Dihantui Resesi, Bahlil: Mudah-mudahan Indonesia Tak Jadi Pasien IMF

Dihantui Resesi, Bahlil: Mudah-mudahan Indonesia Tak Jadi Pasien IMF

Jakarta: Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan ada 28 negara yang tengah antre menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF) di tahun depan. Indonesia pun diharapkan tak menjadi pasien IMF di tengah ancaman ekonomi gelap di 2023.
 
Dalam catatan IMF, sepertiga ekonomi di dunia tengah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.
 
“Sebanyak 16 negara sudah masuk pasien IMF, 28 negara lagi antre. Menurut data yang tidak bisa saya jelaskan gamblang, negara yang sedang antre menjadi pasien IMF itu tidak hanya negara berkembang. Jangan sampai kita menjadi negara pasien IMF,” kata Bahlil saat konferensi pers secara daring, Senin, 24 Oktober 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Meski ada bayangan awan gelap ekonomi di 2023, tidak menyurutkan optimisme Bahlil dalam mengincar target investasi yang naik dari Rp1.200 triliun di tahun ini menjadi Rp1.400 triliun di tahun depan.
 
Adapun sektor prioritas investasi yang dibidik pemerintah ialah sektor hilirisasi tambang, perkebunan, infrastruktur, sektor gudang, pariwisata, dan telekomunikasi.
 
“Memang ekonomi 2023 itu gelap, tidak main-main ini. Tapi, Indonesia punya secercah harapan, target (investasi) kita di tahun depan naik jadi Rp1.400 triliun. Kami harus optimistis, tapi kan harus terukur. Jangan optimistis yang membabi buta,” tegasnya.
 

 
Bahlil menegaskan, ekonomi Indonesia yang masih dapat tetap tumbuh karena adanya penanganan pandemi covid-19 yang baik. Berbeda dengan Amerika Serikat yang mana sempat mengalami inflasi hingga di atas sembilan persen karena lambannya penanganan pandemi. Hal tersebut kata Bahlil, disampaikan langsung oleh Chairman of the Board and CEO Freeport McMoRan (FCX) Richard C. Adkerson.
 
“Saya kasih kuliah umum, saya ditemani Richard. Dia mengatakan di AS lamban mengendalikan covid-19, sedangkan kita lebih cepat,” ucapnya.
 
Ia juga mencontohkan seperti di Inggris yang mengalami krisis pangan. Menteri Investasi menyinggung masalah tersebut karena adanya perubahan kebijakan seiring pergantian kepemimpinan atau perdana menteri (PM) secara singkat.
 
“Pernah tidak terbayang Inggris yang hebat akan mengalami persoalan itu. Selain soal perang Ukraina, itu karena ada pergantian PM. Kepemimpinan negara mana pun penting menentukan keberlangsungan negara tersebut di tengah kondisi yang tidak pasti,” pungkas Bahlil.
 

(HUS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *