Pembunuhan Massal di Thailand, Anak-anak Dibunuh saat Tidur

Pembunuhan Massal di Thailand, Anak-anak Dibunuh saat Tidur

Uthai Sawan: Penembakan massal di tempat penitipan anak di Thailand menguak fakta mengerikan. Anak-anak yang tewas dalam penembakan, dibunuh saat mereka sedang tidur.
 
Saat itu adalah waktu tidur siang di Pusat Penitipan Anak Uthai Sawan di Thailand dan 24 anak berusia dua hingga lima tahun ditidurkan di tempat yang berjarak sama di lantai berpanel kayu.
 
Semua tampak tenang sampai seorang mantan polisi bersenjatakan pistol dan pisau menyerbu ke pusat penitipan anak, dengan staf yang bertugas tidak dapat menghentikannya.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Mantan sersan polisi menembak di pintu kamar tempat anak-anak tidur dan membunuh 22 dari mereka, sebagian besar dengan pisau, dalam amukan yang mengakibatkan salah satu pembantaian anak-anak terburuk oleh seorang pembunuh tunggal dalam sejarah baru-baru ini.
 
Panya Kamrab, membunuh total 37 orang, termasuk istri dan anaknya di rumah, sebelum mengarahkan senjata ke dirinya sendiri. Ini adalah pembantaian yang mengejutkan negara Asia Tenggara itu.
 
Di antara mereka yang meninggal adalah anak laki-laki kembar Worapat dan Weerapol Nuadkhao, yang tinggal sebulan lagi dari ulang tahun keempat mereka.
 
“Mereka ingin memiliki kue, cokelat, dan stroberi. Mereka kembar tetapi mereka tidak menyukai hal yang sama,” kata ibu mereka, Pimpa Thana, dikutip dari the Straits Times, Sabtu 8 Oktober 2022.
 
“Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan selanjutnya,” ungkapnya dengan suaranya bergetar.
 

Sementara bibi dari Kritsana Sola yang berusia dua tahun, mengenang keponakannya yang menyukai dinosaurus dan sepak bola. Dia “sangat senang” pergi ke tempat penitipan anak setiap hari untuk bermain dengan teman dan mainan.
 
“Dia harus berpakaian bagus dengan seragam. Kadang-kadang dia diizinkan memakai jersey sepak bola Chelsea, itu favoritnya,” ucap Ibu Naliwan Duangket sambil menunjukkan di ponselnya gambar anak laki-laki berwajah gendut yang dijuluki Kapten.
 
Fasilitas penitipan anak tersebut merupakan tujuan terpercaya bagi keluarga di desa-desa terdekat, dengan sekitar 90 anak biasanya hadir setiap hari, kata pejabat kota Jidapa Boonsom yang bekerja di kantor sebelah.
 
Orang tua mengantar anak-anak pada jam 8.00 pagi untuk pagi yang diisi dengan kegiatan belajar seperti membaca, mewarnai, dan bermain.
 
“Makan siang diikuti dengan tidur siang dan para siswa diharuskan untuk mandi dan siap untuk dijemput segera setelah pukul 14:30,” ujar Jidapa.
 
Lebih dari sebulan yang lalu, kelas telah melakukan kunjungan lapangan tahunan. Dalam gambar perjalanan yang diposting di media sosial, anak-anak mengenakan kemeja merah, celana pendek hitam dan sepatu kets, beberapa dengan rambut dikuncir dan yang lain dengan topi olahraga di belakang.
 
Dalam salah satu foto, anak-anak melipat tangan berdoa sambil mendengarkan pemandu wisata di luar kuil. Di tempat lain, mereka duduk di kaki model dinosaurus di museum, memandang dengan kagum.
 
Mereka terlihat tertawa, menarik wajah dan berpose dengan guru mereka di bus sekolah.
 
Pada hari penyerangan, hujan lebat membuat lebih sedikit anak yang diturunkan ke tempat penitipan anak. Hanya dua dari mereka yang selamat.
 
Penyiar televisi Amain TV melaporkan bahwa salah satu korban selamat, seorang gadis bernama Honey, sedang tidur, ditutupi dengan selimut, di ujung ruangan.
 
Kakeknya bergegas ke tempat kejadian untuk menemukan seorang guru memegang gadis itu di lengannya, menutupi wajah anak itu dengan kain sehingga dia tidak bisa melihat teman-temannya yang sudah meninggal.
 
“Ini keajaiban,” ungkap kakek yang tidak disebutkan namanya itu kepada penyiar.
 

(FJR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *