Retno menyampaikan, paradigma baru ini dapat menghidupkan kembali semangat perdamaian, menghidupkan kembali tanggung jawab terhadap pemulihan global, dan meningkatkan kemitraan regional.
“Defisit kepercayaan melahitkan kebencian dan ketakutan yang dapat menyebabkan konflik. Kami menyaksikan fenomena ini di banyak bagian dunia,” kata Retno.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kita harus mengubah defisit kepercayaan menjadi kepercayaan strategis,” tegasnya.
Untuk memulai hal tersebut, kata Retno, harus menjunjung tinggi rasa hormat terhadap hukum internasional. Ia menegaskan, prinsip dasar kedaulatan dan integritas teritorial tidak dapat dinegosiasikan.
“Prinsip-prinsip ini harus selalu dijunjung tinggi. Sementara itu, solusi damai adalah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan konflik apapun,” seru Retno.
Ia menegaskan, kebiasaan dialog dan kerja sama akan memupuk kepercayaan strategis. Hal ini menjadi aturan main yang harus dipertahankan jika memang benar-benar menginginkan perdamaian.
“Adalah tanggung jawab kita untuk menerapkannya secara konsisten, tidak selektif, atau hanya jika kita mau,” sambung.
Dalam kesempatan ini, Retno menyampaikan pesan perdamaian Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam kunjungannya ke Ukraina dan Rusia pada Juni lalu. Menurutnya, paradigma baru ini harus diterapkan untuk membuat terobosan di Palestina dan Afghanistan.
Retno mengatakan, sudah terlalu lama orang-orang di Palestina menderita dan mendambakan perdamaian.
“Sampai Palestina benar-benar bisa (menjadi) negara merdeka, Indonesia akan berdiri teguh dalam solidaritas dengan saudara-saudara Palestina kita,” katanya.
Ia juga menyampaikan, orang-orang di Afghanistan pun berhak mendapatkan kedamaian dan hidup sejahtera. Menurutnya, hak-hak semua orang, termasuk perempuan harus sama-sama dihormati.
Retno berharap agar akses pendidikan untuk perempuan dan anak perempuan di Afghanistan bisa segera diberikan.
“Tanpa paradigma baru ini, perdamaian akan tetap menjadi mimpi yang sulit dipahami,” katanya.
Retno yakin, bekerjsa sama dan berkolaborasi dapat mengadopsi paradigma baru yang menciptakan dunia yang lebih baik untuk semua. Ia mengakhiri pidatonya dengan mengatakan,”Ini bukan lagi waktunya untuk berbicara omong kosong. Sekarang adalah waktu untuk menjalankan pembicaraan itu.”
(FJR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.