Emiten Salim (INDF) & Irwan Hidayat (SIDO) Dipukul Dolar

Emiten Salim (INDF) & Irwan Hidayat (SIDO) Dipukul Dolar

tribunwarta.com – Bank Indonesia (BI) memastikan nilai tukar rupiah akan menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS), asalkan gejolak pada pasar keuangan global mereda. Sayangnya, beberapa emiten justru sudah terdampak dengan Rupiah yang terus melemah selama beberapa waktu terakhir.PT Segar Kumala Indonesia Tbk. (BUAH) misalnya laba bersihnya turun hingga 21,24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, karena peningkatan beban pokok penjualan yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual menjadi Rp 20 miliar . Segar Kumala memperhatikan daya beli masyarakat yang akhirnya berdampak pada peningkatan beban pokok penjualan yang cukup signifikan BUAH, sebesar 38,94% menjadi Rp 858,32 miliar.”Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya laba pada Kuartal III/2022 ini. Kenaikan biaya pembelian yang disebabkan oleh kenaikan kurs Dollar, kenaikan biaya pengiriman (Freight cost), kenaikan harga pembelian yang disebabkan adanya lockdown di Negara asal khususnya China dan kenaikan biaya angkutan,” ungkap Direktur Utama BUAH Renny Lauren dalam keterangan resmi, Kamis (1/12/2022).

Sementara itu, secara keseluruhan kinerja Perseroan hingga Kuartal III/2022 telah membukukan pendapatan Rp 943 miliar atau tumbuh 35,68% (yoy). Hingga akhir tahun, Direktur BUAH Toni Soegiarto tetap mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Isu resesi, menurunnya daya beli masyarakat, kenaikan harga pembelian, dan hal lain yang tentunya akan dan bahkan sedang Perseroan hadapi.”Manajemen tentunya menyusun skema dan strategi agar tetap dapat mencapai target BUAH kedepannya,” ujarnya.Toni mengungkapkan bahwa isu resesi menjadi salah satu faktor utama, karena daya beli masyarakat cenderung menurun. Toni mengatakan saat ini secara kinerja kendati pendapatan Perseroan terus bertumbuh tetapi memang belum dapat mengerek laba secara maksimal. Hal itu disebabkan karena BUAH masih mempertahankan harga jual meski secara HPP mengalami kenaikan.Selain BUAH, emiten farmasi dan jamu, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) atau Sido Muncul mengakui adanya kenaikan harga bahan baku karena rupiah yang terus tertekan. Sehingga mau tak mau perseroan melakukan strategi untuk mempertahankan kinerja perseroan agar tetap positif.”Kenaikan harga bahan memang akan meningkatkan harga pokok produk, tapi hal ini telah diantisipasi dengan adanya kenaikan harga jual,” kata Direktur Utama Sido Muncul David Hidayat beberapa waktu lalu.Meski begitu, Sido Muncul cukup optimistis kinerja perusahaan akan tetap terjaga, seiring dengan pulihnya permintaan pada kuartal IV 2022. Adapun, untuk meminimalisir dampaknya ke kinerja keuangan 2022, SIDO pun melakukan sejumlah langkah antisipasi, salah satunya dengan menaikkan harga jual produk.”Sehingga bisa sedikit mengurangi dampak perubahan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap kinerja keuangan,” tuturnya.Hingga kuartal III 2022, SIDO malah mencetak penurunan kinerja, baik penjualan maupun laba bersih, masing-masing 5,85% dan 16,75% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Situasi ekonomi menjadi salah satu alasan boncosnya kinerja SIDO.

Manajemen menuturkan, kondisi bisnis perseroan selama tahun 2022 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kenaikan inflasi di kuartal II-2022. Kondisi tersebut dinilai ikut berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah dan menengah ke bawah.Bukan cuma BUAH dan SIDO, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan selama sembilan bulan tahun ini. Emiten milik Grup Salim ini membukukan penurunan laba bersih 14,07% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 4,64 triliun.Padahal, penjualan INDF mencetak kenaikan menjadi Rp 80,82 triliun. Realisasi itu tumbuh 11,01% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 72,80 triliun.Direktur Utama Indofood Anthony Salim mengatakan bahwa capaian kinerja sembilan bulan ini cukup positif. “Di tengah berbagai hambatan global, Indofood telah dapat mencatatkan kinerja yang solid selama periode sembilan bulan di tahun 2022 ini,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/11).Dijelaskan, laba usaha INDF naik 16% menjadi Rp 14,18 triliun dari Rp 12,23 triliun. Kenaikan ini diikuti dengan kenaikan margin laba usaha dari sebelumnya 16,8% menjadi 17,6%. Ia juga memaparkan, tanpa memperhitungkan non-recurring items dan selisih kurs maka laba inti INDF meningkat 16% secara tahunan menjadi Rp 6,49 triliun dari sebelumnya Rp 5,62 triliun. Sebagai informasi, INDF mengalami kenaikan beban keuangan sebesar 167,98% menjadi Rp 5,44 triliun.Kenaikan tersebut disebabkan rugi neto atas selisih nilai tukar mata uang asing dari aktivitas pendanaan menjadi Rp 3,14 triliun dari sebelumnya Rp 143,76 miliar.”Kami tetap berkomitmen untuk fokus pada daya saing biaya serta menjaga keseimbangan antara pangsa pasar dan profitabilitas,” pungkas Anthoni.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *