Cegah Perkawinan Anak di Kabupaten Jember Melalui Keterlibatan Kelompok Muda

Cegah Perkawinan Anak di Kabupaten Jember Melalui Keterlibatan Kelompok Muda

SURYA.CO.ID, JEMBER – Tingginya kasus perkawinan anak di Kabupaten Jember menjadi salah satu faktor digelarnya program ‘Power to Youth’ oleh Rutgers Indonesia.

Country Representative Rutgers Indonesia Amala Rahmah menyatakan, ada sejumlah faktor kenapa memilih Jember sebagai lokasi ‘pilot project’ Power to Youth.

Power to Youth merupakan program pemberdayaan dan keterlibatan kelompok muda untuk percepatan penyelesaian perkawinan anak, kehamilan remaja, juga kekerasan berbasis gender dan seksual.

Program ‘Power to Youth’ tersebut bakal berjalan selama lima tahun, mulai 2021 – 2025.

“Kami melakukan workshop berjenjang mulai dari tingkat nasional, kemudian diputuskan dilakukan di tiga provinsi yakni Jabar, Jatim, dan NTB. Kemudian di tingkat provinsi, kami melihat data untuk menentukan mana yang paling banyak (kasus perkawinan anak), namun juga potensi penyelesaian masalahnya. Kemudian di Jember, juga sudah ada komunitas lokal yakni Tanoker yang bisa mengimplementasikan secara berkelanjutan, tentunya juga kami harapkan ini direplikasi oleh Pemkab Jember di kecamatan lain,” ujar Amala di Jember, Selasa (11/10/2022).

Mengutip data yang disampaikan oleh Tanoker dan Rutgers Indonesia, di Jawa Timur terjadi 9.453 kasus perkawinan anak di masa pandemi Tahun 2020.

Data ini disajikan Pengadilan Agama yang diperoleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim.

Pada tahun 2020, di Jember tercatat 1.066 perkawinan anak usia di bawah 19 tahun yang tersebar di 31 Kecamatan, rinciannya 402 anak perempuan dan 664 anak laki-laki (Kemenag Jember, 2021).

Fakta ini diperkuat dengan permohonan dispensasi perkawinan usia anak yang termuat dalam Bank Data Perkara Peradilan Agama tahun 2020, yang menyatakan Kabupaten Jember menempati ranking 2 nasional dalam jumlah usulan dispensasi perkawinan usia anak dengan jumlah 1.469 usulan dispensasi dengan 1.451 putusan usulan dikabulkan.

Bila ditelisik lebih mendalam, terdapat faktor-faktor yang ditengarai berkontribusi terjadinya perkawinan anak antara lain, minimnya pengetahuan anak remaja dan orang muda mengenai kesehatan reproduksi dan seksual, terbatasnya akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksi dan seksual, problem sosial-ekonomi berupa kemiskinan, kurangnya akses terhadap pendidikan, budaya, ketidaksetaraan gender, ketiadaan, dan norma sosial yang menguatkan stereotip gender tertentu (misalnya, perempuan seharusnya menikah muda).

Pun demikian, norma agama dan budaya masyarakat masih menggunakan tafsir agama dan budaya sebagai pembenar praktik perkawinan anak.

Dalam rangka berkontribusi dan sekaligus mendukung upaya pemerintah Kabupaten Jember untuk mengatasi kompleksitas permasalahan tersebut, Tanoker Ledokombo bekerjasama dengan Rutgers Indonesia menginisiasi program Power to Youth tersebut.

“Ada tiga fokus isu yakni pencegahan perkawinan anak, kehamilan remaja dan kekerasan berbasis gender dan seksual. Inisiatif ini dikembangkan di Desa Lembengan dan Sukogidri Kecamatan Ledokombo, dan Desa Harjomulyo serta Karangharjo Kecamatan Silo,” imbuh Amala.

Amala mengakui, perjalanan 1,5 program Power to Youth digeber, sudah ada beberapa kemajuan, seperti komitmen dari pihak desa yang meningkat, begitu juga dengan sekolah perihal pendidikan tentang kesehatan reproduksi.


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *