Ini Dia Sosok David Booth, Bos Dimensional Fund Advisors LP, Pemborong Saham Emiten BUMI

Ini Dia Sosok David Booth, Bos Dimensional Fund Advisors LP, Pemborong Saham Emiten BUMI

tribunwarta.com – JAKARTA – Kini giliran investor institusi kakap asal Amerika Serikat (AS), Dimensional Fund Advisors LP yang terpantau agresif memborong saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), hingga 110,03 juta lembar saham.

Sebelumnya perusahaan manajemen aset terbesar yaitu BlackRock juga memborong miliaran lembar saham emiten batu bara di bawah komando Grup Bakrie dan Grup Salim, BUMI.

Dimension Fund Advisors LP diketahui telah memiliki afiliasi dalam dalam beberapa kantor secara global, seperti di AS, Kanada, Inggris, Jerman, Belanda, Australia, Singapura, dan Jepang. Bahkan, tercatat perusahaan tersebut tengah mengelola aset lebih dari US$600 miliar atau setara dengan Rp9.300 triliun,

Lantas, seperti apa profil perusahaan dan siapa sebenarnya David Booth yang merupakan pendiri di balik Dimensional Fund Advisors LP ini? Berikut ulasan Bisnis selengkapnya.

Profil Perusahaan Dimensional Fund Advisors LP

Mengutip dari Chicago Booth, DFA ini didirikan di Chicago pada tahun 1981 oleh David Booth dan Rex Sinquefield.

Melansir dari Bloomberg, Kamis (23/12/2022) Dimension Fund Advisors LP adalah perusahaan manajemen investasi. Perusahaan ini menawarkan manajemen portofolio dan layanan konsultasi kepada investor institusional dan individu berpenghasilan tinggi yang melayani pelanggan di seluruh dunia.

Saat itu, strategi investasi DFA didasarkan pada penerapan hipotesis pasar yang efisien dan berfokus pada penawaran reksa dana pasif berbiaya rendah kepada investor.

Lalu, pada tahun 2009, Dimension mengakuisisi SmartNest, sebuah perusahaan perangkat lunak komputer perencana pensiun. Peneliti Robert C. Merton meninggalkan dewan SmartNest setelah pembelian dan menjadi Resident Scientist di Dimensional.

Namun, pada November 2020, perusahaan mengumumkan akan meninggalkan model bisnis reksa dana yang hanya memiliki akses penasihat dengan menawarkan ETF yang diperdagangkan di bursa dan dapat diakses secara terbuka.

ETF sendiri adalah instrumen investasi kolektif seperti halnya reksa dana, namun perdagangannya dilakukan di bursa saham dan dilakukan dengan sistem jam operasional yang sama dengan bursa saham. Untuk itu, perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB) ETF dilakukan pula selama jam perdagangan berlangsung yang kinerjanya mengacu pada indeks tertentu.

ETF ditujukan untuk memperoleh hasil investasi sesuai atau bahkan melampaui kinerja pasar. Karena itu, yang menjadi acuan dari produk ini adalah indeks saham.

Alhasil, pada akhir 2020 DFA, perusahaan Austin Texas ini mengajukan kepada Securities and Exchange Commission (SEC) untuk meluncurkan 3 dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) yang dikelola secara aktif.

Meski mendapat protes dari beberapa penasihat, tapi ini menjadi keputusan terbaik manajemen untuk bisa bersaing dan meraih kesuksesan yang serupa dengan Vanguard Group, di mana perusahaan tersebut telah meluncurkan ETF sejak 9 tahun lalu dan mampu menarik US$1,2 miliar aset atau setara dengan Rp18,7 triliun dalam tujuh bulan pertama.

DFA Jadi Perusahaan ETF Terbesar di AS

Terbukti, per Januari 2022 kini DFA telah menjadi perusahaan ETF aktif terbesar di AS, di mana pada 2020 lalu, saat awal perusahaan tersebut meluncurkan ETF, mereka mampu mengumpulkan US$1 miliar yang setara dengan Rp15 triliun dalam kurun waktu 4 bulan pertama.

Berdasarkan Bloomberg Intelligence, dengan didorong serangkaian konversi reksa dana yang belum pernah terjadi sebelumnya, aset di seluruh 13 dana yang diperdagangkan di bursa perusahaan telah melonjak menjadi hampir US$46 miliar yang setara dengan Rp717 trilun, melampaui First Trust yang mengelola dana aktif dan pasif sebesar US$45 miliar atau setara dengan Rp702 triliun. Tak heran, jika Dimensional berada di titik puncak dengan aset perusahaan sebesar US$675 miliar atau setara dengan Rp10.530 triliun.

James Seyffart, analis ETF Bloomberg Intelligence pun menilai pertumbuhan dari DFA sangat mengesankan. Bahkan, total daftar ETF perusahaan ini diperkirakan akan terus bertambah, dari yang awalnya 13 bisa menjadi 20.

“95 persen dari aset mereka adalah konversi reksa dana, jadi ini mengesankan tetapi tidak mengherankan, karena mereka telah membawa begitu banyak aset,” katanya.

Kehidupan Awal David Gilberth Booth

Melansir dari Chicago Booth, David Booth lahir di Lawrence, Kansas pada 1946.

Sebagai seorang anak sepertinya yang berasal dari kota kecil di Kansas, dia harus bekerja keras untuk bisa melanjutkan sekolah bisnis dan mengerti akan dunia keuangan. Tak heran, jika Booth dikenal sebagai sosok yang sangat kritis dan selalu mengutamakan pendidikan.

Bahkan, masa studinya pun dihabiskan di wilayah Kansas, di mana pada tahun 1968 hingga 1969, dirinya memperoleh dua gelar akademik secara berurutan, karena telah berhasil menjadi lulusan sarjana dan master di bidang ekonomi di University of Kansas.

Institutional Investor menjelaskan awal mula terbentuknya DFA adalah ketika Booth yang saat itu sedang mengejar gelar master di University of Kansas, membaca karya Fama, seorang mahasiswa Chicago yang sekarang dikenal banyak orang sebagai “bapak keuangan” tengah menerbitkan disertasi untuk mendapat gelar Ph.D dengan menyimpulkan bahwa pergerakan harga saham tidak dapat diprediksi dan menciptakan Hipotesis Pasar Efisien.

Adapun, yang menjadi acuan penelitiannya, sebab kala itu pada tahun 1960, Chicago mulai mengembangkan database pertama untuk harga sekuritas historis dan mengembalikan informasi, yang memungkinkan peneliti menganalisis kinerja pasar dan memulai era keuangan modern.

Alhasil, atas hasil disertasi Fama tersebut membuat Booth tertarik untuk melamar ke sekolah bisnis terkemuka di Chicago pada tahun 1969.

“Waktu itu, saya berpikir akan menjadi seorang profesor. Tapi, setelah mengikuti kelas Fama dan kemudian bekerja untuknya, saya menyadari bahwa saya tidak cocok di bidang akademisi. Mungkin saja, Fama mengira waktu itu saya bekerja keras mendapatkan gelar Ph.D. Padahal tidak,” jelas Booth dilansir dari Chicago Booth, Jumat (23/12/2022).

Hal tersebut pun dikonfirmasi oleh Fama, bahwa dirinya pertama kali berpapasan dengan David Booth di kelas, dan saat itu Fama memanggil Booth sebagai ‘murid terbaik’. Tapi ternyata, Booth memang lebih tertarik untuk menerapkan konsep teori tersebut di dunia nyata.

Momen awal pertemuan Booth dengan Rex Sinquefield, ketika mereka berdua sama-sama menjadi asisten peneliti di universitas tersebut.

Meski, Booth sempat bekerja di Wells Fargo & Co., sebuah perusahaan yang berfokus pengelolaan instrumen reksadana yang bertujuan mendapatkan imbal balik (return) mendekati angka yang dihasilkan oleh indeks acuan.

Namun, ketika perusahaan tersebut bubar, dengan segera Booth dan Sinquefield membentuk DFA pada tahun 1981 dengan memulai eksperimen selama puluhan tahun dalam menerapkan teori akademik ke dalam investasi dunia nyata.

Mantan profesornya, Eugene Fama, menulis hipotesis pasar yang efisien, yang berpendapat bahwa tidak mungkin mengalahkan pasar secara konsisten.

Sejak awal, Booth menghindari pengambilan saham dan berfokus pada penawaran reksa dana pasif berbiaya rendah kepada investor.

Trik itu pun berhasil. Kemudian, pada tahun 1992, Fama dan French, keduanya profesor di sekolah bisnis Chicago, menerbitkan makalah yang meletakkan dasar bagi model tiga faktor mereka, mengidentifikasi sumber pengembalian pasar saham, termasuk nilai dan ukuran.

Tapi, sebelum makalah tersebut dipublikasikan di Journal of Finance, Fama dan French menunjukkan temuan mereka kepada Booth dan Sinquefield. Dimension segera meluncurkan reksa dana kapitalisasi kecil dan kapitalisasi besar.

Tahun-tahun berikutnya DFA menjadi perusahaan investasi dengan pertumbuhan tercepat di AS — dan mereka telah menunjukkan bahwa budaya metodis masih dapat diterima ditengah-tengah banyaknya artificial intelligence.

Bahkan, saat ini Dimensional telah mengelola aset lebih dari US$600 miliar atau yang setara dengan lebih dari Rp9.300 triliun, di mana sebagian besar dikelola melalui penasihat keuangan yang diperiksa secara manual.

Total Kekayaan David Booth

Melansir dari Forbes, David Booth memiliki harta kekayaan mencapai US$1,6 miliar atau setara dengan Rp24 triliun. Tidak ada yang mengetahui pasti bagaimana David Booth menghabiskan kekayaannya.

Namun, diketahui David Booth dan mantan istrinya, Suzanne Deal Booth, memfokuskan upaya filantropi mereka pada institusi pendidikan dan proyek restorasi seni.

Bahkan, David Booth telah memberikan hadiah terbesar sepanjang sejarah untuk sebuah institusi lembaga pendidikan, di mana dana sebesar US$300 juta atau setara dengan Rp4,6 triliun disumbangkan kepada University of Chicago Graduate School of Business.

Hingga, di tahun 2018, Booth kembali melanjutkan komitmennya terhadap filantropi dengan bergabung dalam Giving Pledge.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *