Akselerasi dengan Data Driven Government

Merdeka.com – Pada Mei 2021 silam, Presiden Joko Widodo mengeluhkan tentang ketidakakuratan data di pemerintahan. Presiden menyampaikan bahwa masih banyak kendala dalam pengelolaan data sehingga data-data pemerintahan dan data-data masyarakat yang tersedia banyak yang tidak akurat.

Dampak dari permasalahan data tersebut makin terasa ketika krisis terjadi, misalnya saja ketika awal pandemi Covid-19 masuk di Indonesia. Hampir seluruh sektor pemerintahan gagap merespon, antara lain karena kurangnya ketersediaan data yang akurat.

Salah satu masalah yang paling mengemuka ketika itu adalah bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran, sebagai akibat ketiadaan data yang akurat. Belum lagi masalah data tenaga medis, data fasilitas kesehatan, data ketersediaan tempat tidur rumah sakit, data ketersediaan ICU, yang makin membuat penanganan pandemi makin terasa kompleks.

Sebetulnya permasalahan data di tanah air telah ada jauh sebelum pandemi terjadi. Misalnya saja data stok beras atau data hasil panen yang seringkali berbeda antar lembaga negara, yang akhirnya menjadi polemik mengenai perlu tidaknya impor pangan dilakukan.

Permasalahan yang harus menjadi perhatian serius terlebih di era transformasi digital, di mana data dianggap sebagai sumber daya penting untuk pertumbuhan, bahkan ada pameo data is the new oil.

Kunci Persaingan

Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), saat ini kurang lebih 77 persen atau sekitar 210 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan internet, naik 35 juta pengguna dibandingkan sebelumnya. Pertumbuhan pengguna internet ini juga berarti semakin pesatnya pertumbuhan data.

Secara global, terjadi pertumbuhan lebih dari dua kali lipat data yang beredar di internet, dari 33 zettabytes pada tahun 2018 menjadi 79 zettabytes pada tahun 2021. Jauh melesat dibandingkan jumlah data sebelum tahun 2018.

Tren tersebut mendorong berbagai sektor berpacu memanfaatkan data agar dapat memberi nilai tambah bagi industrinya, atau bagi layanannya untuk lembaga pemerintah. GE Global Innovation Barometer menyampaikan bahwa 59% perusahaan berhasil melakukan perbaikan efisiensi, produktivitas, dan pertumbuhan setelah menerapkan data driven policy.

Di dunia bisnis, kekayaan data yang dimiliki dimanfaatkan oleh industri antara lain untuk meningkatkan efisiensi proses bisnis, membangun engagement lebih dengan pelanggan, menyediakan layanan atau produk baru yang sesuai kebutuhan pelanggan, bahkan menjadi pertimbangan untuk masuk ke sebuah bisnis baru.

Di pemerintahan, pengelolaan data yang baik juga dapat membantu pemerintah menentukan kebijakan terbaik sehingga dapat memberikan dampak yang optimal bagi masyarakat. Di salah satu negara bagian Australia, pemerintahnya mengumpulkan dan menganalisis sekitar 187 juta data pajak tanah, termasuk di dalamnya data pajak tertunggak, untuk menemukan pola dan permasalahan dalam pengumpulan pajak tanah. Kebijakan yang diambil berdasarkan hasil analisis tersebut terbukti berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat dan akhirnya meningkatkan capaian pembayaran pajak tanah.

Memperhatikan tren tersebut, inisiatif data driven government, di mana berbagai kebijakan selalu berbasiskan data yang tepat, harus menjadi arus utama di Indonesia sebagai kunci persaingan di masa kini dan masa depan.

Indonesia Telah Memulai

Indonesia telah memulai langkah menuju data driven Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Perpres tersebut menyatakan pengaturan satu data Indonesia dimaksudkan untuk mengatur penyelenggaraan tata kelola data yang dihasilkan oleh Instansi Pusat dan Instansi Daerah untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengendalian pembangunan.

Contoh keberhasilannya pun telah ada, misalnya saja keterpaduan data kasus Covid-19 di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, beserta data kondisi berbagai rumah sakit, yang pada saat puncak pandemi telah menjadi dasar pengambilan kebijakan penanganan pandemi di berbagai daerah. Hasilnya kita mampu menangani pandemi dengan cukup baik.

Salah satu contoh lain di level provinsi adalah pemanfaatan data kepadatan penduduk dan data sebaran sampah di DKI Jakarta untuk mengatur pengambilan sampah secara optimal. Dengan menganalisis kedua data tersebut dapat ditetapkan jalur truk sampah yang paling optimal sehingga mampu mengurangi penumpukan sampah di daerah tertentu.

Perlu Akselerasi

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia memiliki 2.700 pusat data yang tersebar di 630 Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah. Selain itu, terdapat lebih dari 400 ribu aplikasi pemerintah di berbagai level dengan struktur data yang berbeda-beda. Kondisi tersebut menjadi tantangan awal menuju data driven government.

Mengingat urgensi penerapan pengambilan kebijakan berbasis data dan berbagai permasalahan yang masih terjadi, maka perlu akselerasi di berbagai aspek, mulai dari infrastruktur, talenta, kebijakan, dan tata kelola.

Rencana pembangunan empat pusat data nasional berstandar global di Bekasi, Batam, IKN, dan Labuan Bajo adalah salah satu langkah awal yang perlu diakselerasi. Keberadaan pusat data nasional tersebut dapat menghemat biaya operasional dan pengelolaan pusat data hingga Rp 6 triliun per tahun. Selain itu, keberadaan pusat data nasional yang tersentralisasi akan juga mempermudah standarisasi proses data.

Selanjutnya, perlu ditetapkan kebijakan di level yang lebih taktis mengenai tata kelola data pemerintahan. Tata kelola ini meliputi bagaimana standarisasi data, bagaimana data diproduksi, bagaimana data didistribusi, bagaimana pemanfaatan data, dan berbagai tata kelola terkait lainnya.

Dalam kebijakan tersebut perlu juga diatur lebih taktis mengenai aturan penyediaan aplikasi pemerintahan, baik di level pusat atau pun daerah. Aturan yang dapat memastikan terjadinya interoperabilitas antar aplikasi dan keterpaduan data antar lembaga pemerintah.

Lebih baik lagi jika dalam tata kelola tersebut diatur bagaimana publik dapat ikut berkontribusi dalam penyediaan data atau sebaliknya berpartisipasi memanfaatkan data, sehingga akan mendorong open-government dan kolaborasi multi-stakeholder, sebuah karakter yang dibutuhkan di era transformasi digital saat ini.

Hal lain yang juga perlu diperkuat adalah ketersediaan talenta digital di bidang data, mulai dari talenta teknis hingga talenta analisis data. Program pengembangan talenta digital yang telah dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu diadopsi lebih luas agar dapat menghasilkan lebih banyak talenta di berbagai daerah di Indonesia. Ini untuk memastikan seluruh pemerintah daerah pun dapat turut berakselerasi menuju data driven government.

Hal terakhir dan yang juga sangat penting adalah kepemimpinan digital. Presiden perlu menunjukkan kepemimpinan dan dukungan penuh terhadap proses transformasi menuju data driven government ini, antara lain dengan membentuk National Chief Information Officer (NCIO) yang akan berperan merencanakan, mengkoordinasikan, mengimplementasikan, dan memonitor seluruh pengembangan digitalisasi nasional, termasuk data driven policy.

Jika seluruh aspek tersebut dapat diakselerasi, maka data driven government dapat terwujud semakin cepat di Indonesia dan menjadi salah satu kunci daya saing menuju Indonesia Emas 2045.

[noe]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *