarna Sutera dengan harga jual sekitar Rp5 miliar – Rp10 miliar. Termasuk juga memasarkan apartemen yang sudah diluncurkan sejak akhir 2018 lalu, yaitu Low Rise apartment Llyod, Apartment Silkwood, dan Paddington Height.

ASRI sendiri menyambut baik keputusan pemerintah tersebut dan optimis bahwa ke depannya industri properti akan kembali bertumbuh.

Kesimpulan

Berlakunya peraturan baru PMK 86/2019 pada 10 Juni 2019 yang menetapkan hunian yang nilainya di bawah Rp30 miliar dibebaskan dari pengenaan PPnBM.

Dan untuk PPnBM 20% tetap dikenakan untuk hunian yang nilainya di atas Rp30 miliar. Sehingga aturan baru ini lebih longgar dari sebelumnya.

Peraturan PMK 86/2019 ini banyak diharapkan bisa menjadi stimulus bagi pasar properti kelas Low End dan Medium End yang sempat melemah.

[Baca Juga: Berinvestasi di Cash Rich Company Menguntungkan? Pastikan Sekarang!]

Kendati dinilai hanya akan menguntungkan salah satu segmentasi saja, namun sebenarnya jika dikelola dengan baik akan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan hunian kelas menengah dan bawah.

Di sisi lain, sebenarnya pemerintah tidak hanya memihak pada kelas menengah atas saja.

Melainkan juga memperhatikan segmentasi properti lainnya, hal tersebut dibuktikan dengan adanya pemberlakuan sejumlah kebijakan baru yang dinilai akan mampu mendorong pertumbuhan sektor properti ke depannya.

Mengingat segmentasi dalam sektor properti tidak hanya untuk kalangan menengah atas/mewah saja, tapi juga ada rumah sederhana, subsidi, dan menengah.

Dengan demikian, semoga sektor properti akan kembali bangkit dan menggairahkan para pelaku bisnis sektor properti, pengembang, maupun investor.

Dan pertumbuhan sektor properti bisa lebih tinggi daripada tingkat PDB Indonesia ke depannya.

Jadi, ini waktu yang tepat untuk masuk ke sektor properti?

Sektor properti kini sedang terbuka lebar dengan peraturan pemerintah yang baru ini. Apa Anda berminat untuk memiliki hunian entah untuk digunakan maupun disewakan?

Artikel bermanfaat ini akan lebih bermanfaat apabila Anda membagikannya pada rekan-rekan Anda. Yuk, bagikan dan bertumbuh bersama dalam pengetahuan keuangan.

Sumber Referensi:

    Rivan Kurniawan. 1 Juli 2019. Hunian Di bawah Rp 30 Miliar Dibebaskan dari PPnBM, Angin Segar Untuk Sektor Properti?. Rivankurniawan.com – http://bit.ly/33LyonY

Sumber Gambar:

    Peraturan PPnBM Terbaru 01 – http://bit.ly/2CMFs84

    Peraturan PPnBM Terbaru 02 – http://bit.ly/33KM6aJ

    Peraturan PPnBM Terbaru 03 – http://bit.ly/32P3SZh

    Peraturan PPnBM Terbaru 04 – http://bit.ly/2QkZxdv

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *