Investasi Syariah Dinilai Bisa Jadi Pilihan yang Menguntungkan

Investasi Syariah Dinilai Bisa Jadi Pilihan yang Menguntungkan

Jakarta: Minat masyarakat terhadap investasi, termasuk investasi syariah mengalami kenaikan seiring dengan adanya pandemi beberapa tahun lalu. Serupa seperti investasi pada umumnya, investasi syariah merupakan pengelolaan uang secara efektif dan menguntungkan. 
 
Bedanya, investasi berbasis syariah berpedoman pada bebas riba dan prinsip hukum syariah yang disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat ini ada beberapa jenis investasi syariah yang bisa dipilih masyarakat.
 
Salah satu bentuk investasi syariah adalah Sukuk Linked Wakaf (SLW) yang dikembangkan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Namun SLW memiliki perbedaan prinsip dan cara berinvestasi dengan Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel).





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Wakil Ketua BWI Imam Teguh Saptono memaparkan bahwa pihak-pihak yang terikat pada CSLW tidak mendapatkan imbalan dari wakaf tunai yang dikeluarkan. Ini tentunya berbeda dengan SLW yang merupakan investasi di atas tanah wakaf.
 
“Jika CLWS merupakan produk wakaf, maka SLW adalah produk investasi. Selain itu, CWLS diterbitkan oleh pemerintah, sementara SLW diterbitkan oleh bank syariah sebagai mitra nazir,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 26 Oktober 2022.
 
Di Indonesia, banyak tanah wakaf yang belum dioptimalkan karena nazir kekurangan biaya untuk membangun dan mengelola aset. Di sisi lain, tanah wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, dan dihibahkan sehingga SLW bisa digunakan untuk membiayai pembangunan di atas tanah wakaf.
 
Lembaga filantropi Dompet Dhuafa memiliki program wakaf sebagai salah satu pilihan investasi. Mulai dari Rp10 ribu, masyarakat bisa berwakaf yang diperuntukan bagi wakaf masjid, wakaf pusat belajar mengaji, wakaf sumur, hingga wakaf rumah sakit.
 
Selain wakaf, investasi syariah bisa dilakukan melalui sukuk. Sukuk adalah Surat Berharga Syariah (Efek Syariah) berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama, dan mewakili bagian kepemilikan yang tidak bisa ditentukan batas-batasnya (musya’) atas aset yang mendasarinya (underlying assets). 
 
Underlying assets adalah aset atau obyek dasar yang menjadi penerbitan sukuk, dapat berupa tanah, bangunan, proyek pembangunan, jasa (aset tidak berwujud), hingga hak manfaat atas aset.
 
Lalu ada CWLS Ritel yang merupakan produk keuangan syariah berupa investasi dana wakaf uang pada sukuk negara yang imbal hasilnya disalurkan oleh nazir (pengelola dana dan kegiatan wakaf) untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat. CWLS merupakan instrumen wakaf.
 

 
Kemudian ada reksadana syariah yang dinilai untuk investor pemula karena belum punya pengalaman berinvestasi dan pengetahuan tentang pasar modal. Reksadana juga cocok untuk seseorang yang baru saja beralih dari produk tabungan atau deposito, lalu memutuskan untuk berinvestasi.
 
Ada juga saham syariah yang mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhuan investasi di pasar modal. Berdasarkan statistik saham yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada periode kedua 2021 jumlah saham syariah dalam Daftar Efek Syariah (DES) sebanyak 499.
 
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencatat pertumbuhan saham syariah sebesar 15,5 persen pada rentang Maret 2020 – April 2021. Jika dibandingkan dengan awal 2020 sebelum pandemi, kondisi pertumbuhan jauh berbeda dengan ISSI mencatat minus 16,5 persen.  
 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *