Ombudsman Ungkap Malaadministrasi dalam Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi

Ombudsman Ungkap Malaadministrasi dalam Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi

tribunwarta.com – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan hasil investigasi terkait malaadministrasi pendataan dan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani.

Yeka mengatakan rangkaian investigasi dilakukan selama periode 25 Oktober-25 November 2022. Tahapan investigasi di antaranya yaitu melakukan permintaan keterangan langsung pada 9 pihak yang terdiri dari kelompok tani, Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BNI, Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan.

Kemudian permintaan keterangan tertulis 12 dinas pertanian provinsi, permintaan keterangan tertulis 12 dinas pertanian kabupaten dan pemeriksaan lapangan di 6 kabupaten.

“Kami melakukan pemeriksaan lapangan tepatnya di enam kabupaten, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. Semua kegiatan ini dilakukan diselesaikan dalam waktu satu bulan,” kata Yeka dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (29/11/2022).

Yeka mengatakan, dari hasil pemeriksaan tersebut, pihaknya menemukan 6 permasalahan pendataan pupuk bersubsidi dengan Kartu Tani.

Pertama, banyak non-petani terdaftar dalam sisten elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).


Adapun sistem ini dibuat oleh Kementerian Pertanian (Kementan) agar penerimaan pupuk bersubsidi tepat sasaran.

“Buktinya ini, ada nama petani ada di e-RDKK dari data simultan, ada Otang, Hengki setelah kita cek ternyata profesinya itu Otang pegawai desa, Hengki pegawai pabrik, ini bukan petani dan kita tanyakan langsung kita datangi, anehnya bukan petani penebusan ada, ini banyak kita temukan di enam kabupaten,” ujarnya.

Yeka mengatakan, temuan kedua adalah banyak petani terdaftar ganda dalam data e-RDKK, ketiga data e-RDKK tidak mutakhir, dan keempat petani kecil belum terdaftar dalam e-RDKK.

“Kelima, ada juga data NIK petani pada e-RDKK tetapi juga tidak sesuai dengan data dukcapil, keenam, terus juga kami menemukan banyaknya data luas lahan homogen pada e-RDKK, semuanya seragam dan setelah kami cek ke lapangan datanya, faktanya, memang tidak seragam,” tuturnya.

Hambatan dalam pendataan

Menurut Yeka hambatan dalam pendataan ini terdapat terbatasnya jumlah penyuluh pertanian dalam melakukan pendataan.

Kemudian, rendahnya kompetensi penyuluh pertanian dalam pendataan dan kecilnya alokasi anggaran penyuluhan.

“Jadi penyuluh pertanian diabaikan, maka penyuluh melakukan terpaksa saja dan pendataan e-RDKK itu bukan tupoksinya penyuluh tugasnya mendampingi, jadi bisa bayangkan dalam desain pupuk bersubsidi ini tidak ada instrumen yang memastikan data itu valid,” tuturnya.

Malaadministrasi

Yeka mengatakan Kartu Tani belum siap dalam implementasi penebusan pupuk bersubsidi secara serentak di seluruh Indonesia.

Ia mengatakan, data Kemenkominfo menunjukkan bahwa dari total 83.500 desa di Indonesia, tercatat 12.500 desa yang belum memiliki infrastruktur digital.

“Otomatis kalau Kartu Tani berhasil diinjeksikan kemungkinan mesin EDC-nya, jaringan internet bermasalah, sehingga distribusi Kartu Tani tidak optimal,” kata Yeka.

Selain itu, Yeka mengatakan penebusan pupuk bersubsidi tidak dilakukan sesuai prosedur di mana pihaknya menemukan kios pengecer mengatur mekanisme penebusan secara sepihak.

Kemudian dinas pertanian mengatur mekanisme penebusan secara sepihak.

“Dan penyimpangan penebusan pupuk bersubsidi oleh kelompok Tani,” ucap dia.

Berdasarkan hal tersebut, Yeka mengatakan, pihaknya menemukan beberapa pihak yang melakukan malaadministrasi.

Pertama, Kementan terbukti telah melakukan malaadministrasi dengan tidak mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi dari penyuluh pertanian karena data e-RDKK tidak valid.

Kedua, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan tidak cermat dalam merencanakan kebijakan penebusan pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani secara serentak.

Ketiga, pemerintah kabupaten/kota sebagai pembina dari pelaksanaan tugas Penyuluh Pertanian di daerah telah melakukan malaadministrasi atas ketidakmampuannya dalam mengoptimalkan ketersediaan jumlah punyuluh.

Keempat, PT Pupuk Indonesia (Persero) melakukan malaadministrasi karena belum berhasil menerbitkan kios pengeceran dalam penyaluran pupuk subsidi.

“Kelima, Himbara (Bank Mandiri, BRI dan BNI) melakukan malaadministrasi karena tidak optimal dalam pendistribusian kartu tani, dan tidak optimal dalam penanganan pengaduan terkait masalah teknis kartu tani dan sistem pendukungnya,” ucap dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *