Finansialku Berbagi Cerita Ramadan: Sebuah Sapu, Itulah Teman Setiaku

Finansialku Berbagi Cerita Ramadan: Sebuah Sapu, Itulah Teman Setiaku

tribunwarta.com – Cerita Ramadan: Sebuah Sapu, Itulah Teman Setiaku adalah sebuah kisah nyata dan perjuangan hidup seorang bapak yang bekerja sebagai tukang sapu di salah satu sekolah swasta ternama di Bandung.

Sebuah Sapu, Itulah Teman Setiaku

Saliman namaku. Aku adalah seorang perantauan dari salah satu daerah di Jawa Tengah dan sudah hampir 45 tahun ini aku merantau di kota Bandung. Sempat aku bekerja di salah satu kontraktor bangunan tapi usia bekerja di tempat itu ternyata tak lama karena bosku gulung tikar.

Tak berpikir panjang, aku mau bekerja apa saja yang penting halal dan membuatku bisa hidup di kota Bandung.

Gagang sapu sudah menjadi temanku selama kurang lebih 30 tahun. Ya… pekerjaanku adalah tukang sapu di kebun salah satu sekolah swasta ternama di kota Bandung. Kedua anakku memang sudah besar, bahkan mereka sudah bekerja dan tidak menyusahkanku lagi.

Tapi, aku tidak mau bermalas-malasan di rumah dan menikmati masa tuaku dengan tidak mengandalkan uang pemberian dari anak-anak dan menantuku.

Aku mau jadi seorang ayah dan mertua yang menjadi panutan dalam bekerja. Bahkan aku ingin menjadi kakek yang rajin bagi cucuku.

Warung di rumahku sudah kuberikan kepada anakku untuk membantunya membuka usaha laundry kecil-kecilan, meski itu yang bisa kuberikan untuk anak bungsuku agar dia bisa memiliki usaha sendiri dan mandiri menghidupi keluarganya yang baru-baru ini mengikat janji suci di KUA.

Kembali ke pekerjaan yang aku lakoni setiap hari, meski menjadi tukang sapu, aku tetap bangga karena dari keringatku sendiri aku bisa menjadikan kedua anakku mandiri, memberi nafkah bagi keluargaku dan aku masih tetap tegak berdiri dengan usia yang semakin dekat dengan sang Ilahi.

Sejak pagi sekitar pukul 6, aku sudah harus melakukan tanggung jawabku di sekolah. Seperti biasa, “sapu lidi” ku genggam erat dan kuayunkan ke kiri dan kanan demi mengumpulkan serpihan helai daun yang berguguran di sekitar taman sekolah.

Aku senang bisa melayani di sebuah lembaga pendidikan, melihat anak-anak berlarian ke sekolah sambil diantar oleh orangtua mereka, persis seperti dulu aku mengantar anakku ke sekolah saat mereka masih bersekolah di salah satu sekolah dasar negeri di daerah Bandung Utara.

Walaupun sebenarnya aku agak iri karena aku sendiri dulu tidak bisa mengecap yang namanya pendidikan. Itulah kenapa aku hanya bisa melakoni pekerjaanku sebagai tukang sapu.

Inilah nasibku, garis hidup yang sudah dilukiskan sang Pencipta untuk melayani para insan bibit unggul yang kelak akan menjadi penerus bangsa melalui pekerjaanku menjadi tukang pembersih kebun.

Memasuki bulan Ramadan, seperti biasa harapanku hanya ingin menuntaskan kewajibanku untuk beribadah puasa. Sekali lagi berkesempatan di tahun ini untuk menjadi panutan bagi anak-anak, menantu dan cucuku dalam beribadah menjalankan salah satu kewajiban seorang Muslim yang taat menjalankan perintah agama.

Berbeda dari tahun sebelumnya, aku merasa badan ini tak sekuat dulu. Rasa lelah lebih cepat datang dan membuat tubuhku rasa tak kuat. Memang inilah sebuah tantangan yang harus aku hadapi untuk menyucikan diri dari rasa haus, lapar dan hawa nafsu. Aku bersyukur setiap tahunnya aku selalu berhasil menunaikan ibadah puasa tanpa ada satu hari pun yang terlewatkan.

Tahun ini pun aku berharap, Sang Pemberi Berkah akan memberiku kekuatan agar dapat melewati bulan Ramadan ini dengan ridho-Nya.

Pelajaran apa yang bisa Anda dapatkan dari cerita Ramadan ini?

Sumber Gambar:

Dokumentasi Pribadi

Free Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Usia 30 an

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *