Nestlé Berupaya Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Nestlé Berupaya Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca

Jakarta: PT Nestlé Indonesia berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GKR). Perusahaan menargetkan mencapai nol emisi pada 2050 dan memastikan 100 persen kemasan dapat didaur ulang.
 
Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia, Ganesan Ampalavanar, mengatakan, ada empat fokus upaya penurunan emisi gas rumah kaca, yaitu perubahan iklim, keberlanjutan kemasan, kepedulian air, dan keberlajutan pengadaan bahan baku.
 
“Kami memastikan upaya pengurangan emisi dilakukan sepanjang mata rantai usaha (entire value chain), sehingga menjadikan komitmen kami ini lebih menantang. Dari pengadaan bahan baku, manufaktur, hingga pasca konsumsi,” kata Ganesan dalam webinar KATADATA SAFE 2022, dilansir Jumat, 23 Agustus 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Ganesan menambahkan komitmen mencapai emisi nol di 2050, dibagi menjadi komitmen jangka pendek di 2025 dan jangka menengah di 2030. Untuk jangka pendek, pihaknya menargetkan pengurangan emisi sebesar 20 persen dan 50 persen pada 2030.
 
“Beberapa target yang mau dicapai di jangka pendek pada 2025, antara lain kemasan 100 persen dapat didaur ulang, menggunakan sekam padi sebagai biomassa boiler, seperti yang sudah dimulai di Pabrik Karawang, dan 20 persen bahan baku dari pertanian regeneratif,” ujar Ganesan.
 
Ganesan mengatakan kemasan plastik dapat didaur ulang juga merupakan salah satu upaya untuk mendukung pencapaian emisi nol. “Kami memiliki tiga strategi dalam mendukung kemasan plastik sirkular, yaitu less packaging, better packaging, dan better system. Saat ini, 88 persen kemasan kami sudah bisa didaur ulang,” ujar Ganesan.
 
Salah satu bentuk komitmen dalam membantu memperbaiki kemasan adalah menggunakan sedotan kertas. Ganesan mengeklaim Nestlé sebagai perusahaan pertama yang menggunakan sedotan kertas pada kemasan siap konsumsinya.
 
“Ini merupakan satu contoh, di mana cost-nya ditanggung oleh Nestlé dan kami berharap konsumen-konsumen produk kami menilai apa yang dilakukan oleh Nestlé dalam perjuangan melindungi keberlanjutan ini,” ujar Ganesan.
 
Meskipun penggantian dari sedotan kertas jauh lebih mahal daripada sedotan plastik, ujar Ganesan, perubahan tersebut tetap harus dilakukan demi mencapai nol emisi.
 
“Contoh dukungan kami lainnya adalah dukungan terhadap manajemen persampahan melalui 15 fasilitas TPST/TPS3R di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jakarta, serta bermitra dengan 26 pelapak dan pendaur ulang di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Salah satu target kami adalah melalui plastic neutrality mengumpulkan sampah plastik, termasuk bukan kemasan milik Nestlé, sebesar dengan jumlah plastik yang kami gunakan tahun ini,” jelas Ganesan.
 

Ganesan mengatakan emisi terbesar berasal dari bahan baku yang digunakan PT Nestlé Indonesia dari pertanian. Oleh karena itu, pihaknya bergotong royong dalam skala besar bersama seluruh mitra petani untuk melakukan pertanian regeneratif, yaitu bukan hanya melindungi, tetapi juga membantu memperbaharui dan memperbaiki lingkungan. Di saat bersamaan juga meningkatkan kehidupan petani.
 
“Sebagai contoh salah satu solusi yang kami lakukan bersama 26.000 peternak sapi perah di Jawa Timur. Limbah ternak kami olah dalam biogas digester untuk menjaga lingkungan dan bagi petani bisa digunakan sebagai sumber energi untuk memasak. Lebih dari 8.000 biogas digester yang sudah dibangun dan digunakan petani. Bersama petani kopi di Tanggamus, Lampung. Menanam 1 juta pohon untuk menyerap lebih banyak lagi emisi,” jelas Ganesan.
 
Selain berkolaborasi dengan para petani, pihaknya mendukung terjadi kolaborasi dengan PLN. Perusahaan, kata dia, akan melakukan investasi untuk penggunaan solar panel di seluruh pabrik untuk mendukung PLN menciptakan green energy.
 
PT PLN mendukung upaya industri dalam rangka penggunaan energi hijau. Executive Vice President (EVP) Perencanaan Sistem Ketenagaklistrikan PLN, Edwin Nugraha Putra, berharap sektor industri ikut terlibat untuk membantu atau menyerap energi hijau yang telah disiapkan PLN.
 
Dia menegaskan PLN tetap berkomitmen membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan. Sekalipun PLN sedang mengalami over suplai listrik.  
 
PLN mencatat dalam beberapa tahun mendatang suplai listrik akan bertambah, melalui mega proyek 35 ribu Mega Watt (MW) yang masih terus berjalan. Hal ini akan menambah over suplai listrik di sejumlah wilayah, seperti Pulau Jawa, Bali dan Sumatra.
 
“Misalnya dengan Pupuk Indonesia, kita sudah memetakan tempat-tempat yang memungkinkan kita alirkan energi hijau. Ini sedang kita letakan dan sekarang sedang berproses untuk melihat lebih jauh bagaimana kemungkinan untuk suplai tersebut masuk ke tempat-tempat industri,” kata Edwin.
 
Perseroan akan memastikan ketersediaan pasokan energi hijau sejalan dengan target PLN pada 2025 yang diminta pemerintah untuk mencapai 23 persen energi baru terbarukan. Pembangunan energi hijau harus dikaitkan dengan kerja sama industri untuk memenuhi listriknya dari PLN.
 
“Perlunya offtaker, seperti pabrik pupuk, dan industri lainnya. Hal ini akan sangat membantu PLN di tengah kondisi over suplai pasokan listrik,” ujar dia.
 
Di sisi lain, PLN berkomitmen mengatur untuk tidak memasukan energi fosil lagi ketika terjadi pertambahan beban. Dia memastikan PLN hanya menyelesaikam pembangunan 35 ribu MW yang dimulai sejak 2015.
 

(AZF)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *