BRIN Ungkap Upaya Indonesia Penuhi Target Net Zero Emission pada 2060

BRIN Ungkap Upaya Indonesia Penuhi Target Net Zero Emission pada 2060

Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut serta dalam forum Climate Change Conference of the Parties (COP26) atau konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2021. Pada kesempatan tersebut, BRIN menyampaikan Indonesia berkomitmen menghilangkan emisi di Tanah Air.
 
“Kami menyampaikan menetapkan target pencapaian Net-Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat,” kata Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito, dalam Bincang Pembangunan secara daring, Senin, 24 Oktober 2022.
 
Dia menyampaikan saat ini isu perubahan iklim menjadi fokus perhatian dunia. Pada forum itu disepakati seluruh negara akan menahan kenaikan suhu global sebesar 2 celcius dan berupaya lebih jauh untuk membatasinya hingga 15 celcius di atas era pra-industrial.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Indonesia berkomitmen mengatasi ancaman perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) dengan meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 dan menuangkan aksi ketahanan iklim pada dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Di dalamnya, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 31,89 persen dengan upaya sendiri hingga 43,20 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
 
Komitmen iklim Indonesia diperkuat forum COP26 tersebut. Salah satu upaya untuk mencapai target tesebut ialah menghadirkan energi terbarukan.
 
Nuklir menjadi solusi tepat mencukupi kebutuhan energi nasional. Sekaligus, mengurangi emisi gas rumah kaca dalam upaya mencapai Net-Zero Emission.
 
Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya tersebut. Berkaca dari krisis energi yang terjadi di beberapa negara di dunia, langkah transisi menuju energi terbarukan dan nuklir harus tetap memperhatikan tingkat keamanannya.
 
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyebut pengembangan energi terbarukan dan nuklir di Indonesia harus didukung dengan kebijakan dan regulasi memihak, aktivitas riset, dan inovasi teknologi yang berkualitas.
 
Handoko menyebut juga perlu diperhatikan sumber pembiayaan inovatif dan berkelanjutan. “Serta kolaborasi dan sinergi multihelix yang kuat antara pihak pemerintah, swasta, industri, akademisi, NGO dan masyarakat,” tutur Handoko.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *