Eks Pegawai Semprot KPK yang Kaji Restorative Justice di Perkara Korupsi

Eks Pegawai Semprot KPK yang Kaji Restorative Justice di Perkara Korupsi

Jakarta: Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengkaji penerapan restorative justice dalam perkara rasuah. Kejahatan korupsi dinilai tidak bisa diselesaikan dengan metode itu.
 
“Konsep restorative justice untuk kasus korupsi tidak bisa diterapkan. Karena berdasarkan United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) kejahatan korupsi termasuk kejahatan luar biasa, bersama-bersama narkotika dan terorisme,” kata Praswad melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 Oktober 2022.
 
Mantan pegawai KPK itu mengibaratkan bila menerapkan restorative justice, semua koruptor akan menganggap korupsi seperti berdagang atau transaksional. Jika ketahuan dan tertangkap, tinggal bayar.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Sebaliknya tidak ketahuan, selamat,” ucap Praswad.

Ia meminta KPK tak mereduksi kejahatan tindak pidana korupsi dari kejahatan luar biasa, menjadi kejahatan biasa. Sebab, korupsi mengakibatkan dampak yang luas bagi masyarakat.
 
“Kehancuran yang diakibatkan tindak pidana korupsi efeknya sampai ke seluruh urat nadi bangsa dan yang paling menderita adalah rakyat miskin yang haknya dirampas oleh para koruptor,” ucap Praswad.
 
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengakui bahwa pihaknya tengah mengkaji restorative justice pada perkara korupsi. Sebab, hal itu dinilai merupakan masukkan dari publik.
 
“Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi,” ucap Ghufron melalui keterangan tertulis.

Kendati demikian, ia belum yakin menerapkan restorative justice untuk penyelesaian kasus tindak pidana rasuah. Sebab, perkara korupsi berbeda dengan tindak pidana umum dan banyak hal yang perlu diperhatikan.
 
“Pertanyaannya, kalau kejahatannya bersifat mencederai kepentingan publik seperti tindak pidana korupsi misal suap, di mana seharusnya pemimpin bekerja untuk publik tapi tidak (dia lakukan, itu) bagaimana? Keadilan di hadapan publik itu bagaimana me-restore-nya?,” ucap Ghufron.
 
Usul restorative justice dikemukakan Johanis Tanak saat dirinya ikut tahapan seleksi Wakil Ketua KPK di DPR. Teranyar, ia berpendapat bahwa usulannya itu hanya sekadar opini.
 
“Itu kan cuma opini, bukan aturan,” ujar Johanis usai pelantikan dirinya sebagai wakil ketua KPK di Istana Negara, Jumat, 28 Oktober 2022.

 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *