Cerita Warga Lolos dari Kengerian Penembakan Massal di Thailand

Cerita Warga Lolos dari Kengerian Penembakan Massal di Thailand

Uthai Sapan: Seorang warga menceritakan penembakan massal di Thailand yang mengganggunya. Namun dia beruntung cucu lolos dari peristiwa menyeramkan itu.
 
Cucu perempuan Jeeran yang berusia tiga tahun sedang tidur di rumahnya pada Kamis 6 Oktober 2022 sore, sama seperti beberapa anak lain seusianya yang sedang tidur siang di kamar bayi di dekatnya.
 
Cucu perempuannya merasa tidak sehat selama beberapa hari dan karena itu tidak dapat bergabung dengan teman-temannya di pusat penitipan anak.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Karena putaran nasib inilah balita itu nyaris terhindar dari serangan teror yang mengerikan di mana seorang mantan polisi -,bersenjatakan pistol dan pisau,- membunuh dan melukai puluhan orang di lingkungan terpencil Nong Bua Lamphu, timur laut Thailand.
 
Sebagian besar korban tewas adalah anak-anak, dengan yang termuda hanya berusia tiga tahun.
 
Setelah menyerang tempat penitipan, penyerang melarikan diri dari tempat kejadian dengan sebuah truk pick-up. Dia kemudian membunuh dan melukai lebih banyak korban saat dia berkendara ke rumahnya, di mana dia menembak dirinya sendiri sampai mati setelah membunuh istri dan anaknya.
 
Sebanyak 37 korban tewas dan sepuluh orang mengalami luka-luka. Tragedi pada Kamis mengejutkan seluruh bangsa, di mana serangan teror semacam ini jarang terjadi.

Sangat terganggu

Jeeran, 53 tahun, tinggal bersama istri dan cucunya. Rumah mereka terletak hanya beberapa meter dari kamar bayi, tempat biasanya cucunya pergi bermain dan belajar.
 
“Saya sangat terguncang. Saya merasa sangat sedih untuk anak-anak,” kata Jeeran, seorang petani.
 
“Saya mengenal orang tua korban karena mereka semua tinggal di sekitar sini,” katanya kepada Channel News Asia.
 
“Ini seharusnya tidak pernah terjadi. Saya telah hidup lebih dari 50 tahun. Saya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Saya mendengar suara tembakan tapi saya pikir itu petasan,” imbuhnya.
 
Menurut Rumah Sakit Nong Bua Lamphu, 24 korban meninggal di kamar bayi. Tujuh lainnya tewas di dekatnya dan lima lainnya meninggal di rumah sakit. Tujuh orang masih dirawat di rumah sakit hingga Jumat.
 
Di luar fasilitas penitipan anak, Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha meletakkan buket bunga untuk berduka atas hilangnya nyawa tak berdosa.
 
Dia menyampaikan belasungkawa dan menegaskan dukungannya kepada kerabat para korban yang telah berkumpul di sana dan memberi mereka bantuan keuangan dari berbagai unit pemerintah.
 
“Saya sangat menyesal dari lubuk hati saya,” kata Prayut kepada kerabat pada Jumat sore.
 
“Pemerintah dan saya sangat menyesal, begitu juga rakyat Thailand,” imbuhnya.
 
Raja dan Ratu Thailand dijadwalkan mengunjungi para penyintas dan keluarga korban di Nong Bua Lamphu pada Jumat malam.


Bagaimana dia bisa melakukannya?

Di Kecamatan Uthai Sawan, tempat penyerangan terjadi, warga masih terguncang oleh tragedi yang merenggut puluhan nyawa tak berdosa.
 
Thongmuan Chanwiset, seorang penjual makanan lokal, mengingat dengan jelas betapa takut dan khawatirnya dia ketika berita pembantaian itu menyebar pada hari Kamis.
 
Tokonya terletak beberapa kilometer dari TKP. Ketika dia mendengar pria bersenjata itu melarikan diri dengan truk pick-up dengan senjata, dia pikir dia bisa datang ke rumahnya.
 
“Pelanggan mengatakan seseorang menembak. Aku hanya berdiri di sana, tidak yakin harus berbuat apa. Saya terguncang dan takut,” kata pria berusia 48 tahun itu.
 
“Saya meninggalkan etalase dan hanya tinggal di dalam rumah saya. Saya mengunci pintu dan tidak keluar. Jalan itu kosong. Tidak ada anak-anak, tidak ada orang, hanya kendaraan besar dari pihak berwenang yang lewat,” imbuhnya.
 
Thongmuan juga membawa putrinya yang berusia 21 tahun ke dalam rumah, bersama dengan menantunya.
 
“Saya merasa tidak bisa berkata-kata. Saya merasa sangat kasihan pada anak-anak. Mereka tidak tahu apa-apa. Bagaimana dia bisa melakukan itu?” katanya.
 
“Saya masih kaget. Itu tidak akan hilang. Setiap kali ada suara keras yang dibuat oleh mobil di luar, saya merasa seperti terkena serangan jantung. Saya akan merasa terkejut. Ini tidak pernah terjadi padaku sampai kemarin,” ceritanya.
 
Penjual makanan tidak pernah mengharapkan kekerasan seperti ini di lingkungannya, seperti Jeeran.
 
Ketika dia mendengar berita itu pada Kamis, dia mengatakan kepada istrinya untuk membawa cucu perempuan mereka ke rumah putra mereka yang berjarak 3 kilometer, karena dia tidak yakin apakah penyerang akan kembali ke tempat kejadian dan melukai lebih banyak orang.
 
“Kami sering pergi ke kamar bayi. Di akhir pekan, kami juga akan membawanya ke area itu untuk bermain karena kami tinggal dekat dan ladang kami ada di sini,” menurut Jeeran.
 
Namun, setelah tragedi itu, Jeeran mempertimbangkan untuk membawa cucunya ke kamar bayi yang berbeda karena dia merasa tempat yang biasanya dia kunjungi tidak lagi aman.
 
“Tidak ada yang mengira seseorang akan pergi ke sana dan melakukan itu,” katanya.
 
“Penyerang juga membawa anaknya ke kamar bayi. Jadi, para guru mengira dia hanya datang untuk mengambil susu,” pungkasnya.
 

(FJR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *