Bangkit di Tengah Ancaman Krisis Global, Jokowi Soroti Menjaga Perekonomian dan Ketahanan Pangan

Bangkit di Tengah Ancaman Krisis Global, Jokowi Soroti Menjaga Perekonomian dan Ketahanan Pangan

Jakarta: Belum sepenuhnya lepas dari pandemi covid-19 Indonesia yang tengah menapaki kebangkitan perekonomian, kembali diadang ancaman krisis global. Meski demikian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis Indonesia mampu bertahan.
 
Salah satu hal yang membulatkan sikap optimis tersebut ialah angka pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh di atas rata-rata negara ASEAN.
 
“Pada kuartal I tumbuh 5,01 persen. Kemudian kuartal II tumbuh 5,44. Pertumbuhan ini didukung oleh konsumsi rumah tangga, ekspor, dan investasi yang mencapai di atas target. Selain itu selama 27 bulan neraca perdagangan kita selalu surplus. Bila situasi ini bisa kita rawat, maka angka pertumbuhan ekonomi kita bisa di atas rata-rata dunia yang hanya di kisaran 3,2 persen,” ucap Presiden Jokowi pada program acara Special Interview Indonesia Hebat Bersama Presiden Joko Widodo di Metro TV, yang disponsori oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Hal lainnya yang juga membanggakan adalah pengharaan dari International Rice Research Institute dalam swasembada beras.
 
“Patut kita syukuri di tengah situasi krisis pangan global, kita justru dapat penghargaan. Ini menunjukkan kerja keras kita semua, utamanya petani, berhasil. Keberhasilan ini juga didukung pembangunan infrastruktur pertanian seperti bendungan, embung, dan irigasi,” kata Presiden Jokowi.
 
Tercatat, dalam tujuh tahun selesai dibangun 29 bendungan. Angka tersebuat akan bertambah sembilan bendungan lagi pada akhir 2023. Ditargetkan pada 2021, akan berdiri 61 bendungan. Saat ini pun sudah dibangun 4.500 embung, dan jaringan irigasi baru sebanyak 1,1 juta hektare.
 
Untuk menjaga Indonesia tetap aman dari ancaman krisis global, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar pembangunan infrastruktur pertanian harus terus dilakukan. Termasuk riset mengenai varietas agar  meningkatkan kuantitas produksi pertanian.
 
“Selain beras, kita juga ingin mengembangkan sorgum, porang, sagu. Ini bisa menjadi diversifikasi pangan atau menjadi campuran gandum, sehingga kita tidak terlalu bergantung impor dari negara lain,” katanya.
 
Selain persoalan pangan, Indonesia memiliki pekerjaan rumah terkait sektor energi. Saat ini, pemerintah menggelontorkan dana subsidi BBM sangat besar, mencapai Rp502 triliun.
 
Presiden Jokowi menjelaskan subsidi dilakukan demi menjaga kestabilan daya beli masyarakat yang tentunya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Dia merinci besarnya dana tersebut digunakan untuk mensubsidi BBM pertalite yang harga sebenarnya Rp17.100 dijual ke masyarakat Rp7.650, solar yang harga sebenarnya Rp19 ribu dijual hanya Rp5.150, pertamax yang harga sebenarnya Rp17.300 dijual kepada masyarakat Rp12.500.
 
“Total subsidi Rp502 triliun. Kita memerlukan transisi untuk mengurangi subsidi. Kita melihat momentum waktunya, jangan sampai menaikkan harga mengurangi subsidi akan mengurangi daya beli rakyat, akibatnya konsumsi akan turun dan pertumbuhan ekonomi turun. Termasuk juga sosial politik akibat dampak dari kebijakan itu,” katanya.
 
Sebelum mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM, Presiden betul-betul menghitung dengan hati-hati.
 
“Saya selalu sampaikan agar dihitung lagi, dievaluasi lagi. kita ingin membenahi mekanisme subsidi agar tepat sasaran kepada rakyat bawah. Ini bukan masalah legacy, tapi soal rakyat yang baru pulih dari pandemi kemudian dibebani lagi oleh kenaikan BBM, akan menurunkan daya beli rakyat,” ucapnya.
 
Selain hal tersebut, isu lain yang disorot masyarakat yaitu pembangunan Ibu Kota Negara baru (IKN). Banyak yang meragukan pembangunan IKN akan konsisten, dan ada juga suara sumbang yang menyayangkan dana pembangunan IKN mestinya bisa dialokasikan untuk menunjang perekonomian.
 
Presiden menanggapi dengan menjelaskan bahwa ada tiga poin utama yang membuat IKN harus selesai dibangun.
 
Pertama, IKN merupakan gagasan lama sejak era Bung Karno. Saat itu ibu kota akan pindah ke Palangkaraya. “Ini juga untuk mengurangi beban Jakarta dan Pulau Jawa. Kita punya 17 ribu pulau, tapi di Jawa populasinya 56 persen Indonesia ada di Jawa. PDB Indonesia 58 persen ada di Jawa. Pulau yang lain kebagian apa? Diperlukan yang namanya pemerataan ekonomi dan infrastruktur,” katanya.
 
Kedua, UU terkait IKN pun sudah ada, disetujui dan didukung 93 persen fraksi di DPR.
 
Ketiga, mengenai pembiayaan sebanyak 20 persen dari APBN, sisanya dari investor dan investasi. “Pekerjaan ini bukan setahun dua tahun semasa saya, bisa 15-20 tahun. Dikerjakan bertahap dimulai dari infrastuktur, istana, gedung kementerian. Intinya IKN menegaskan bahwa kita bukan Jawa sentris, tapi Indonesia sentris.
 
Terkait isu politik, hukum, dan keamanan (polhukam), Presiden Jokowi diketahui menaruh perhatian khusus terhadap kasus pembunuhan Brigadir J. Ia bahkan hingga empat kali memberikan atensi melalui pernyatan langsung. Hal ini dilakukan Jokowi dengan alasan tersendiri.
 
“Saya selalu katakan buka tuntas, jangan ada yang ditutupi. Kalau itu dilakukan maka akan memberikan rasa keadilan masyarakat, dan memulihkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Ini juga menjadi momentum sebagai koreksi, evaluasi, sebagai aparat penegak hukum harus mampu menegakkan hukum di internalnya sendiri. Jika itu bisa dilakukan, maka masyarakat akan percaya Polri bisa menangani hukum,” ujarnya.
 
Persoalan hukum berikutnya yang juga menjadi perhatian Presiden adalah penanganan korupsi. Presiden mengapresiasi langkah yang dilakukan KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menangani kasus korupsi.
 
“Saat ini permasalahan korupsi tidak hanya ditangani KPK, tapi juga di Kejagung. Bahkan di Kejagung menangani masalah besar seperti korupsi Asabri, Jiwasraya. Saya mengapresiasi keberanian Kejagung. Indeks persepsi korupsi naik dari 37 ke 38. Kita harapkan yang dikejar bukan hanya koruptonya saja, tapi juga sistemnya diperbaiki sehingga ada sebuah pagar yang baik dan tidak ada koruptor yang bisa melompat ke dalam,” ujar Presiden.
 
Masa jabatan Presiden Jokowi tinggal dua tahun lagi. Menjelang Pemilu 2024, ia berharap Indonesia akan dipimpin oleh sosok dengan sejumlah kriteria.
 
“Tantangan global makin berat. Pemimpin ke depan harus figur yang mau bekerja keras, memiliki kepemimpinan yang kuat, dan selalu berpihak pada kepentingan rakyat di 17 ribu pulau,” katanya.
 

(ROS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *