Begini Isi PMK Baru Soal Advance Pricing Agreement

Begini Isi PMK Baru Soal Advance Pricing Agreement

tribunwarta.com – Beleid Peraturan Menteri Keuangan soal kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement) diubah.

Simak informasi selengkapnya di berita Finansialku di bawah ini!

Rubrik Finansialku

Apa Itu Advance Pricing Agreement (Kesepakatan Harga Transfer)?

Menurut OECD Guidelines (1995) melalui laman news.ddtc.co.id, APA didefinisikan sebagai:

“Sebuah skema yang sebelumnya telah disusun terhadap suatu transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan berdasarkan kriteria yang tepat untuk menentukan harga transfer antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut untuk periode waktu tertentu.”

Adapun menurut Erly Suandy dalam bukunya berjudul Perencanaan Pajak, APA didefinisikan sebagai:

“Suatu kesepakatan mengenai penentuan harga transaksi dari transaksi yang terjadi antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dengan cara menetapkan satu set kriteria yang sesuai untuk periode waktu tertentu.”

Sementara itu, melansir laman ortax.org, APA adalah:

“Perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak dan Wajib pajak dan/atau otoritas pajak negara lain untuk menyepakati kriteria-kriteria dan/atau menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar di muka para pihak yang mempunyai hubungan istimewa.”

Di Indonesia, ketentuan mengenai Advance Pricing Agreement pertama kali diatur dalam Undang-Undang PPh Pasal 18 Ayat (3a) yang berbunyi:

“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan wajib pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.”

Dalam sebuah jurnal karya Yudi Ardianto berjudul Advance Pricing Agreement (APA) di Indonesia, maksud dari ayat di atas, APA adalah:

“Kesepakatan antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengannya.”

Melansir news.ddtc.co.id, berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, perjanjian yang dilakukan berupa:

    Perjanjian unilateral: Perjanjian antara wajib pajak dengan satu otoritas pajak.

    Perjanjian bilateral: Perjanjian yang terjadi antara wajib pajak dengan dua otoritas pajak.

    Perjanjian multilateral: Perjanjian antara wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak.

[Baca Juga: Sri Mulyani Kembali Dinobatkan Jadi Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik]

Keberadaan APA sendiri ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya praktik penyalahgunaan Transfer Pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.

Bukan hanya, itu APA juga ditujukan sebagai upaya pencegahan terjadi pemajakkan berganda (double taxation), meloloskan penghasilan tidak kena pajak di mana pun (double non-taxation), dan mengurangi beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak.

APA juga dinilai sangat relevan untuk diterapkan pada perusahaan yang memiliki nilai yang tinggi atas aktiva tidak terwujud serta perusahaan yang tidak memiliki susunan mata rantai yang banyak.

Meski begitu, dikatakan oleh Scnorberger dan Windendorf, 2005, melalui laman news.ddtc.co.id, APA tidak direkomendasikan untuk perusahaan yang melakukan agresif transfer pricing serta yang mempunyai struktur transfer pricing yang konvensional.

Beleid Baru Soal Advance Pricing Agreement Dari PMK

Sebelumnya, proses APA di Indonesia, tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7/PMK.03/2015.

Tahun 2019, wacana tentang revisi beleid PMK ini muncul ke permukaan, dengan harapan proses ini lebih sederhana dibandingkan sebelumnya.

Selain itu, rencana revisi ini adalah upaya penyesuaian peraturan dengan standar internasional mulai dari formulir pengajuan dan kepastian waktu.

Revisi beleid agar lebih sederhana dan menyesuaikan dengan standar internasional ini diharapkan oleh DJP agar jumlah wajib pajak yang tertarik melakukan APA terus bertambah.

Karena per Maret 2019, melansir laman mucglobal.com, saat ini ada 33 APA, dengan 13 di antaranya adalah permohonan APA yang baru diterima, dan 15 APA lainnya baru saja berakhir.

Tahun ini, revisi tersebut akhirnya selesai dilakukan, dan beleid baru pengganti sebelumnya, terbit dan resmi menggantikan beleid sebelumnya sejak 18 Maret 2020 lalu.

Beleid terbaru, tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020.

[Baca Juga: Pemerintah RI Naikkan Kelas Keuangan, Masyarakat Harus Bantu Apa?]

Sebagaimana dijelaskan di atas, APA dalam beleid terdahulu dinilai belum lengkap dan tidak sesuai dengan standar internasional, mengacu pada Rencana Aksi No.14 Proyek OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

GRATISSS Download!!! Ebook Perencanaan Keuangan Untuk Mahasiswa

“Serta untuk menyempurnakan ketentuan dimaksud agar lebih efektif dan memberikan kepastian hukum terutama terkait penentuan harga transfer, prosedur, jangka waktu, dan tindak lanjut permohonan pelaksanaan kesepakatan harga transfer.” demikian penggalan pertimbangan dalam beleid terbaru, sebagaimana dikutip laman news.ddtc.co.id, Kamis (26/03).

Senada dengan kutipan di atas, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP), John Hutagaol, mengatakan kalau perubahan ini diperlukan agar ketentuan terkait penentuan harga transfer sesuai dengan praktik internasional yang berlaku saat ini.

“PMK terkait APA dilakukan pembaruan agar sesuai dengan international best practice.”

Selain memberikan kepastian hukum untuk wajib pajak terkait transaksinya, John juga mengatakan kalau PMK ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak.

“Selain memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak terkait transaksinya dengan wajib pajak lainnya dalam satu grup usaha, PMK ini juga memberikan kemudahan dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan atau sering disebut low compliance cost.”

Dalam beleid baru itu, wajib pajak dalam negeri dapat mengajukan permohonan APA ke Dirjen Pajak atas Transaksi Afiliasi berdasar pada dua hal.

Yang pertama, inisiatif wajib pajak berupa permohonan APA unilateral dan APA bilateral.

Yang kedua, pemberitahuan tertulis dari Dirjen Pajak sehubungan dengan permohonan APA Bilateral yang diajukan WP luar negeri kepada pejabat berwenang mitra P3B.

Bagaimana pendapat Sobat Finansialku tentang terbitnya PMK baru soal APA ini? Utarakan lewat kolom komentar di bawah ini, ya!

Jika dinilai informasi ini bermanfaat, Sobat Finansialku juga bisa membagikannya pada rekan dan keluarga. Terima kasih!

Sumber Referensi:

    Doni Agus Setiawan. 26 Maret 2020. Soal PMK baru Advance Pricing Agreement, Ini Kata DJP. News.ddtc.co.id – https://bit.ly/2WOuFp0

    Admin. 26 Maret 2020. Beleid Lama Dicabut, Ini PMK Baru Soal Advance Pricing Agreement. News.ddtc.co.id – https://bit.ly/3dAjndS

    Awwaliatul Mukarromah. 28 Februari 2019. Apa Itu Advance Pricing Agreement?. News.ddtc.co.id – https://bit.ly/3am4BW9

    Yudi Ardianto. September 2019. ADVANCE PRICING AGREEMENT (APA) DI INDONESIA. Media.neliti.com – https://bit.ly/2WKhHZu

    Admin. 18 Agustus 2017. Apa itu Advance Pricing Agreement?. Ortax.org – https://bit.ly/2Uy4OPi

    K. 6 Januari 2017. PMK – 213/PMK.03/2016. Peraturanpajak.com – https://bit.ly/2Jh8ujl

    Admin. 11 Maret 2019. Aturan Terkait Advance Price Agreement Akan Direvisi. Mucglobal.com – https://bit.ly/2QPn9qb

Sumber Gambar:

    APA 01 – https://bit.ly/2wFMBHQ

    APA 02 – https://bit.ly/3bxIlcm

    APA 03 – https://bit.ly/3btVjaL

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *