OJK perketat aturan fintech, AFPI: Untuk memperkuat industri

OJK perketat aturan fintech, AFPI: Untuk memperkuat industri

Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI yang juga CEO Mekar Pandu Aditya Kristy mengatakan penyelenggara fintech pendanaan menggunakan algoritma, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Algoritma ini dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring untuk mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang tidak memiliki riwayat kredit. Seluruh proses pengajuan pinjaman dari borrower maupun pemberian pendanaan dari lender dilakukan secara digital.

“Inilah keunggulan dari praktik bisnis fintech pendanaan yang menerapkan teknologi digital untuk menyalurkan pembiayaan kepada borrower maupun untuk menerima dana dari lender. Dengan demikian kami lebih fleksibel menjangkau masyarakat yang selama ini belum terlayani akses keuangan konvensional seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian fintech pendanaan dapat berkontribusi nyata bagi peningkatan inklusi keuangan melalui teknologi digital,” tutur Pandu.

Pandu menambahkan dengan keunggulan industri fintech pendanaan yang menggunakan teknologi digital ini, penyelenggara telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan seperti bank.

Berdasarkan data OJK per Mei 2022, Fintech Pendanaan telah bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan senilai Rp2,58 triliun melalui 234 rekening pemberi pinjaman. Angka ini jauh lebih tinggi dari posisi Mei 2021 yang masih senilai Rp1,12 triliun dari 54 rekening pemberi pinjaman.

Lalu, outstanding penyaluran pinjaman dari industri fintech pendanaan pada data OJK, per Mei 2022 sebesar Rp40,17 triliun, atau meningkat 54,14% dari posisi Mei 2021 yang masih Rp 21,74 triliun. Adapun penyaluran pendanaan ke sektor produktif, sepanjang Januari-Mei 2022, tercatat sebesar Rp44 triliun atau rata-rata 50,60% dari total penyaluran.

Seperti diketaui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending). Adapun POJK ini berlaku sejak diundangkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan sekaligus mencabut POJK 77/2016.

Adapun beberapa substansi penyempurnaan pengaturan dalam POJK LPBBTI yang baru sebagai berikut:

Penyelenggara LPBBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp25 miliar. Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit satu pemegang saham pengendali (PSP).

Penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK. Penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi penyelenggara berdasarkan prinsip Syariah wajib memperoleh persetujuan dari OJK.

Calon pihak utama (PSP, direksi, dewan komisaris, dan DPS) wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama LPBBTI dapat dilakukan melalui pendanaan produktif dan pendanaan multiguna.

Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan%

Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan.

Untuk mendukung program pemerintah, Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah untuk menjadi mitra distribusi atas surat berharga negara.

Penyelenggara wajib menyampaikan data transaksi pendanaan kepada pusat data fintech lending OJK dengan mengintegrasikan Sistem Elektronik milik penyelenggara pada pusat data fintech lending.

Penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar.

Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit dua anggota direksi.

Penyelenggara wajib memiliki paling sedikit satu orang anggota dewan komisaris dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi.

Penyelenggara berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki paling sedikit satu anggota dewan pengawas syariah.

Penyelenggara wajib memiliki unit audit internal yang dijalankan oleh paling sedikit satu orang SDM.

Permohonan perizinan, permohonan persetujuan dan pelaporan disampaikan melalui sistem jaringan komunikasi data OJK.

 


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *