Kemunculan Tambang Batu Bara Ilegal Rugikan Investor

Kemunculan Tambang Batu Bara Ilegal Rugikan Investor

Jakarta: Sejumlah pengusaha batu bara sedang berpesta lantaran harga emas hitam mencatatkan rekor harga tertinggi sejak pencatatan Harga Batu Bara Acuan (HBA) pertama kali. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA di Juni 2022 sebesar USD323,91 per ton.
 
Angka tersebut naik 17 persen atau bertambah USD48,27 per ton dibandingkan dengan harga bulan sebelumnya. Namun pengawasan yang kurang ketat bisa berpotensi menyebabkan pertambangan ilegal semakin menjamur, bahkan muncul sengketa bisnis batu bara dan korbannya tak jarang adalah investor.
 
Pengacara dan pegiat HAM Haris Azhar mengeklaim banyak pihak datang padanya untuk permasalahan yang hampir sama. Salah satu yang ditanganinya adalah kasus dugaan penggelapan batu bara. “Mereka menjual batu bara yang sesuai perjanjian seharusnya menjadi milik perusahaan klien saya,” kata Haris, dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 24 Juli 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Haris Azhar menjelaskan modus seperti ini menjadi sangat lazim mengingat harga sedang melonjak tajam. “Pada akhirnya yang dirugikan adalah investor. Lain kali enggak akan ada lagi yang mau berinvestasi di bisnis batu bara,” tuturnya.

“Dan oleh karenanya kami akan proses secara hukum saja, mengingat sepertinya jalan mediasi senantiasa buntu. Mereka bahkan tidak menghargai somasi yang kami kirimkan,” tambahnya.
 
Sementara itu, sebanyak 2.700 Pertambangan Tanpa Izin atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) berpotensi mendapatkan sanksi berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Hal tersebut tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Pasal 158.
 
Berdasarkan data triwulan III-2021, terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lokasi PETI batu bara sekitar 96 lokasi dan PETI mineral sekitar 2.645 lokasi. Salah satu lokasi PETI yang terbanyak yaitu di Provinsi Sumatra Selatan.
 
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi menjelaskan PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batu bara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.
 
“PETI adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horizontal di dalam masyarakat,” pungkasnya.
 

(ABD)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *