Industri Perlu Lakukan Ini Lho Biar Stunting di Indonesia Makin Turun

Industri Perlu Lakukan Ini Lho Biar Stunting di Indonesia Makin Turun

Jakarta: Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (Appnia) terus mendukung program pemerintah dalam menangani stunting. Saat ini, dari sisi industri, sudah dilakukan berbagai dukungan dalam bentuk ketersediaan layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas.
 
Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting di angka 14 persen pada 2024. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dan sinergi berbagai pihak, agar persoalan stunting dapat lebih cepat dituntaskan. Peran industri, selama ini juga sudah signifikan, dalam mempercepat penanganan kasus stunting.
 
“Visi dan misi Appnia untuk membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Caranya melalui layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah, termasuk program penurunan prevalensi stunting, melalui berbagai program yang sesuai dengan etika usaha,” jelas Ketua Umum Appnia Vera Galuh Sugijanto, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 29 September 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Vera mengatakan, stunting merupakan kondisi ketika balita memiliki tinggi badan di bawah rata-rata akibat asupan gizi yang didapatkan dalam waktu panjang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Masalah ini tidak bisa dianggap sebelah mata sebab berpotensi memperlambat perkembangan otak anak dan meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
 
Menurut dia, Appnia juga senantiasa mendukung  pemenuhan gizi di Indonesia untuk mencapai visi Generasi Emas 2045. Generasi Emas 2045 akan menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di 2045. Untuk itu dibutuhkan generasi masa datang yang sehat dengan kemampuan intelegensi yang kuat, dan hal ini membutuhkan asupan nutrisi yang bagus.
 

“Ini tentunya mimpi bagi kita semua, agar Indonesia bisa menjadi bangsa yang jauh lebih besar, dan jauh lebih sehat, yang benar-benar terlihat di peta dunia,” jelasnya.
 
Namun, kata Vera, semua pasti menyadari dan mengalami betapa pencapaian visi ini mengalami tantangan yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Sehingga, masyarakat pun harus berupaya mendukung pertumbuhan manusia Indonesia menjadi seutuhnya. Dan itu membutuhkan persyaratan, salah satunya pemenuhan gizi yang optimal pada anak.
 
Vera memaparkan pihaknya secara konsisten melakukan inovasi, peningkatan mutu dan fortifikasi produk demi mendukung program pemenuhan zat gizi masyarakat. Adapun salah satu wujud nyata atas dukungan Appbia terhadap pemenuhan gizi dan pencegahan stunting, saat ini beberapa perusahaan anggota Appnia telah berkolaborasi dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan terkait dalammelakukan berbagai progam berkelanjutan di tingkat komunitas berupa program edukasi, peningkatan kapasitas, maupun intervensi pemenuhan gizi yang dilakukan di berbagai daerah.
 
Upaya dan program-program tersebut antara lain adalah Program Duta 1.000 HPK (peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan penguatan kesehatan ibu dan anak), Warung Anak Sehat, Intervensi Gizi bagi daerah stunting di NTT, Suplementasi dan Edukasi Gizi Seimbang, Healthy Kids & Kebun Sekolah, serta Mobil Unit Layanan Gizi Ibu & Anak.
 
Perusahaan anggota Appnia juga telah menerapkan kebijakan cuti melahirkan bagi ibu bekerja selama 3-6 bulan agar ibu dapat mengupayakan pemberian ASI eksklusif bagi bayinya, serta penyediaan Ruang Laktasi pada kantor dan pabrik perusahaan anggota Appnia.
 
“Karena kami sadar gizi yang baik, didukung dengan gaya hidup sehat dan edukasi kesehatan yang menyeluruh akan menciptakan anak Indonesia yang sehat, tangguh, cerdas, serta terbebas dari stunting,” tegas Vera.
 
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan yang diterbitkan pada 2021 mencatat kasus prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Ini artinya, Indonesia masih berada di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen.
 

(AHL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *