Energi perubahan di balik budi daya jagung petani sawit Air Enau

Energi perubahan di balik budi daya jagung petani sawit Air Enau

tribunwarta.com – Kehidupan Saryono berkutat di empat hektare kebun sawit miliknya di Desa Air Enau, Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Sebelumnya, ia tinggal di Lampung dan bercocok tanam padi. Dengan menanam kelapa sawit, ia berharap akan mendapat hasil lumayan dibanding jika menanam komoditas pangan.

Tak mudah melakukan budi daya kelapa sawit. Saryono baru menanam pada 2020. Butuh waktu setidaknya empat tahun untuk panen. “Itu pun kalau diurus dengan bagus. kalau tak bagus, baru lima atau enam tahun baru panen,” katanya.

Usia kelapa sawit milik Saryono baru dua tahun pada 25 Desember 2022. Masih dua tahun lagi untuk menuai hasil, dengan harga satu kilogram tandan buah segar saat ini sekitar Rp2.000. Sebelum hari itu datang, ia menanam jagung dan padi untuk bertahan hidup.

“Kegiatan saya sehari-hari sebagai petani kalau pagi saya nyadap. Habis nyadap saya ke kebun jagung. Pulang dari kebun jagung, saya cari rumput untuk sapi peliharaan. Sore ngurusi jagung lagi,” kata Saryono.

Saryono adalah satu dari ribuan petani kelapa sawit di Muara Enim. Situs resmi Pemerintah Kabupaten Muara Enim mencatat bahwa potensi luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai 24.057 hektare dengan produksi sebesar 420.540 ton.

Besarnya potensi ini tentu saja juga diikuti sekian persoalan. Dengan masa panen kurang lebih lima tahun dan replanting (penanaman kembali) dalam waktu 20 tahun, kelapa sawit tidak bisa dijadikan satu-satunya sumber pendapatan masyarakat petani. Masyarakat petani membutuhkan sumber pendapatan lain untuk bisa menyambung hidup. Apalagi harga sawit tak stabil dan ada kecenderungan terjadi penurunan harga. Potensi meningkatnya angka kriminalitas karena urusan perut membayang di depan mata jika tak diatasi.

Persoalan lainnya adalah persoalan lingkungan. Pembakaran lahan sawit pada masa replanting berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Belum lagi emisi gas karbon setara 11.010 ton CO2 (karbon dioksida)setiap 30 hektare, dilepaskan ke udara dan berdampak pada kesehatan masyarakat desa.

Sederet persoalan ini rupanya menjadi perhatian PT Pertamina EP Field Limau yang merupakan bagian dari Region 1-Sumatera PT Pertamina Hulu Rokan. Ada komitmen green leadership yang ingin menjadikan Pertamina sebagai perusahaan di sektor hulu migas yang berorientasi terhadap kelestarian lingkungan, serta memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan di sekitar wilayah kerja operasi perusahaan.

Pertamina juga memiliki misi melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk pengembangan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Perusahaan juga harus bisa menciptakan hubungan yang harmonis, iklim sosial dan usaha yang kondusif serta berkesinambungan untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan.

“Kebakaran hutan terjadi, biasanya karena memang tidak ada pengetahuan atau informasi masif kepada masyarakat,” kata Agus Amperianto, General Manager Zona 4 Region 1-Sumatera Pertamina Hulu Rokan (PHR), belum lama ini.

Hutan alam juga bisa kehilangan fungsinya, karena model monokultur sawit. Belum lagi penggunaan pupuk kimia hingga 5,5 ton per hektare per tahun merusak kesuburan tanah.

Agus menilai dengan prinsip green leadership, deretan persoalan yang dihadapi membutuhkan inovasi sosial yang radikal. “Radikal karena yang harus dilakukan adalah program yang mengubah secara keseluruhan, baik komponen maupun sistem yang ada,” katanya.

Program yang dibuat untuk masyarakat ini seharusnya berdasarkan kebutuhan masyarakat, dan memperhatikan banyak aspek, seperti kelestarian lingkungan, nilai tambah bagi petani sebagai pemangku kepentingan, hingga penciptaan iklim sosial yang kondusif.

“Kami punya target, sebagai perusahaan yang tak hanya beroperasi di sektor migas, tapi juga mengedepankan semangat enviromental friendly company dan social responsibility serta good corporate governance,” kata Agus.

Analisis dan penilaian menyeluruh dilakukan. Desa Air Enau merupakan wilayah yang kering dan di selalahan sawit maupun lahan kosong belum termanfaatkan. Dari sini Pertamina memandang perlu ada program pengelolaan lingkungan dengan memperhatikan aspek efisiensi energi dan penurunan emisi.

Pertamina melihat adanya potensi budi daya jamur tongkol jagung dan kompos batang jagung, serta potensi tanaman obat keluarga dan sayur organik. Setiap kali panen ada 33 ton limbah tongkol jagung untuk media tanam jamur dan 27.620 ton limbah batang jagung yang bisa dijadikan kompos. Emisi gas rumah kaca bisa diturunkan setara dengan 22.020 ton CO2 karena tidak ada lagi pembakaran limbah jagung.

Selain jagung, budi daya tanaman obat keluarga dan sayur organik bisa dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang belum maksimal. Ini juga menjadi pintu bagi pemberdayaan atau penguatan kaum perempuan, karena selama ini budidaya sawit identik dengan kaum lelaki.

Program Niat Mila

Dari situlah kemudian muncul program Niat Mila, akronim dari Pertaganik Sehat Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan, yang meliputi enam kegiatan. Kegiatan itu adalah program Ketahanan Pangan Terpadu Desa Air Enau (Ketan Duren), Kompos Limbah Sawit (Kolisa), pembentukan Masyarakat Peduli Api (Mas Pepi), Budidaya Jamur dari Tongkol Jagung (Bujang Tanggung), Limbah Batang Jagung jadi Kompos (Limbung Kempos), Tanaman Obat Keluarga dan Sayur Organik Desa Air Enau (Toga Soda).

Ada tiga unsur core competency atau kompetensi inti yang diperhatikan dalam menjalankan program-program tersebut. Pertama, transfer pengetahuan dan keterampilan. Dari aspek HSSE (Health Safety Security Environment), dilakukan pelatihan pembuatan pupuk organik, safety induction, dan pemadaman api. Dari aspek finansial, Pertamina memberikan pelatihan pengelolaan keuangan kelompok di masyarakat, dan dari aspek relasi, diadakan pelatihan pemasaran produk.

Pengembangan kompetensi inti juga berbasis LCA (Life Cycle Assessment), yakni mengurangi dampak potensi penghangatan global atau global warming potential yang setara 34.180 ton CO2, dan mengurangi human toxicity setara 0,0031 kilogram DCB (Dichlorobenzenes).

Unsur kompetensi inti lainnya adalah unsur sensitifitas dan daya responsif terhadap kondisi krisis akibat bencana. Dalam mengantisipasi global warming, Pertamina memfasilitasi penanaman jagung pada lahan seluas 30.000 meter persegi yang dapat meningkatkan serapan karbon di udara. Selain itu, pemanfaatan tongkol dan batang jagung juga mengurangi pembakaran sampah organik.

Pertamina mengupayakan jalan agar petani tidak membakar limbah sawit sisa replanting sehingga mengurangi potensi kebakaran hutan. Menghadapi dampak pandemi COVID-19, masyarakat petani diajari produk jamu olahan memiliki nutrisi untuk meningkatkan kebugaran dan daya tahan tubuh.

Pekerjaan rumah pertama yang harus dilewati adalah meyakinkan masyarakat lokal yang menjadi sasaran program. Saryono dan kawan-kawannya di kelompok tani Enau Jaya awalnya agak ragu menerima tawaran Pertamina untuk melaksanakan program itu. Masalah sarana dan prasarana menjadi titik keraguan. Namun para petugas pengembangan komunitas (community development officer) Pertamina meyakinkan bahwa semua akan difasilitasi, termasuk soal pasar.

“Awalnya teman-teman agak resisten. Mereka tidak percaya. Saya sampaikan kepada mereka menunggu masa replanting cukup lama. Kami yakinkan bahwa diversifikasi sawit dengan cara tumpangsari bisa menguntungkan. Apalagi kami memilih jagung superhibrida,” kata Agus.

Pertanian zero waste

Para petani diajak berinovasi dengan sistem pertanian zero waste. Semua bagian dari jagung dimanfaatkan, mulai dari limbah batang jagung yang dijadikan kompos, limbah tongkol jagung untuk budi daya jamur, hingga budidaya toga dan pembuatan jamu olahan.

“Inovasi sosial yang kami buat boleh dibilang pertama kali di Sumatera Selatan. Kami tak hanya mengandalkan sawit,” kata Agus Amperianto yang pernah menjadi Manager Field Ramba, GM Pertamina EP Asset 4, dan GM Pertamina Hulu Mahakam.

Tawaran ini cukup menggiurkan para petani. Komoditas bibit jagung super hibrida resisten terhadap kekeringan dan berpotensi menghasilkan 11,94 ton per hektare. Pertamina juga menyediakan bajak rotary untuk pengolahan limbah sawit.

Soal pasar, kata Agus, mereka tak perlu galau karena mendapat kontrak jaminan pembelian hasil panen selama lima tahun. Pertamina menggandeng sejumlah mitra yakni PT Berkat Jagung Jaya, PT Indoditas Duta Raya, dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Badan Pengurus Daerah Sumatera Selatan untuk memperkuat pasar produk para petani.

Partisipasi warga menjadi kata kunci bagi program Pertamina. Saryono mulai mendekati kaum perempuan untuk ikut berperan dalam program itu. Salah satunya adalah Maryati, yang kemudian membuat Kelompok Wanita Tani Subur Makmur pada medio 2022 di Dusun II.

Selain Maryati, ada Yapika Diyanti di Dusun I yang mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Jaya Sari. Awalnya, kelompok ini hanya terdiri atas 13 orang perempuan. Mereka mendapat pelatihan cara menanam jamur, sayur, dan tanaman obat keluarga (toga) intensif dari Pertamina.

“Kami mulanya coba-coba saja menanam toga, manfaatkan tongkol jagung untuk membuat jamur, dan membikin kompos. Ibu-ibu lainnya melihat dan tertarik,” kata Yapika.

Jumlah anggota KWT Jaya Sari pun bertambah menjadi 30 orang. Mereka selama ini tak ada pekerjaan di rumah dan ingin menambah penghasilan keluarga.

Perubahan radikal yang diharapkan Agus pun mulai terlihat. Pembakaran lahan sudah tak terlihat. Angka kriminalitas berkurang 37,5 persen. Kohesivitas masyarakat meningkat. Dalam hal budi daya pertanian, pupuk kompos batang jagung mengurangi penggunaan pupuk kimia 29,7 persen. Ini sejalan dengan program pemerintah yang mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia di kalangan petani.

Para perempuan pun lebih bahagia karena berdaya dalam membantu perekonomian keluarga. Indeks Kepuasan Masyarakat menunjukkan angka 82,17. Sangat memuaskan. Sebuah hasil yang dibangun dari rasa saling percaya.

“Sepanjang niat kami baik, masyarakat akan merespons dengan baik. Becik ketitik ala ketara. Masyarakat bagian dari keluarga kita. Di mana kita tinggal, di situlah masyarakat jadi bagian keluarga kita,” kata Agus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *