Bertaruh Nyawa Demi Merangkai Pipa

Merdeka.com – Supriyadi begitu teliti memastikan tidak ada kesalahan dalam pekerjaan. Sambil mengenakan helm proyek berwarna biru, dia sudah terbiasa turun ke galian mengecek instalasi pipa. Seperti yang terlihat di Jalan Lingkar Selatan Kabupaten Kebumen.

Penggalian pipa adalah salah satu pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Fisik dan mental adalah bekal utama yang harus dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan ini.

Pria berusia 40 tahun tersebut berasal dari Kutowinangun, Kebumen. Dia terlibat dalam proyek pemasangan pipa milik Pertamina jalur Cilacap-Yogyakarta. Setiap hari dia harus bertaruh nyawa menuruni sebuah galian untuk merangkai pipa–pipa menggunakan baut.

Supri, begitu dia akrab disapa, sudah menekuni pekerjaan lapangan ini lebih dari tiga tahun. Satu-satunya alasan bagi Supri memutuskan menjadi pekerja proyek adalah demi menafkahi keluarga kecil yang dia bangun.

Terlebih, kedua anaknya yang masih menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD), membutuhkan biaya yang tidak sedikit guna kebutuhan pendidikannya.

“Wah enggak ada susahnya, isinya senang semua,” kata Supri saat ditanya merdeka.com, Selasa (30/8).

Meski setiap hari bekerja di bawah terik matahari dan debu kendaraan, Supri tidak pernah mengeluh. Baginya, pekerjaan akan terasa ringan jika dikerjakan dengan ikhlas.

“Saya kerja di sini yang penting dari kitanya mengerjakan dari hati, Insya Allah akan berkah untuk saya dan keluarga,” ujar Supri.

Jawaban Supri menjadi tamparan bagi setiap orang yang mungkin mendapatkan fasilitas pekerjaan dengan jauh lebih aman. Sudah sepantasnya bersyukur dengan apa yang kini dimiliki. Bagi Supri tantangan adalah rekan kerjanya, selagi tetap mengutamakan keamanan dan keselamatan ini bukan hambatan untuk Supri tetap bekerja.

Menurut Supri lingkungan tempat bekerja sangat solid, ini yang membuat semangatnya semakin membara. Tidak pandang bulu, semua membaur dari yang jabatan tertinggi sampai yang pekerjaannya sebagai helper pengatur jalan.

Sama dengan Supri, Teguh juga menjalani pekerjaan di dunia proyek. Dia menggeluti pekerjaan ini sudah sejak 2003. Dulunya dia hanya sebagai tukang bantu–bantu, dan berkat ketekunannya, Teguh kini memegang peran sebagai tim quality control (QC).

Teguh memiliki seorang istri dan dua orang anak yang harus dinafkahi. Pekerjaan yang dia tekuni adalah juga pekerjaan yang memiliki resiko kecelakaan tinggi.

Pria asal Purworejo, Jawa Tengah ini rela meninggalkan anak dan istri menyusuri jalan lintas Kota Purworejo–Kebumen dengan balutan keringat, demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Dia sosok yang ramah dan mudah berbaur tidak hanya dengan atasan tetapi juga dengan pekerja penggali sekalipun. Menurutnya, nyaman tidaknya suatu pekerjaan itu tergantung dari kita yang menjalani.

“Kalau kita melakukannya dengan sepenuh hati, mau itu tukang gali, supervisor, QC, yang penting solid dan mengutamakan kerja tim, karena kan kerja seperti ini rawan sekali mengundang emosi, jadi harus pandai–pandai mengolah emosi dan saling memahami,” Tutur Teguh.

Kisah hidup mereka berdua memberikan pelajaran tentang keharusan mencintai pekerjaan yang ditekuni, serta tentang pentingnya saling menghargai tanpa memandang posisi. Mau bagaimanapun kondisinya, ketika jalan ini adalah jalan yang dipilih maka harus ditempuh meski dengan peluh yang menderai. Tidak ada pekerjaan yang tidak mengundang risiko, pandai mengontrol diri dalam segala situasi merupakan kunci utama.

Reporter: Putri Oktafiana

[cob]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *