Jadi Perhatian G20, Persoalan Pupuk Bisa Tingkatkan Potensi Krisis Pangan

Jadi Perhatian G20, Persoalan Pupuk Bisa Tingkatkan Potensi Krisis Pangan

Jakarta: Negara-negara anggota G20 mengkhawatirkan permasalahan pupuk yang terjadi saat ini. Sebab, itu berpotensi mengurangi pasokan ketersediaan pangan dan memunculkan krisis pangan pada tahun depan.
 
“Masalah pupuk saat ini akan berdampak pada ketersediaan pangan, bahkan krisis pangan dalam delapan sampai 12 bulan ke depan. Jadi kita menuju 2023 yang akan jauh lebih berisiko untuk masalah pangan ini,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Joint Finance and Agriculture Minister Meeting (JFAMM), Rabu, 12 Oktober 2022.
 
Karenanya, G20 mendorong Organisasi Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO) dan Bank Dunia untuk segera melakukan pemetaan kebijakan tiap negara dalam menghadapi ancaman krisis pangan. Ini termasuk mengidentifikasi permasalahan pupuk yang berpotensi menambah guncangan pada krisis pangan dunia.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Pemetaan yang dilakukan FAO dan Bank Dunia dinilai dapat menjadi langkah mitigasi dan mempertajam fokus kebijakan bagi tiap negara dalam menghadapi ancaman krisis pangan. Dengan begitu, diharapkan tiap negara dapat menekan dampak dari krisis pangan yang diperkirakan akan terjadi.
 
Negara-negara G20, lanjut Sri Mulyani, juga menyepakati untuk menggunakan seluruh instrumen kebijakan yang dimiliki untuk menghadapi ancaman krisis pangan. Hal itu disebut menjadi komitmen yang akan dilakukan untuk melindungi masyarakat dunia.
 
“Kami berkomitmen menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia untuk mengatasi bidang kerawanan pangan dan tekanan biaya hidup yang dialami oleh banyak negara,” tuturnya.
 
Salah satu yang akan dilakukan tiap negara untuk mengatasi hal tersebut ialah melalui peningkatan kerja sama dan melakukan inisiatif multilateral. Sejalan dengan itu, G20 juga akan membentuk Sistem Informasi Pasar Pertanian atau Agriculture Market Information System (AMIS) guna mengidentifikasi persoalan jangka menengah di sektor pangan.
 
“Jadi ada begitu banyak inisiatif yang akan dipenuhi dan ada baiknya kita bisa mengidentifikasi area mana yang masih perlu ditangani. Dan ini akan menjadi salah satu bidang yang sangat penting dalam memberikan nilai tambah, tanpa tumpang tindih atau dalam hal ini menciptakan mekanisme yang sudah ada,” terang Sri Mulyani.
 

 
Di kesempatan yang sama, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengutarakan G20 juga berkomitmen untuk memperkuat sektor pertanian dalam fungsinya menyediakan pangan dan gizi yang berkualitas, sekaligus mendukung ekonomi dunia secara inklusif.
 
“Dalam rangka pemulihan dari pandemi dan membangun pertanian yang kuat dan tangguh. G20 berkomitmen untuk memastikan ketahanan pangan dan gizi bagi semua, melalui keseimbangan jaminan produksi pangan dan pertanian nasional, serta jaminan kepastian dan keadilan perdagangan pangan dan pertanian lintas batas negara,” jelasnya.
 
JFAMM G20, tambah Syahrul, turut berkomitmen untuk menghasilkan solusi bersama dengan membentuk skema perdagangan global yang meliputi, pertama, mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan.
 
Kedua, mempromosikan perdagangan pertanian terbuka, adil, dapat diprediksi, transparan, dan non diskriminatif untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi semua. Ketiga, mempromosikan kewirausahaan pertanian inovatif bagi pertanian digital untuk kehidupan petani di pedesaan.
 
“Tiga isu itu saling terkait satu dengan lain dan saat ini menjadi perhatian negara dunia guna mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Pangan adalah human right, oleh karena itu tidak boleh ada barier antarnegara dalam ketersedian, distribusi, dan akses pangan. Ini harus dilakukan secara bersama,” pungkas Syahrul.

 

(HUS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *