Maraknya Pelecehan Seksual, Diperlukan Ruang Aman di Kampus

Maraknya Pelecehan Seksual, Diperlukan Ruang Aman di Kampus

Jakarta: Isu pelecehan seksual sudah sangat mengakar di masyarakat. Tak ada tempat yang benar-benar aman, di manapun bisa terjadi pelecehan.

Sayang, dari banyaknya korban pelecehan hanya 25% yang menyatakan bahwa mereka ditolong. Lalu, bagaimanakah dengan sisanya, apa mereka bisa berdamai atau mengakhiri hidupnya karena pengalaman buruk yang mereka alami?

Berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada 2020 yang dikutip dari Komnas Perempuan, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 persen dari aduan terjadi di universitas.

Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bertekad untuk mendahului kepentingan korban, menetapkan peraturan baru pada setiap kampus dengan kewajiban membentuk SATGAS Pelecehan Seksual sebagai ruang aman para korban untuk mengadu dan meminta pertolongan.

“Dengan adanya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi negeri dibuat sebagai arahan untuk menangani permasalahan ini.” Ucap Nadiem Makarim.

Najwa Shihab menambahkan, ada beberapa penelitian yang menyebut beberapa faktor terjadinya pelecehan seksual di kampus, tapi dia lebih fokus ke dua faktor.

“Pertama soal pengetahuan mahasiswanya. Mari secara sadar mengakui sebagian besar dari kita masih mendalami tahap yang sangat awal atas informasi dan kesadaran kritis terhadap isu kekerasan seksual,” ujar Najwa.

“Faktor berikutnya adalah pihak kampus yang tidak siap dan tidak menyiapkan diri untuk mengatasi pelecehan seksual. Sebelum dibuatkan Permendikbud Ristek, rasanya tidak ada aturan yang jelas terhadap kekerasan seksual. Kampus tak ada aksi jika tidak mencuat ke publik,” sambungnya.

Dan dengan adanya pembentukan SATGAS Pelecehan Seksual setiap universitas wajib melaporkan kekerasan yang terjadi dalam kampus di setiap bulannya, dan wajib hukumnya untuk membuat sanksi kepada pelaku, mulai dari sanksi ringan, sedang, hingga berat.

“Buat SATGAS harus ada pelaporan setiap bulan, jika kampus itu melaporkan 0 pelecehan maka kita anggap kampus itu gagal melindungi korban. Karena tidak ada kampus yang benar-benar bersih, kita semua tahu, gak perlu menutupi fakta,” kata Nadiem.

“Dan harus ada sanksi, untuk apa ada satgas tapi gak ada sanksi? Harus berapa kali korban mengalami pelecehan? Gak ada lagi kekerasan seksual, gak ada lagi pelaku yang berkeliaran, buat sanksi dan bikin laporan setiap bulannya. Jika pihak kampus tidak bisa menyelesaikan sendiri, maka mintalah pihak berwajib untuk membantu,” tutupnya.

Nandhita Nur Fadjriah
(FIR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *