Di Sampit, Buang Sampah Sembarangan Bisa Kena Sanksi Adat

Di Sampit, Buang Sampah Sembarangan Bisa Kena Sanksi Adat

Sampit: Kini bagi siapa pun yang membuang sampah sembarangan di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, dikenai sanksi hukum adat Dayak.
 
“Ini resmi diberlakukan di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Ketapang pionir dan ini pertama di Kalteng,” kata Bupati Halikinnor, di Sampit, Sabtu, 15 Oktober 2022.
 
Dia mengatakan, satu atau tiga bulan berikutnya, Kecamatan Baamang juga diinstruksikan wajib juga melaksanakan. Hal ini sebagai barometer, sehingga nanti hukum adat juga diberlakukan terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang bandel.
 
Sebelumnya, Bupati juga mengukuhkan sebanyak 36 orang mantir adat. Mereka bertugas di desa, kelurahan dan kecamatan untuk membantu damang kepala adat dalam menjalankan peraturan adat Dayak setempat.
 
Halikinnor mengapresiasi dan menegaskan dukungannya terhadap terobosan berupa pemberlakuan sanksi adat bagi pembuang sampah sembarangan tersebut.
 

Menurutnya, penanganan masalah sampah di Sampit tidak hanya terkait peningkatan armada dan sarana pengelolaan sampah, tetapi juga mendisiplinkan masyarakat untuk peduli dan sadar tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
 
“Ini juga sejalan dengan tekad pemerintah daerah dalam mewujudkan Sampit Terang dan Bebas Banjir, karena sampah yang menyumbat drainase bisa memicu banjir di dalam kota ini. Saya harap terobosan bisa diikuti kecamatan lainnya,” ujar Halikinnor.
 
Camat Mentawa Baru Ketapang Eddy Hidayat Setiadi mengatakan, kemajuan daerah membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif, di antaranya adalah penumpukan sampah.
 
Inovasi pemberlakuan sanksi adat tersebut berkat pemikiran damang beserta jajaran, sekretaris camat dan kepala desa setempat.
 
Sosialisasi pemberian sanksi ada bagi pelaku pembuang dampak tidak pada tempatnya atau sembarangan tersebut sudah dilakukan sejak dua bulan terakhir dan mendapat respons bagus dari masyarakat.
 

“Tujuan penerapan bukan untuk menghukum, menakuti atau mencari keuntungan. Duitnya tidak ada buat camat atau damang. Aturan adat sudah ada mengatur itu. Ini edukasi dan memberi pemahaman agar masyarakat sadar hidup bersih, sehingga menjadi kebiasaan dan budaya masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan,” jelas Eddy.
 
Damang Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Fitriansyah menjelaskan, pemberlakuan sanksi adat merupakan bentuk dukungan lembaga adat terhadap program pemerintah, dalam hal ini adalah kebersihan karena sampah diakui menjadi masalah luar biasa di Sampit, khususnya di kecamatan setempat.
 
Warga bisa menyampaikan laporan kepada ketua RT atau RW, kemudian ke kelurahan hingga ke kecamatan. Setelah itu akan dilakukan sidang adat untuk mengambil keputusan. Jika terbukti, maka akan ditetapkan jenis sanksi yang akan diberikan.
 
Dalam memutuskan sanksi, akan dipertimbangkan dari sisi kuantitas atau jumlah sampah serta kualitas atau tingkat bahaya akibat sampah tersebut. Sanksi sosial akan dikedepankan, namun tidak menutup kemungkinan diberlakukan sanksi dalam bentuk uang jika pelanggarannya dinilai sudah berat.
 
“Kami akan terapkan sanksi sosial dulu. Misalnya ada yang ngeyel dan sengaja membuang sampah atau mengotori Kotim, maka akan disanksi sosial sebagai bentuk denda awal. Sanksinya misalnya berupa menjadi pekerja sosial di Dinas Lingkungan Hidup atau membersihkan depo sampah, pinggir jalan atau rumah ibadah,” terang Fitriansyah.
 

(MEL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *