Modernisasi Teknologi Jadi Kunci Perbankan Bersaing di Era Digital

Modernisasi Teknologi Jadi Kunci Perbankan Bersaing di Era Digital

Jakarta: Industri perbankan menjadi salah satu dari sedikit sektor yang berhasil berbenah dan bertransformasi menyesuaikan diri di era digitalisasi. Semangat berubah dan bertransformasi sendiri pada dasarnya bisa dianggap sebagai salah satu DNA yang tidak bisa dilepaskan dari kinerja dan perkembangan industri perbankan.
 
Sebelum pandemi covid-19 yang mendorong digitalisasi, transformasi perbankan sendiri sejatinya sudah berjalan jauh sebelumnya. Mulai dari perubahan mengandalkan layanan fisik ke layanan online publik via Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kemudian ke layanan online personal melalui mobile banking, hingga menjawab tantangan digitalisasi dengan munculnya layanan digital banking.
 
Era digitalisasi memang mengubah perilaku nasabah di sektor jasa keuangan menjadi semakin digital dan efisien bagi bank. Perbankan dan sektor keuangan lainnya pun juga dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi terkini demi memenuhi kebutuhan nasabah dan memberikan pelayanan terbaiknya. Bahkan, perbankan tengah berlomba melalui inovasi digitalnya untuk menarik minat nasabah.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Managing Director APAC Thought Machine Nick Wilde mengatakan, setiap perbankan, baik incumbent maupun baru, perlu memodernisasi teknologinya menjadi lebih digital agar terus eksis dalam persaingan layanan keuangan. Melalui digitalisasi, kata dia, selain kebutuhan nasabah terpenuhi, biaya operasional bagi setiap bank bisa semakin ditekan dan efisien.
 
Bahkan, ia tidak memungkiri bahwa modernisasi perbankan memerlukan investasi yang tidak sedikit. Maka dari itu, setiap bank memerlukan komitmen untuk terus melakukan modernisasi digital pada semua proses bisnisnya. Hal ini perlu dilakukan agar bisnis perbankan bisa bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
 
“Bank-bank saat ini saya pikir tengah mengalami persaingan ketat dengan berevolusinya platform ekonomi (GoTo, Bukalapak, Apple, dan lain-lain). Kita juga bisa melihat ketika modernisasi sudah dilakukan biaya operasional (sistem digital) akan jauh lebih rendah daripada legacy,” kata dia dalam ‘Disruption and Innovation in Core Banking to Build The Customer-Centric Bank of The Future’ di Jakarta, Kamis, 14 Juli 2022.
 
Perkembangan digitalisasi yang semakin pesat, tentu semakin membuka berbagai peluang dan inovasi bagi Industri jasa keuangan. Dalam hal ini, Chief Sales and Marketing Officer Soluix Finteknologi Indonesia, Eryco Putra mengungkapkan terdapat peluang bagi perbankan untuk membuka diri dan menawarkan berbagai inovasi layanan keuangan, atau banking as a service.
 
Adapun banking as a service adalah sebuah istilah bagi bank digital dan pihak ketiga lainnya untuk bisa terhubung dengan sistem perbankan secara langsung melalui Application Programming Interface (API). Dengan demikian, bank maupun pihak ketiga bisa membangun penawaran layanan di atas infrastruktur yang telah diatur oleh penyedia layanan.
 
Opportunity ke depan akan semakin banyak. Misalnya saja Social Commerce (Social Media E-commerce) yang membawa peluang tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada bank. Bagaimana bank bisa menawarkan solusi (layanan keuangan) yang mudah kepada influencer, pembuat konten, dan SME,” ungkapnya.
 

 
Untuk melakukan hal ini, dirinya menyarankan agar perbankan tidak terpaku pada sistem bisnis turunan (legacy) yang belum tentu bisa memenuhi kebutuhan ini. Modernisasi pada teknologi, SDM dan proses bisnis perbankan diperlukan untuk menjalankan banking as a service. Meski demikian, kata dia, biaya untuk melakukan investasi pada modernisasi tersebut tidaklah murah.
 
Namun begitu, Eryco mengungkapkan transformasi digital dalam sebuah perbankan adalah sebuah proses bertahap sehingga bisa dilakukan secara berkala dan sedikit demi sedikit tiap tahunnya. Maka dari itu, perbankan perlu melakukan perencanaan pada pengembangan teknologinya.
 
Ia pun menyarankan agar setiap bank dapat membentuk tim pengembangan digital untuk melakukan survei terkait kebutuhan konsumen dan apa saja yang masih perlu ditingkatkan dari sistem saat ini. Dengan demikian, pengembangan secara bertahap dapat terus dilakukan dan tidak membebani keuangan perusahaan secara berkepanjangan.
 

(HUS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *