Membangun Kewirausahaan Islam Itu Penting

Membangun Kewirausahaan Islam Itu Penting

tribunwarta.com – Perkembangan ekonomi negara-negara berpendudukan mayoritas Muslim masih didominasi oleh ekonomi Barat (Amerika Serikat, kapitalis Rusia dan Jepang, China). Peran nilai-nilai agama, khususnya Islam, dalam budaya dan semangat kewirausahaan masyarakat untuk berjiwa wirausaha sangatlah minim. Islam tidak memberikan penjelasan yang gamblang (eksplisit) tentang konsep kewirausahaan. Dalam Islam, istilah kerja keras dan kemandirian (biyadihi) digunakan. Setidaknya ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan rujukan pesan-pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian, seperti “Sebaik-baik amal adalah kerja yang dilakukan dengan keringat”. Dalam bahasa yang sangat simbolis ini, Nabi menganjurkan umatnya untuk bekerja keras demi kesejahteraan

Istilah kewirausahaan berasal dari kata bahasa Inggris entrepreneurship. Kata entrepreneurship sebenarnya berasal dari kata Perancis “entreprende” yang berarti petualang, pencipta dan pengusaha. Ungkapan ini pertama kali diperkenalkan oleh Richard Cantillon (1755). Di Indonesia, jumlah wirausaha tidak seimbang dengan jumlah penduduk Indonesia. Kelemahan kewirausahaan di Indonesia terletak pada mentalitas yang meremehkan kualitas, mentalitas yang menyukai kesegeraan, kurang percaya diri, sifat tidak disiplin dan sifat mengabaikan tanggung jawab yang dipercayakan dan masyarakat Indonesia ingin menikmati relaksasi. meskipun pendapatannya tidak terlalu tinggi.

Kebiasaan buruk lainnya adalah memanfaatkan hari-hari “pengap” di sela-sela pekerjaan. Salah satu panutan wirausaha yang patut dijadikan panutan bagi umat Islam khususnya adalah Nabi Muhammad SAW. Rasulullah adalah pengusaha sejati. Kesuksesan Rasulullah SAW banyak dibicarakan oleh para sejarawan Islam dan Barat. Dan tata kelola perusahaan ala Nabi, kini dan nanti, selalu penting dalam dunia bisnis modern. Dalam bisnis, Nabi mencontohkan modal bisnis yang baik adalah berinvestasi pada amanah, karena amanah merupakan aset yang paling berharga dalam bisnis atau dunia usaha. Selain iman, seorang wirausahawan harus menjadi pemimpin yang tangguh, jujur, dan dapat diandalkan bagi masyarakat.

Untuk menciptakan pengusaha sukses, diperlukan kesungguhan dan keseriusan dalam pengembangannya. Dan Rasulullah harus menjadi panutan untuk memulai bisnis atau berwirausaha dengan iman, kejujuran dan manajemen yang baik, tetapi umat Islam Indonesia tampaknya tidak terlalu tertarik untuk berwirausaha. Masyarakat lebih cenderung menjadi PNS. Seperti kebanyakan orang, kita jauh dari orang lain dan menjadi sisi negatif dari bisnis dan penonton kesuksesan wirausaha orang lain. Oleh karena itu, upaya mengembalikan jiwa kewirausahaan dan semangat umat Islam Indonesia menjadi keniscayaan yang tidak boleh dikompromikan. Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa membangun kembali kewirausahaan Islam itu penting.

Pertama, umat Islam lahir dengan jiwa dan etos wirausaha yang kuat. Nabi Muhammad SAW dan sebagian besar sahabatnya adalah pedagang dan pengusaha asing. Penyebaran Islam di berbagai belahan dunia sampai abad ke-13 Masehi diselesaikan oleh para pedagang Muslim. Para pedagang tersebut juga membawa masuknya Islam ke Indonesia dan upaya penyebarannya ke seluruh Asia Tenggara. Bukti nyata dari hal ini adalah bahwa setiap pantai Indonesia dan kepulauan memiliki populasi Muslim.

Oleh karena itu, etos kewirausahaan memang sangat nyambung dan khas umat Islam. Ajaran Islam sangat mendorong manusia untuk berwirausaha. Oleh karena itu, bagi seorang muslim, kewirausahaan harus menjadi bagian dari hidupnya. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bekerja dan beramal sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Bekerjalah dan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu” (QS dalam Taubah:105). Ia juga mengatakan: “Ketika kamu selesai sholat, bertebaranlah di tanah dan carilah rizki Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya untuk rejeki” (QS al Jumuah:10).

Kedua, keadaan ekonomi umat Islam Indonesia yang sudah begitu lama terpuruk sehingga kewirausahaan syariah harus dihidupkan kembali. Keprihatinan yang sangat mendalam terhadap keterpurukan umat Islam di bidang ekonomi. Pengusaha tenun, batik dan industri lainnya mengalami kegagalan karena tidak lagi cocok untuk “seleksi alam”, proses ekonomi nasional yang mengarah pada kapitalisme komparatif, di mana proses eksklusi dan eksploitasi berlangsung. Ekonomi (Rais, 1986:57-59).

Umat Islam sangat lelah menghadapi kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, masalah kemiskinan dan keterbelakangan karena mereka terpinggirkan dalam ekonomi dan bisnis. Kini saatnya mengembangkan dan membangun entrepreneur untuk pemerataan ekonomi, yang mencita-citakan banyak umat Islam yang kuat. Tujuannya untuk mewujudkan cita-cita negara ini. Apalagi saat ini ada dorongan untuk meletakkan landasan yang kokoh, yaitu memperkuat pilar-pilar pengusaha pribumi yang menopang pembangunan ekonomi bangsa.

Ketiga, keberadaan bank dan lembaga keuangan syariah saat ini harus diimbangi dengan tumbuhnya wirausahawan syariah. Tumbuhnya jiwa kewirausahaan yang tinggi, khususnya di kalangan generasi manusia, terus memberikan dampak positif bagi kemajuan dan pemulihan perekonomian nasional, serta bagi perbankan dan lembaga keuangan itu sendiri. Oleh karena itu, pengusaha muslim harus dapat memanfaatkan bank dan lembaga keuangan tersebut untuk mengembangkan usahanya.

Jadi dapat ditarik kesimpulan, mengapa islam menganjurkan umat muslim untuk menjadi pengusaha/ wirausahawan karena islam sendiri mengajarkan umatnya untuk mandiri dan bekerja keras, sebagaimana yang terdapat dalam ayat Al-Qur`an yang berbunyi “Sebaik-baik amal adalah kerja yang dilakukan dengan keringat sendiri”. Selain itu sejak kelahirannya umat islam sudah memiliki jiwa dan etos kewirausahaan yang tinggi di buktikan dengan Proses masuknya islam ke penjuru dunia dan penyebarannya yang di bawakan oleh pedagang muslim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *