Fakta Kelangkaan Migor, Kebutuhan 200 Juta Liter Cuma Disebar 3 Juta Liter, Duh!

Fakta Kelangkaan Migor, Kebutuhan 200 Juta Liter Cuma Disebar 3 Juta Liter, Duh!

Jakarta: Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri pada Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan, mengungkap minyak goreng (migor) kemasan dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter hanya terdistribusi 3 juta liter. Sementara, kebutuhan migor dalam negeri 200 juta liter per bulan.
 
Hal itu disampaikan Nurwan saat menjelaskan kronologi terbitnya kebijakan pemenuhan kewajiban pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) 20 persen oleh produsen migor. Kebijakan itu untuk menekan kelangkaan dan meroketnya harga migor.
 
“Hanya 2-3 juta yang dipenuhi. Padahal yang kita targetkan kebutuhannya adalah 200 juta liter, tidak tersedia, bahasanya itu,” kata Nurwan saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 29 September 2022.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Nurwan menjelaskan Kemendag telah mengupayakan menekan harga migor sejak awal 2022. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) 01 Tahun 2022.
 

Pemerintah menetapkan satu harga migor sebesar Rp14 ribu per liter. Skema yang digunakan yakni pemerintah membayarkan selisih harga kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian melalui subsidi dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
 
“Sehingga, pelaku usaha bisa mengklaim ke BPDPKS atas selisih harganya, setelah melengkapi dokumen penyalurannya sampai tingkat ritel,” ujar Nurwan.
 
Namun, kebijakan itu tak terimplementasi dengan baik. Mestinya, ada 11 juta liter migor Rp14 ribu yang didistribusikan oleh produsen ke ritel. Namun, ada 4-5 juta liter migor tak terdistribusi.
 
“Jangankan 200 juta liter yang kita anggarkan, dari komitmen mereka yang sukarela, yang masih tersisa, kurang lebih sisanya 4-5 juta liter dari komitmen 11 juta liter,” jelas Nurwan.
 
Lebih lanjut, Kemendag menerbitkan Permendag lanjutan hingga terbitnya skema DMO pada Permendag 08 Tahun 2022. Skema itu yang menjadi titik awal terungkapnya perkara korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kemendag.
 
Oke Nurwan dihadirkan sebagai saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Dia bersaksi untuk lima terdakwa pada perkara ini.
 
Kelima terdakwa yakni, eks Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
 
Perbuatan melawan hukum mereka itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kemendag. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
 
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 

(ADN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *